Jumat, 20 Desember 2019

Learn the rule, then play it, just play...

Jika suatu hari ada yang bertanya padaku: siapa orang yang berpengaruh dalam hidup? Aku akan menjawab namamu. Kau mempengaruhiku begitu banyak soal pemikiran, perasaan, cara memandang hidup, cara bertahan, berbahasa, penampilan, selera bermusik, hingga hal-hal remeh temeh yang kamu lakukan selalu menarik di mataku. Setelah mencoba untuk mendalamimu hingga sekarang, ternyata aku tak kunjung paham. Kau begitu susah kupahami, kutebak. Keliaran dan jiwa solitermu sering mengejutkanku.

Jika aku butuh teman, pikiranku akan blingsatan kemana-mana. Kau mungkin tahu, aku sangat sulit untuk bercerita pada orang lain. Aku sering merasa gelap sendirian, dan kalau aku menangis tak salah kan ya? Akhir-akhir ini krisis pribadiku kambuh lagi. Ditambah tak punya uang, tanggal muda masih sangat lama. Rasanya lapar. Cuma kepikiran baca ulang buku Knut Hamsun yang judulnya Lapar. Lapar benar-benar membuatmu merasa sensitif.

O ya, tadi aku ditelepon  seorang staf Litbang salah satu koran terkemuka di Indonesia untuk yang ketiga kalinya dalam dua tahun ini kalau aku tak salah hitung. Mbak dalam telepon itu bertanya padaku soal isu politik, hukum, ekonomi, dan disabilitas yang tengah diperbincangkan publik sepanjang tahun 2019, serta spekulasi kepemimpinan presiden-wapres tahun 2020 mendatang. Kebanyakan pertanyaan disediakan pilihan jawaban dan aku tinggal memilihnya. Aku merasa kesulitan menjawab semua. Bacaanku kurang banyak juga ternyata soal isu-isu terkini. Sudahlah, ini intermezo saja. Sebenarnya Mbak Litbang ini sungguh mengganggu kegiatanku mendalamimu ulang dari awal hingga akhir. Kamu lagi-lagi memberiku jawaban terkait makna hidupku sebenarnya. Kamu tunjukkan senter itu lagi di tengah kegelapan dan kebutaanku berbenturan dengan kenyataan hidup. Di mana aku begitu sering kehilangan diri.

Aku membayangkan kini kau tengah duduk di sampingku. Lalu kau tersenyum dengan senyummu yang khas itu. Mengejekku, "tua!" Haha. Itu kata terakhir yang kau tulis di berandaku saat aku ulang tahun yang ke-25. Aku hampir 27 sebentar lagi dan itu tak masalah. Aku punya masa umur-umur panjang dan berpikir bisa selalu muda kala mengingatmu, melihat hidupmu--hei, kau juga lebih tua, ingat. Wkwk! Sekarang mungkin aku tak bisa memperhatikanmu dari dekat karena jalan hidup yang telah kita pilih masing-masing. Kau di sana dan aku di sini. Aku ingin selalu menangis tiap kali baca kalimatmu yang ini: "Ontosoroh, that fictional woman yang senantiasa makan keringat sendiri, creataed by pram, and imagined by me. haha." Ya, kalau dari Pram lewat Nyai Ontosoroh, "Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri." Entah kenapa kalimatmu dan kalimat Pram ini begitu berarti dan berenergi sekali untukku. Aku ingin jadi perempuan seperti itu untuk memenuhi kedaulatanku sebagai manusia.
Credit by you.
Suatu waktu kau juga pernah menulis "Einstein+(Marx×Pram)=Isma". Juga teman-teman lain ada yang gabungan dari (Nietzsche:Foucault)+Marx, ada yang Derrida×Marx, ada yang {Marx+Schopenhauer}×Deleuze, ada yang Che Guevara+Muhammad, hingga ada yang teman kita gabungan dari Bakunin+Cobain. Kau sendiri terbuat dari apa? Tapi mungkin aku akan menulisnya begini, kamu adalah gabungan dari (Nietzsche×Hayek)+Foucault+Schopenhauer. Rumusanmu tentang diriku sendiri salah. Aku tak tahu bagaimana tepatnya, tapi jangan pernah lupakan ada Hannah Arendt yang juga mempengaruhiku. Dia perempuan yang sangat berani, cerdas, kritis. Aku terpesona dengan semangat vita activa dia. Terlebih lagi soal natalitas, bahwa manusia lahir adalah hasil terus menerus dari pergulatan dia dengan orang lain. Pergulatan yang dalam hati kecilku sangat ingin kuhindari, karena kadang jika aku benci dengan manusia, perasaan misantrophe-ku akan meronta-ronta. Namun itu memang harus kuhadapi untuk kebaikanku sendiri. Atau dengan kata lain, untuk sampai ke sana aku harus melalui ini.

Halo, sekali lagi terima kasih kuucapkan. Judul dalam artikel ini kudapat dari statusmu dan kalimat yang kau tulis lewat WA beberapa bulan yang lalu saat aku sedang susah-susahnya. Bantuanmu kala itu begitu nyata, dapat kuindera, dan dengan perasaan yang rapuh membuatku menangis (lagi). Kenapa kau paham aku sedang butuh bantuan bahkan tanpa perlu kuceritakan? Kalimatmu itu memberiku arah yang lebih sehat terkait bagaimana aku hidup ke depan. Tulismu pula seperti kata Steve Pavlina, "Complaining may be a compelling addiction, but it needn't be a life sentence."

Banyak orang selainmu yang juga memberiku pengaruh, dan orang itu pernah dekat. Kuceritakan sedikit tentangnya, dia mengajariku merasakan bagaimana indahnya berkomunikasi dan diperhatikan. Dia memang cerdas tak kuragukan, analisisnya bagus, tak suka narsis, tapi kurang pendirian dalam memutuskan sesuatu serta kurang bisa jika diajak berdiskusi terkait masalah hidup nyata dan krisis diri personal yang lebih berat. Dia sering menghindar terkait itu. Mungkin karena usianya masih sangat muda. Kedewasaan tak bergantung usia memang tak selamanya berlaku. Ya sudahlah. Dia mungkin memutuskan ingin jadi orang yang hebat macam Noam Chomsky dengan pilihan-pilihannya sendiri. Dia mungkin juga telah berbahagia dengan perempuan yang bersama dia sekarang. Aku pun selalu berdoa untuk kebaikannya. Bagaimana pun dia juga adalah bagian dari sejarahku, sama sepertimu. Di mana aku pernah merasa sangat dalam dan emosional. Aku sama-sama berusaha memahami kamu dan dia sampai sedalam yang kubisa. Ini baktiku terhadap orang-orang yang aku tak perlu berpikir lagi kenapa aku harus exist di bumi.

Kau pun demikian bersama perempuan yang lain bukan? Salah satu perempuan itu aku kenal dan dia sangat baik, mencintai anak-anak, punya jiwa seni tinggi, keibuan, cantik, satu suku pula. Kau tentu akan punya cerita-cerita yang menarik. Sungguh, aku ingin sekali mendengar cerita itu, kita bercerita di dalam gorong-gorong. Ya, sekali lagi aku tak akan mengkhawatirkanmu dan kau juga tak perlu mengkhawatirkanku. Berbahagialah dengan siapa pun engkau hidup. Just learn the rule, then play it, just play...  

Semarang, 20 Desember 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar