Jumat, 29 Juli 2022

Cinemasophia dalam Film Denias: Senandung di Atas Awan - Rohani Md. Yousoff

Alasan sederhana mengapa saya mengulas ini adalah karena saya suka film "Denias: Senandung di Atas Awan". Saya menonton film ini jika tak silap 15 tahun yang lalu, saat saya dan Pevita Pearce (pemeran Angel) masih sama-sama pakai seragam sekolah. Film ini pernah ditayangkan di TV dan memberi kesan yang dalam pada saya. Jika ada genre film yang saya suka, barangkali adalah genre film yang seperti Denias. Saya tak tahu apa sebutannya.

Denias mampu membangkitkan jiwa primitif saya akan ilmu, pendidikan, dan sekolah. Film ini secara pribadi tak menggurui, alurnya juga sederhana, Denias mencari fakta dan kebenaran yang dipercayainya; akan sekolah, pendidikan, kota, persahabatan, dan itu Denias mulai dari kepercayaan terhadap dirinya sendiri.

"Hidupmu indah bila kau tahu, jalan mana yang benar. Harapan ada, harapan ada, bila kau mengerti." Albert Fakdawer dan Glenn Fredly



1. Denias: Senandung di Atas Awan adalah film Indonesia garapan sutradara John de Rantau yang rilis pada tahun 2006. John menampilkan simbol tradisional dan modern yang dihubungkan dengan alam. Visualisasi yang digunakan de Rantau memperkaya mata dan kedalaman ke perasaan, "For every deprived child, there is hope; for every lost soul there is home."

2. John de Rantau yang narasi sinematografinya diinspirasi oleh cinesophia. Analisis "cinemasophia" yang digunakan penulis diambil dari bahawa "cinema" dan "sophia", sebagai kebijaksanaan internal melalui film. Cinemasophia suatu bentuk seni kreatif dalam memperluas kesadaran batin, elemen spiritual, komunikasi vertikal, hingga nilai keabadian.

3. Film ini membawa pesan bagaimana kelompok yang tak memiliki privilese di Indonesia mengejar pendidikan. Terinspirasi dari kisah nyata anak Papua bernama Janias. Sementara, Denias dari Moni, salah satu daerah pedalaman Papua, yang bersekolah di bangunan tanpa dinding dan atap seadanya, dengan guru yang kadang-kadang ada, kadang-kadang tidak.

4. Orangtua berpandangan jika memelihara babi lebih penting daripada sekolah. Orangtua melihat pendidikan sebagai hal yang tak penting--kacamata ini tak sepenuhnya salah. Sebagian anak sebaya Denias juga lebih menyukai bermain sepak bola dan berburu di hutan, daripada sekolah. Namun Denias punya kapasitas belajar yang disadari oleh gurunya Maleo.

5. Kisah dari guru pertamanya Denias tentang "Jack dan Pohon Kacang" menginspirasinya, bahwa benih kacang yang ditanam oleh Jack sebagaimana kepercayaan yang ditanam oleh Denias. Perjuangan Denias seperti perjuangan Jack dalam mendaki pohon kacang, membawanya dalam berbagai transformasi.

6. "Gunung akan memakanmu, tapi jika kamu belajar dan kamu pintar di sekolah, gunung akan takut padamu." Ibu Denias

7. Ibu di sini tidak hanya sekadar dimaknai secara fisik, tapi juga pusat, bumi, alam, semangat, pengetahuan.

8. Denias memiliki kawan baik bernama Enos, yang menganggap babi dan sapi tak ada bedanya. Enos yang mengajari Denias cara bertahan hidup di kota. Enos juga masih punya cita-cita untuk bisa sekolah lagi, meskipun ketika tujuan itu kian dekat, antagonis bernama Noel datang menganggu dan merisak Denias. Noel sama-sama orang Papua, yang bertindak tidak adil dengan orang sebangsanya sendiri.

9. Dalam film ini, John de Rantau coba membawa pesan kosmos ke dalam bentuk kosmis (film), dari alam ke laku-laku Denias. Bagaimana Denias berinteraksi dengan sungai, berlari di padang tanah Papua yang sepi, dengan ditemani matahari, dengan istirahat di bawah pohon (sebagaimana Buddha) kemudian mendapat inspirasi, dari perjuangan-perjuangannya menghadapi Noel, kebaikan Angel, dan simbol-simbol alam yang diperlihatkan dalam suatu adegan Denias.

#denias #film #pendidikan #sekolah #deniassenandungdiatasawan #albertfakdawer #papua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar