Senin, 31 Maret 2014

Study Pentas Teater Lakon "TUK" dan "CIPOA"

Sebelumnya, entah kalimat apa yang tepat untuk menuliskan proses panjang ini. Saya sebagai orang yang terlibat mencoba menggambarkan tentang semua yang saya (eh, “KAMI”) alami, rasakan, dapatkan, dan kompleksitasnya. Kalau pas tahap II Sanggar Nuun kemarin ada IV kelompok. Dalam tahap III ini ada dua kelompok: TUK dan CIPOA. Let’s story begin… :)
Dimulai di kontrakan Nuun tanggal 28 Januari 2014 kita berkumpul. Meski yang datang tidak banyak (karena libur UAS dan pada pulang kampung) kita diskusi tentang study pentas ini. Intinya, apa pun yang kita lakukan dengan gembira itu asyik. Disusul 2 hari kemudian bedah naskah Tuk di SC sampai SC mau tutup 2 hari kemudian lagi bedah naskah Cipoa ruangnya anak Cepedi. Hari-hari beerikutnya, tanpa libur, tiap jam 7 hingga jam 10 malam lebih, kita reading naskah bareng-bareng di depan kantin dakwah (yang dulu masih sepi, beda dengan sekarang yang ramai karena SK CafĂ©-nya serta acara-acara diskusi malam, dan aku sekarang kepikiran dengan nasib “Gorong-gorong Institute”, apakah mereka terganggu? :D). Hingga malam itu tanggal 7 Februari kita dibagi menjadi dua kelompok. Kita tutup mata kemudian dituntun ke sebuah tempat, kita bukakan mata dan teranglah kita dimana. Masih ku ingat malam itu, aku melihat bapak Munir dan mas Ilham menyambut kami. Kulihat di samping dan depanku ada Madam, mbak Aim, Kiky, Mita, Chandra, dll (aku lupa siapa aja yang datang malam itu, yang pasti ada satu anak baru bernama “Isnain” yang masuk Sanggar). Bapak bilang: “Mari bersama-sama membuat kesaksian di Magersaren. Menghidupkan Magersaren”
Agenda selanjutnya diisi dengan latihan, kerja keras, dan latihan. Dari jam empat sore sampai jam enam buat olah tubuh dan materi-materi teater. Lanjut lagi jam tujuh sampai jam dua belas malam (bahkan di TUK sampai jam satu dan dua dini hari) untuk eksekusi naskah tiap kelompoknya. Kita latihan dimana aja. Di panggung demokrasi, di depan MP, di depan kantin dakwah, di belakang SC, di parkir tarbiyah, di lorong bawah tanah, di area sport venue, dll. Rasa-rasanya hampir setiap sudut UIN pernah kita kunjungi buat latihan :) Ya, itulah Sanggar Nuun, bisa menjadikan tempat yang kurang layak menjadi layak.
 

bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar