Minggu, 30 Maret 2014

Review Film Tentang “Jurnalisme Investigasi”

Tanggal 4 Februari 2014 kemarin (udah lama banget), aku diajak sama anak-anak LPM Arena ke basecamp Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Jam setengah 8-an malam itu masih kuingat, kita bareng-bareng kesana, dibelaiin muter-muter gara-gara gak apal jalan :D Dihadiri mahasiswa-mahasiswa pers kampus di Yogyakarta. Daripada tulisan tentang film ini karatan di laptop, mending aku bagi-bagi aja :) Film ini dibagi menjadi lima babak.

Pertama, tentang Jurnalisme Investigasi itu sendiri. Sejarah-sejarah yang dirintis pers Indonesia dalam melakukan jurnalisme investigasi dari zaman orde lama hingga masa kini. Dari pembredelan dan tokoh-tokoh yang berjuang melahirkan tulisan investigasi. Tokoh-tokoh tersebut diantaranya: pimpinan redaksi Sinar Harapan Aristides Katoppo yang mengisahkan tentang keluarga cendana. Bondan Winarno yang mengusut tentang kasus busang dan bunuh diri jadi-jadiaan Michael de Guzman. Dan dari media elektronik tentang investigasi reporting yaitu Dadi Sumaatmadja dalam acaranya Metro Realitas yang tayang di Metro TV. Banyak hal kecil yang bisa di-investigasi menjadi hal menarik.

Kedua, tentang profil jurnalis. Mengisahkan siapa dan bagaimana jurnalis (investigasi) itu. Ada Yuliwati (wartawan majalah Tempo), yang meng-investigasi tentang aborsi illegal dan tentang mewahnya penjara Artalita Suryani. Dari media layar kaca ada Johan Heru (repoter Metro Realitas) yang ingin memberikan sesuatu lain daripada yang sudah beredar. Ada pula kisah dari wartawan majalah Tempo yang lain, Metta Dharmasaputra yang meng-investigasi tentang korupsi yang terjadi di Asian AGRI, sebuah perkebunan dan perusahaan kelapa sawit. Ia juga bercerita tentang rintangan-rintangannya, dari disomasi, disadap, sampai diteror.Kata dia (mengutip seorang tokoh), “Kita boleh lelah tapi jangan menyerah. Kita boleh kalah tapi jangan takluk.” 

Ketiga, tentang perencanaan peliputan (investigasi). Di majalah Tempo sendiri, Wahyu Dhyatmika menuturkan urutan-urutan melakukan reportasi. Dari ide kemudian dicari bahan mentah dan dokumen (seperti video, catatan, testimoni). Bahan mentah dan dokumen ini kemudian diverifikasi. Setelah itu menentukan sumber babon/utama. Kemudian dilakukan rapat besar, pembabatan dan penentuan angle, pembagian tugas (yang meliputi daftar narasumber, daftar pertanyaan, daftar dokumen). Setelah lengkap dilakukan penulisan dan terakhir editing. Sebagai tambahan sebelum dilempar ke publik, naskah itu diserahkan ke lawyer/seseorang yang mengerti tentang hukum dan jurnalistik agar tidak punya celah untuk digugat. Lain dengan Tempo, reporter investigasi media elektronik Dadhy Dwi Laksono punya langkahnya sendiri Ada lima langkah dari membentuk tim multispesialisasi, melakukan riset, menentukan angle, merancang strategi eksekusi, dan menerapkan skenario paska publikasi.  

Ke-empat, tentang Metode Penelusuran. Ada tiga metode investigasi. Pertama material trail, yaitu berupa dokumen, foto, rekaman, audio. People trail, yaitu siapa-siapa aja yang terlibat. Ketiga, money trail, yang merupakan motif utama segala masalah. Bahkan, kliping-kliping koran yang mengabarkan orang-orang kaya yang meninggal itu bisa berguna sebagai sumber dokumen. Investigasi itu tidak lepas dari menyamar. Menyamar itu ada tiga jenis. Dari melebur (menjadi bagian dari subjek), menempel (memanfaatkan subjek lain sebagai kuda troya), dan berjarak (tidak berinteraksi, mengamati dari jauh). 

Kelima, tentang etika dan hukum. Seorang jurnalis harus mematuhi kode etiknya sebagai seorang jurnalis. Paling sedikit ada empat kode etik yang harus dipenuhi. Pertama, jangan mau disuap. Kedua, jangan melakukan plagiat. Ketiga, jangan membuka identitas narasumber. Ke-empat, jangan menulis kebohongan yang Anda tulis sebgai kebenaran.

2 komentar:

  1. Mau donk link filmya buat kajian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di youtube sudah lengkap dari #1 sampai #5.. tinggal memasukkan kata kunci "jurnalisme investigasi" :)

      Hapus