Jumat, 01 Maret 2013

Kaitan Seni dan Korupsi Menurut Ayahku

Bapak saya mungkin bisa dibilang seniman serba bisa. Dari seni musik, seni semen dan pasir (entah ini ada alirannya apa enggak yang pasti rumah saya dipenuhi kreasi ukiran dari campuran semen dan pasir menjadi patung atau relief), seni sampah (kebiasaan buruk tapi kreatif dari bapak. Tiap jalan-jalan dan nemu sesuatu yang menarik di jalan pasti diambil.. dari bungkus rokok, botol, kayu, batu di kali, bungkus snack.. pasti di rumah dijadiin sesuatu. Batang pepaya yang udah ditebang pun pasti orang-orang akan membuangnya, di tangan bapak pasti ada sesuatu yang bernilai. Dan biasanya sampah itu dipotong pakai gunting kemudian di lem di dinding rumah membentuk mading yang mungkin orang akan menyebutnya rumah orang gila. Jujur, kebiasaan ini pun juga aku warisi, tiap kali nemu sesuatu di jalan yang ku rasa sreg pasti aku kantongi, kayak bungkus permen kiss.. saya potong kata-kata menariknya saya tempel di buku, haha). Pokonya beliau seniman terhebat pertama yang saya kenal.
Bapak kelahiran tahun 1949, tapi beliau masih kelihatan awet muda dari usianya. Bapak saya pensiunan Satpol PP golongan III A. Cerita sedikit tentang masa lalu bapak saya, bapak saya dulu termasuk kategori pegawai nakal tapi teguh pendirian dan jujur. Jika salah mengaku salah, jika benar mengaku benar, itu prinsipnya. Saat aparat di atasnya mengajak bapak melakukan kecurangan seperti penggelapan uang (korupsi) bapak mentah-mentah menolaknya, itulah sebabnya bapak dibenci dan tidak disukai aparat-aparat di atasnya maupun teman seperjuangannya sendiri dan dipindah kerjakan ke daerah lain. Bapak tidak takut, bapak tidak sungkan menggebrak camat, ribut di berbagai tempat, mencaci aparat siapa pun itu secara ceplas ceplos jika dirasa mereka salah dan beliau tidak takut dipecat. Bapak selalu menyidir pedas sesuai kenyataan. Korupsi tidak hanya di kalangan atas, pegawai kelurahan sampai RT pun pasti ada oknum-oknum yang nggak benar. Saya sebenarnya enggan bicara korupsi, karena semakin sering dibicarakan semakin parah. Cara yang efektif adalah KPK seharusnya bertindak diam-diam dan melakukan pembersihan total. Tidak ada toleransi apapun untuk meraka yang korupsi, copot segera! Berikan hukum yang setimpal, kalau perlu diarak keliling jalan biar tahu malu (#hehe, jahat banget)
Dan ini adalah kaitan seni dan korupsi menurut bapak saya.. katanya:
“Is, delok yo, pejabat sing gak ndue jiwa seni senengane korupsi. Isine.i muk duwek, duwek, duwek..” (“Is, lihat ya, pejabat yang tidak mempunyai jiwa seni itu sukanya korupsi. Isinya itu cuma uang, uang, uang..”)
Menurut bapak saya juga, orang yang memiliki jiwa seni itu cerdas. Begitu pun dengan pejabat. Camat yang punya jiwa seni dengan yang tidak pasti cara memimpinnya juga beda. Bisa dilihat dari responnya di masyarakat, penataan dan keindahan kota, branding kota, dan kebijakan-kebijakannya, dan lainnya. Pejabat yang memiliki jiwa seni rasa berbaginya besar karena seni itu halus dan tidak bisa diremehkan. Dan menurut pengakuan bapak saya, teman seangkatannya yang mentalnya “yes man”, yang tidak punya malu sabot sana sabot sini, kehidupan di hari tuanya kocar kacir sampai ada yang hancur. Ada yang tidak dapat pensiun, dicopot secara tidak terhormat, sakit parah, dan denda-denda alam lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar