Senin, 11 Agustus 2025

Catatan Film Trilogi "The Godfather" Edisi I (1972), II (1974), dan III (1990)

The Godfather I (1972)

Film ini sudah jadi legenda terutama di kalangan organisasi aktivis yang kuikuti saat kuliah dulu. Entah apa sebab? Tapi yang jelas film ini sangat maskulin dan setiap lelaki yang menontonnya bisa terlecut harga dirinya; juga orientasi keluarga dan taktik hidup yang cerdik di dunia yang ugal-ugalan seperti sekarang. Film ini tak melulu tentang drama mafia berdarah yang tembak dan bunuh sana-sini, tapi juga soal persahabatan, strategi perang, keluarga, cinta, kesetiaan, semua nilai rasa-rasanya bisa masuk. Banyak aspek dalam film ini memang patut dipuji, dari akting aktor, latar, alur, plot, karakter, konflik, sinematografi, kostum, DOP, well prepared.

Pertama kali aku menonton film The Godfather saat kuliah di semester awal, aku merasa enggak paham-paham amat. Setelah menontonnya lagi, otakku yang lebih matang ini bisa menangkap di mana sisi bagusnya film antihero dengan tokoh-tokoh yang tak melulu lurus, atau dengan konflik yang sifatnya tak selalu positivis. Hal paling berat bagiku barangkali membayangkan tanpa kesusahan pohon keluarga Don Corleone bersama dengan keluarga musuh-musuhnya.

Di The Godfather I, film diawali dengan pernikahan privat meriah anak perempuan satu-satunya dari Vito Corleone dan Carmela Corleone yang bernama Constanzia "Connie" Corleone. Connie menikah dengan Carlo Rizzi. Pernikahan itu sangat meriah dengan menghadirkan penyanyi terkenal yang diorbitkan oleh Vito bernama Johnny Fontane. Di tengah pernikahan itu, semua keluarga dekat hadir. Anak-anak keluarga Corleone berkumpul, dari Santino "Sonny" Corleone, Fredo Corleone, juga Michael Corleone yang datang dengan pacarnya Kay Adams. Mike baru saja tugas dari angkatan militer Amerika Serikat. Vito saat sesi foto bersama, menolak untuk berfoto sebelum Mike datang. Solidaritas keluarga Sisilia ini sangat tinggi, seolah keluarga itu nomor satu. Ini wajar, karena mereka hidup dengan teror perpisahan setiap waktu.

Sementara, beberapa konflik yang kutangkap di episode I adalah:

Konflik seorang tamu bernama Bonaserra yang meminta Don Corleone untuk menghabisi pelaku pelecehan yang dilakukan terhadap anak Bonaserra. Anak perempuan itu sudah dirawat sangat baik dengan gaya Amerika, tapi malah dihancurkan masa depannya jadi tidak bermartabat, bahkan anak Bonaserra juga mengalami kecacatan permanen pada wajah dan tubuhnya sehingga tak cantik lagi. Si korban melawan, tapi siksaan yang dialami lebih dalam, dan si pelaku setelah berada di pengadilan malah dihukum bebas. Keji sekali bukan hukum?

Kasus setelahnya, ada Johnny Fontane yang meminta bantuan Vito. Pemimpin keluarga Corleone ini mendapat julukan Godfather, juga mendapat gelar kehormatan “Don” yang diberikan secara eksklusif bagi kaum bangsawan. Johny meminta bantuan Vito untuk mendapatkan peran akting sebuah film. Namun, si sutradara studio, Jack Woltz, menolaknya. Alasannya sebenarnya cukup problematik karena Johny melakukan kekerasan pada anak perempuan kesayangan Jack. Johny sangat menginginkan film itu karena penting bagi karier bermusiknya yang sudah meredup. Johny menangis di depan Vito, si Don menamparnya dan berkata bahwa laki-laki tidak boleh cengeng. 

Akhirnya, si konselor/pengacara keluarga Tom Hagen ditugaskan untuk mengurus ini dengan pergi ke istana kediaman milik Jack Woltz. Tom Hagen ini anak angkat Vito yang dirawat dengan baik hingga jadi orang kepercayaan keluarga. Aku suka karakter Hagen yang kalem tapi cerdik. Dia tahu waktu kapan harus diam atau bergerak, dan bisa menempatkan diri. Orangnya juga misterius, kita hanya tahu dari fisiknya saja, tapi tidak dengan dalamnya. Tom Hagen juga orang yang lihai dalam mengendalikan emosi dan memainkan kartu.

Dalam sambangan itu, Jack awalnya menyambut dengan baik. Jack juga memamerkan kuda kesayangannya yang sangat mahal. Pertemuan itu ditutup dengan makan malam. Jack berkata pada Hagen bahwa dia menolak memberikan pemeran utama film pada Johny. Namun, sebagaimana motto The Godfather, “I’ll make him an offer he can’t refuse.” (Aku akan memberinya tawaran yang tak bisa ia tolak). Sebab ditolak, maka kuda kesayangan itu pun dipenggal, kemudian kepalanya yang berlumuran darah di letakkan di kasur Jack Woltz. Sutradara itu bangun dengan menjerit histeris dan menangis, dan misi itu pun sampai, Johny mendapatkan perannya.

Konflik selanjutnya, antara keluarga Corleone dengan keluarga mafia saingan, Tattaglia. Rencana pembunuhan pada Vito memang sudah berlangsung lama, tapi ini puncaknya. Latar belakangnya, keluarga Corleone menolak terlibat dengan bisnis narkoba yang ditawarkan oleh keluarga Tattaglia. Sebenarnya, diskusi alot berawal dari pembagian keuntungan yang bagi Corleone tak adil dan terlalu kecil. Namun, seiring alur berjalan, penonton ditawari alasan ideologis lain mengapa bisnis narkoba itu ditolak: Corleone tak mau bisnis yang melibatkan anak-anak, karena Tattaglia menjual narkoba bahkan untuk anak-anak. Vito Corleone menganggap bisnis narkoba ini kotor dan merusak. See, bahkan di antara banyak keburukan, orang masih bisa memilih mana yang lebih baik.

Alhasil, penolakan itu membuat keluarga Tattaglia marah kepada keluarga Corleone. Tattaglia memutuskan untuk melakukan serangan balikan dan balas dendam. Penyerangan pada Vito ini bahkan melibatkan sopir pribadinya bernama Paolo “Paulie” Gatto, yang juga jadi orang kepercayaan Clemenza. Paullie berkhianat karena membantu keluarga Tattaglia melakukan aksi balasan. Penembakan pada Vito terjadi saat dia sedang berbelanja jeruk di sebuah penjual kaki lima. Paullie berpura-pura pergi untuk sebat, dan memberi kesempatan pada algojo untuk melancarkan aksi.

Namun, meskipun Vito sudah ditembak di titik sentral tubuh, nyawanya masih berhasil diselamatkan. Penembakan ini juga menjadi ultimatum dimulainya perang antar keluarga mafia. Penonton bisa merasakan ketegangan ketika Vito dirawat di rumah sakit saat malam tahun baru. Bagaimana Mike menggeret-geret tempat tidur ayahnya agar selamat dari mata-mata musuh, terlebih terhadap serangan keluarga Tattaglia dan keluarga Barzini. Situasi semakin memanas ketika pemimpin keluarga Tattaglia, Don Philip Tattaglia, yang juga bos mafia klub malam, penyelundup narkoba, dan prostitusi menyuruh seorang gembong narkoba bernama Virgil Solozzo untuk balas dendam pada Vito.

Solozzo bekerja sama dengan Mark McCluskey, kapten polisi Irlandia-Amerika yang terkenal korup. Kepala polisi ini melayani keluarga Tattaglia dan Virgil Sollozo. Sebelumnya, Vito sudah memerintahkan orangnya Luca Brasi (mantan pegulat dan penegak hukum keluarga kriminal Kolombo untuk memata-matai keluarga Tataglia), tapi Brasi sudah dihabisi duluan oleh Sollozo. Kemudian, Mike sendirilah yang mengeksekusi Sollozo dan McCluskey di sebuah restoran, itu pembunuhan penting pertama yang dilakukan Mike, yang membuat Mike harus mengungsi ke Sisilia dan menikah dengan istri pertamanya, Apollonia. 

Sementara, konflik Corleonne dan Barzini dilatarbelakangi karena perebutan kekuasaan dan wilayah di dunia kejahatan New York. Keluarga Barzini yang dipimpin oleh Emilio Barzini menganggap keluarga Corleone adalah penghalang dominasi mereka di klub mafia. Barzini ingin menguasai wilayah dan bisnis, termasuk narkoba. Lebih rumit lagi, ternyata pengendali keluarga Tattaglia adalah keluarga Barzini. Vito sudah bisa mengendus pengkhianat utamanya, yaitu Emilio Barzini.

Di antara konflik itu, ada konflik turunan di mana pernikahan Connie dan Carlo tidak seharmonis yang diharapkan. Carlo sering melakukan kekerasan fisik (KDRT) pada Connie, bahkan saat Connie hamil. Carlo juga melakukan tindakan perselingkuhan yang membuat Connie muntab hingga melempar semua barang yang ada di rumah di usia hamil di pernikahan muda. Kakak Connie, Sonny yang memiliki karakter cepat naik darah menghajar Carlo demi adiknya. Dia tak akan membiarkan adiknya disakiti. Namun, temperamen Sonny yang cepat emosi membawa kejadian buruk.

Sonny pergi tanpa pengawalan untuk menghajar Carlo. Hagen sudah melarangnya untuk jangan keluar tapi Sonny sudah tak bisa mengendalikan diri. Sesampainya di pemberhentian karcis di jalan tol (Jones Beach Causeway), Sonny dieksekusi tubuhnya dengan gelontoran banyak peluru hingga dia mati konyol. Pihak yang membunuh Sonny adalah orang suruhan keluarga Emilio Barzini. Ini mulus karena Carlo Rizzi ikut menjebak kakak iparnya itu. Carlo sudah digebuk Sonny pada awalnya, dia kehilangan penghasilan, dan bekerja sama dengan keluarga Barzini untuk mengatur pembunuhan. Carlo di sini merasa terhina dan ingin balas dendam.

Pembunuhan Sonny tentu sangat memukul Don Corleone. Vito menitikkan air mata bersama keluarganya yang lain. Kabar kematian Sonny bahkan diterima Vito pasca ia pulih setelah insiden penembakan yang dialaminya saat beli buah. Atas pembunuhan ini, kondisi menjadi kian memanas. Vito sudah tak memiliki tenaga lagi. Di titik nadir seperti itulah, Michael Corleone muncul dari guanya setelah dia asyik sendiri dengan dunianya. Mike muncul bahkan lebih brutal melebihi Vito. Menakjubkannya, perubahan karakter Mike dari pria yang biasa-biasa saja dan polos, menjadi ketua mafia Corleone yang bengis, sadis, dan tak kenal ampun sungguh sangat alus. Tranformasi yang terjadi pada Michael sangat bisa kita rasakan. Dari remaja imut khas wajah-wajah muda personil The Beatles, jadi wajah-wajah angker personil Bathory.

Vito secara aklamasi kemudian menunjuk Mike sebagai Don Corleone baru menggantikan dirinya. Mike kemudian melakukan aksi balas dendam atas kematian Sonny. Vito juga menggelar pertemuan lima keluarga mafia besar setelah banyak kematian terjadi, yaitu keluarga Corleone, Barzini, Tattaglia, Cuneo, dan Stracci. Kelima keluarga ini melakukan kejahatan terorganisir di New York. Tujuan pertemuan itu adalah, Vito ingin menghentikan perang antar keluarga dan mencegah masuknya narkoba ke wilayah mereka. Vito ingin menciptakan stabilitas, perdamaian, sekaligus melindungi keluarganya sendiri setelah kematian Sonny.

Namun, kesepakatan ini pun tak bertahan lama karena pada akhirnya yang ada hanyalah pengkhianatan demi pengkhianatan. Setelah kematian Sonny, keluarga Barzini berusaha membunuh Mike Corleone dengan cara meledakkan mobil yang dikendarainya. Tetapi yang terbunuh malah Apollonia Vitelli-Corleone. Anyway, terlepas dari nasib sial Apollonia, jujur, sebagai sesama perempuan, aku cukup marah dengan Mike yang seolah-olah telah melupakan pacar yang ditinggalkannya, Kay Adams, hanya karena Apollonia ini cantik dan bening. Mike melamarnya langsung kepada ayah Apollonia di sebuah kedai warung kopi saat Mike ditemani dua pengawalnya.

Pernikahan Mike dan Apollonia bahkan tidak dihadiri oleh keluarga besar Corleone, mungkin juga tak ada yang tahu jika Mike menikah. Pernikahan itu dilaksanakan dengan adat Sisilia yang kental. Sebagai penonton, pernikahan yang intimate seperti itu sangat manis. Ada upacara adat, ada nyanyi-nyanyian, ada iringan di jalan, ada tari-tarian, dan meriah sekali intinya. Namun, pernikahan itu hanya seumur jagung karena Apollonia meninggal. Di jadi korban ledakkan mobil saat istri Mike itu belajar mengendarai mobil dan hendak bepergian.

Kematian Apollonia jelas memukul Mike dan menjadikannya sebagai sosok yang sangat sadis dan tak punya belas kasihan pada musuhnya, bahkan jika musuh itu adalah keluarga sendiri. Sebab inilah, Mike juga membunuh istri Connie, Carlo, karena Carlo ketahuan merencanakan pembunuhan pada Sonny dan berkhianat dengan keluarga Corleone. Mike tega membunuh iparnya sendiri yang telah berkomplot dengan keluarga Barzini.Pembunuhan Carlo dilakukan di dalam mobil, dengan cara mencekik leher menggunakan tali.

Usai kematian Apollonia dan merasa keamanan Mike terjamin setelah pertemuan ayahnya dengan keluarga mafia lain, Mike kembali ke New York. Dia menikah untuk kedua kalinya dengan pacar yang lama ditinggalkannya, Kay Adams. Pernikahan ini melahirkan dua anak, Anthony dan Mary. 

Di akhir film, kita bisa melihat bagaimana Vito Corleone meninggal karena serangan jantung saat bermain-main dengan cucunya Anthony di taman. Dalam pikiran sekilasku, Anthony lah yang nanti-nanti digadang jadi Don selanjutnya setelah ayahnya Michael, meskipun kenyataan mengatakan lain.

The Godfather II (1974)

Jika di Godfather I, Marlon Brando sangat bersinar, maka sekuelnya bintang ini jatuh pada Al Pacino. Di episode II, aku mendapat gambaran yang lebih utuh tentang latar belakang keluarga Vito Corleone yang memiliki nama asli Vito Andolini. Nama "Corleone" hanya salah sebut saja di bagian administrasi imigrasi ketika Vito pindah dari Sisilia ke Amerika. Vito kecil juga harus dikarantina di Pulau Ellis karena terinfeksi virus cacar, memandang dari jauh Patung Liberty. Anak yatim piatu sebatang kara berumur 9 tahun yang malang.

Kisah di episode II ini menarik, penonton diajak mendalami latar belakang Vito Andollini muda yang memiliki keluarga lengkap, kemudian ayahnya dibunuh oleh mafia Sisilia, salah seorang bos besar di daerahnya bernama Don Ciccio. Saat pemakaman ayahnya, kakak Vito, Paolo, ingin membalasdendamkan ayahnya, tapi belum-belum, anak bau kencur itu sudah ditembak. Ketika ibu Vito ingin menyerahkan anaknya ke Don Ciccio, si pembunuh menolak. Ibu Vito hendak menusuk tapi sudah ditembak duluan. Vito pun lari dan diselundupkan lewat kereta yang dikendarai hewan. 

Vito menuju New York untuk membangun hidup yang baru. Vito awalnya hanya pegawai di sebuah kedai biasa, hingga tetangganya menaruh senjata di flat kontrakan, dan dia bertemu dengan gangster kelas teri. Tapi itu jadi awal masuk Vito ke dunia kriminal AS. Di sepanjang film, penonton bisa melihat bagaimana Vito membalaskan dendam keluarga dengan cara menusuk Don Ciccio yang sudah tua dan sakit-sakitan di kastil rumahnya di Sisilia.

Vito muda yang sudah menikah dengan anak-anak yang masih kecil juga harus meninggalkan pekerjaan karena diganti oleh orang suruhan penguasa jalanan, Don Fanucci. Vito tak segan-segan membunuh Fanucci saat perayaan arak-arakan Maria atau acara keagamaan Katolik. Fanucci sendiri merupakan gangster terkenal yang bisa memaksa seseorang dengan teknik penguasaannya yang intimidatif. Semasa muda, Vito juga membuat aliansi bersama dengan Peter Clemenza dan Salvatore Tessio. Kedua orang ini yang membantu Vito membangun keluarga kriminal Corleone.

Usai pemecatan itu, Vito juga terlibat dengan kerja-kerja gangster seperti pencurian karpet di sebuah rumah mewah, hingga membantu tetangga seorang perempuan tua yang tak boleh tinggal dengan anjingnya yang sama gaeknya. Ingat ini, aku jadi ingat anjing tua milik Candy dalam novel “Of Mice and Men” karya John Steinbeck. Lagi-lagi, Vito berhasil memenangkan debat pemilik flat yang mengancam mengusir si tetangga tua beserta anjing gaeknya. Perlahan, bisnis Vito membesar. Dia mendirikan Genco Pura Olive Oil Company, atau perusahaan minyak zaitun bersama temannya Gencco Abbandano (teman masa kecil Vito dan penasihat pertama keluarga Corleone). Bisnis ini berkembang sebagai bisnis impor terbesar di negaranya.

Pemilihan penampilan Vito muda dan Mike muda di umur yang sama di 30-an juga menarik. Coppola mengatakan jika dia ingin membuat skenario yang bisa berkisah antara Bapak dan Anak di usia yang sama. Semua saling berintegrasi dan memberi struktur ganda antara masa lalu dan masa depan. Menurutku ini cerdas. Meskipun antara aktor yang main ada konflik juga, terlebih Marlon Brando yang tak mau terlibat di penggarapan Godfather II.

Di sisi lain, tahun 1958, Mike telah memperluas wilayah kekuasaan hingga Nevada. Dia menjalin bisnis dengan mafia lain dari Florida Yahudi bernama Hyman Roth. Dia berperan jadi antagonis utama yang mendalangi berbagai bisnis kotor. Dia sering sakit-sakitan yang bahkan untuk kencing saja perlu 3 juta dollar. Sebab itu dia juga memberikan nasihat jika hal yang paling mahal di dunia ini adalah kesehatan. Tokoh Roth kabarnya juga terinspirasi dari gangster nyata bernama Arnold Rothstein. Tokoh ini sangat cerdik dalam perencanaan keuangan, dia seolah bisa meyakinkan banyak orang untuk berinvestasi sambil memastikan uang mereka bersih. Roth juga mewakili kaum kapitalis yang ambisius, bisnisnya di mana-mana, tak pernah merasa cukup, dan menganggap Mike adalah ancaman baru. Untuk itu, Roth menyewa orang untuk melakukan pembunuhan dengan tembakan yang diarahkan ke kamar Mike dan Kay langsung.

Ancaman ini membuat Mike khawatir sehingga memberi amanah baru bagi Tom Hagen untuk melindungi keluarganya. Namun, Tom Hagen juga dipindahkan fungsinya dari konselor menjadi pengacara. Awalnya Hagen seperti tersinggung, tapi akhirnya dengan sifat kalemnya itu, dia mengerti. Aku juga baru tahu sebenarnya Tom Hagen ini gak suci amat, setidaknya Mike mengatakan jika dia punya perempuan selingkuhan, dan ini dosa yang sensitif. Saat menjadi pengacara keluarga Corleone, Tom Hagen jugalah yang menemani Mike di persidangan yang menyudutkan namanya.

Persidangan ini sebagai akibat dari percobaan pembunuhan Mike pada Roth oleh Komite Senat AS. Di senat pun juga ada orang Roth di dalamnya. Mike dijebak dalam bisnis mafia Amerika. Di persidangan memang Mike membuat sumpah palsu, dan persidangan itu terus bergulir karena mempertaruhkan nama baik. Coppola mengambil adegan ini karena terinspirasi dari kasus Joseph Valachi yang diinvestigasi oleh Senat Amerika (1963). Bahkan pengakuan Mike juga dikonfrontasi oleh Frank Pantegeli, capo Vito Corleone saat masih hidup. Pantengeli merasa tidak puas dengan pemerintahan di era Don-nya Michael, sehingga berkhianat dan melawannya di sidang senat. Valachi mengungkap hierarki mafia, dari bos, underboss, caporegime, dan soldato (tukang pukul).

Masalah tak berhenti muncul karena wilayah kekuasaan Corleone di New York, terancam oleh keluarga kriminal lain “Rosato Bersaudara”. Keluarga Rosato mendapat dekengan yang kuat dari Roth yang ingin mengambil alih wilayah sebelumnya yang dikuasai oleh Frank Pentangeli. Konflik memuncak ketika Rosato Brothers hendak membunuh Pentangeli. Pentangeli setelah Peter Clemenza meninggal menggantikannya sebagai bos jalanan di New York. Akibat permusuhan dengan Roth dan Pentangeli, keluarga Corleone pecah dari dalam.

Meskipun tahu Roth brengsek, Mike tetap menjalin bisnis dengan Roth. Dia berpura-pura untuk setia terhadap aliansi sehingga bisnis mereka menguat di Kuba. Saat itu, Kuba dalam masa revolusi. Negara dikuasai oleh rezim presiden otoriter bernama Fulgencio Batista (menjabat 1940–1944). Negara ini jadi ladang bisnis mafia menguntungkan untuk industri hiburan dan perjudian. Mike dan Roth ingin menguatkan bisnisnya di Kuba, tentu dengan dukungan mafia Miami dan Batista. Namun, ada halangan lain, sebab ada pemberontakan yang dipimpin oleh Fidel Castro, yang berhasil menggulingkan Batista di malam tahun baru.

Penggambaran Kuba di sini penting karena Kuba terlibat dalam korupsi dan kekuasaan, karena Batista dan kroninya mengambil keuntungan pribadi yang menimbulkan perubahan politik yang drastis. Tatanan sosial dan ekonomi juga berubah dalam waktu singkat. Ketika ke Kuba, Mike dan kakaknya Fredo bersama-sama datang di perayaan tahun baru. Mike tahu jika Fredo dan Johny Ola (tangan kanan Roth) telah menjalin komunikasi, dan Johny Ola telah merencanakan pembunuhan pada Mike. Di malam tahun baru itu, Mike kemudian memerintahkan pembunuhan terhadap Ola dan Roth lewat Bussetta, tapi Bussetta tewas terlebih dulu ketika hendak membunuh Roth. Roth pada akhirnya juga terbunuh oleh Rocco Lampone (kapten keluarga Corleone). Dia dibunuh di bandara Miami, setelah Roth ditolak visanya di Israel. Di sini, aku merasa Mike sakit hati pada Fredo yang menganggap saudaranya yang saat kecil menderita paru-paru itu telah mengkhianatinya.

Salah satu tokoh yang menarik menurutku di episode II adalah Fredo Corleone, yang akhirnya mati mengenaskan pula karena dibunuh oleh adiknya sendiri Mike Corleone lewat algojonya. Fredo dibunuh ketika hendak memancing dengan anak Mike, Anthony, si paman memberi tips memancing, kalau ingin dapat ikan banyak, jangan lupa untuk membacakan doa untuk Maria. Fredo di sini unik, sebagai bentuk perlindungan perang, adik Sonny pas ini harus pergi ke Las Vegas. Fredo juga dianggap lemah karena menjatuhkan senjata, Fredo juga membiarkan Moe Greene menamparnya, yang membuktikan jika orang tangguh tak bisa mengikutinya. Penembakan yang terjadi di kamar Mike juga karena keteledoran Fredo yang bercerita tentang bisnisnya pada Roth/orang-orangnya. Bahkan saat kematian ibu mereka, Carmela, Mike tak ingin melihat Fredo lagi, hingga Connie mendamaikan keduanya.

Oh iya, ciuman yang dilakukan Mike pada Fredo saat pesta juga terinspirasi dari pengkhianatan Yudas Iskarot terhadap Yesus Kristus. Ciuman ini sebagai bentuk dari kasih sayang palsu. Ciuman ini jadi metafora klasik untuk pengkhianatan. Mike bilang ke Fredo, I know it was you, Fredo. You broke my heart. You broke my heart.

Kesedihan Mike di episode II juga ditandai karena Kay dianggap mengalami keguguran. Padahal, Kay mengaku dia melakukan aborsi karena dia tak ingin merawat anak dari Michael lagi. Mike begitu terpuruk dengan pengakuan Kay, memukul Kay, dan aku membaca jika keduanya bercerai. Meskipun di filmnya sendiri tidak diperlihatkan adegan perceraian itu terjadi kapan dan seperti apa. Kay sudah tak tahan dengan kehidupan keluarga Corleone yang penuh rahasia dan kekerasan. Ada pertentangan nilai dan gaya hidup yang tak bisa dicocokkan. Selain melakukan aborsi, Kay juga merasakan keterasingan.

Usai Mike menggantikan Vito, Mike ingin memperluas bisnis judi di Las Vegas yang dipimpin oleh Moe Greene. Dia juga hendak menjemput kakaknya Fredo. Sayangnya, Moe Greene menolak tawaran Mike, sementara Mike sadar jika Fredo telah melayani Moe Greene sehingga menimbulkan kebencian di hati Mike pada kakaknya. Seharusnya Fredo-lah yang menggantikan Vito, tapi kakaknya itu terlalu lemah menanggung beban berat keluarga. Ada scene saat Fredo benar-benar mengungkapkan isi hati dan kemarahannya pada Mike. Scene yang bagiku menyayat.

Di sisi lain, Mike untuk keperluan perluasan bisnis, meminta Peter Clemenza (pengawal pribadi Al Neri) dan serdadu lain untuk membunuh Moe Greene. Pembunuhan ini dilakukan saat Mike membaptis keponakannya, anak Connie, sehingga tidak ada dugaan jika pembunuhnya Mike.

The Godfather III (1990)

Film ini jadi anti-klimaks dari dua sekuel film Godfather sebelumnya. Alih-alih konflik dengan mafia di ranah bisnis kotor, Mike ingin memperluas pengaruh dengan bekerja sama dengan pihak Vatikan. Ada yang menganggap film ini tak lebih baik dari dua sekuel sebelumnya karena konfliknya yang melibatkan Vatikan. Anak Francis Coppola, Sofia Coppola yang memainkan peran sebagai Mary Corleone juga ikut jadi perhatian. Secara rating juga episode ketiga ini paling rendah dari sebelumnya. Secara pribadi, aku cukup terganggu dengan konflik yang lebih “lembek” dari sebelumnya. Barangkali ini karena film ditujukan sebagai antiklimaks, penerus Don Corleone sudah diambang sunset-nya, dan Mike sudah melakukan pengakuan “dosa” yang mengganggunya sepanjang hidup.

Vincent Corleone menggantikan Don Corleone di mana para Caporegime-nya mencium tangan Vincent. Caporegime atau Capo adalah jabatan tinggi dalam mafia Italia yang bertanggungjawab pada Don (bos) dan underboss (wakil bos). Vincent adalah anak di luar nikah dari hubungan Sonny dan Lucy Mancini. Di sini, aku tak melihat nasib lain dari anak-anak sah Sonny, hidup mereka seperti tak ditampilkan. Aku membaca jika anak-anak sah Sonny dengan istrinya Sandra pindah ke Florida untuk hidup bersama orangtua Sandra. Anak-anak sah Sonny tak lagi terlibat dalam bisnis keluarga Corleone.

Scene yang paling melelehkan hatiku adalah ketika Mike menyelinap jadi orang biasa, kemudian mengajak Kay mengelilingi Sisilia hanya berdua. Scene ini bagiku sangat romantis. Mike memperkenalkan sejarah keluarganya dengan lebih dekat. Dari rumah pertama Vito sampai jalan-jalan di pertunjukkan seni tradisional di Sisilia. Hatiku juga patah saat Mike meminta ampun pada Kay atas semua kesalahan yang dilakukannya, tapi Kay masih bisa mengatakan, jika dia tetap selalu mencintai Mike.

Aku juga trenyuh saat Mike melakukan pengakuan dosa pada Kardinal Lamberto, yang kelak kardinal ini jadi Uskup bergelar Paus Yohanes Paulus I. Dia terpilih secara aklamasi dari pesaingnya yang lain dengan suara telak, suaranya 99 pemilih, sementara lainnya tak lebih dari sepuluh dan belasan. Pengakuan ini diucapkan Mike setelah dia tak kuat lagi menahan dosa-dosanya. Apalagi penyakit diabetes Mike sering kambuh dan bisa sembuh cepat ketika makan atau minum panganan manis. Dia terlihat terhuyung-huyung saat di dekat Lamberto.

Lamberto tipe orang tulus, kisahnya terinspirasi dari kisah nyata Paus Yohanes Paulus I yang mati dengan dugaan serangan jantung hanya setelah 33 hari dia menjabat. Padahal, Lamberto mati diracun oleh orang-orang terdekat gereja, karena orang itu tak suka dengan orientasi kepemimpinan Lamberto yang murni berorientasi padi Tuhan dan merugikan bagi kapitalis.

Konflik besar yang diangkat di Godfather III adalah soal bisnis Immobilliare yang melibatkan Vatikan. Bisnis ini seolah ingin menobatkan Michael sebagai orang terkaya dunia dengan penghasilan “bersih”. Immobiliare sendiri didirikan oleh Don Lucchesi, kepala mafia yang juga tak mau kehilangan kendali atas kepemilikan Immobiliare. Aku membaca, jika secara real, immobiliare ini bisnis properti yang bergerak di bidang kepemilikan bangunan, jual beli tanah, sewa menyewa, dan kawan-kawannya. Sementara, di Godfather III, bisnis “Internazionale Immobiliare” adalah bisnis yang melibatkan kesepakatan besar dengan gereja Katolik Roma. Mike mencoba membeli sebagian besar saham, apalagi ada indikasi kecurangan yang harus ditutupi dan nilainya sangat besar sampai ratusan juta dollar. Bisnis ini terinspirasi dari perusahaan real estat nyata bernama Società Generale Immobiliare.

Apa yang dilakukan Lamberto dalam adegannya mengingatkanku pada orang-orang suci lain yang pernah kukenal. Bahkan dia menggambarkan dengan baik bagaimana batu yang terendam air, tak akan terpengaruh air di dalam intinya ketika batu itu dipecah jadi dua. Kepingan pecahan itu tetap kering. Ini sebagai simbol bagaimana orang yang berada di lingkungan religius pun tak otomatis menjadikannya religius dan menjadi hamba Tuhan yang baik. Lamberto juga tak menghakimi Michael, tapi mendorongnya untuk mencari penebusan. Ini moment yang sangat penting, bagaimana sisi manusia dan karakter yang dikenal kejam punya bagian rapuhnya sendiri.

Fisik Michael di mana pun tak aman, tapi Al Neri mencoba melindunginya. Al Neri sebelumnya adalah anggota keluarga Corleone yang ditugaskan Mike untuk melakukan pembunuhan pada Joey Zasa dan musuh lainnya di akhir opera. Al Neri orang yang sangat setia pada Mike dan melindungi Mike dari pembunuhan, meskipun dia harus tertembak. Al Neri juga mata-mata untuk keluarga Don Altobello (ayah baptis Connie). Connie sendiri yang akhirnya meracun Altobello dengan Cannolis (kue pastri dari Sisilia) kesukaan Altobello hingga dia meninggal.

Altobello sendiri merupakan Don dari keluarga Tattaglia, tapi dia tetap ambisius dan ingin terjun ke bisnis yang sah telah dilakukan Michael. Altobello juga membuat kesepakatan dengan Joey Saza yang ingin jadi bos dari berbagai bos. Altobello mencoba mengambil keuntungan dengan merekayasa kematian Michael sekaligus memberikan Immobiliare pada Lucchesi. Tapi sekali lagi, Michael lebih gesit dari dugaan musuh dan menghabisi Saza, Lucchesi, Altobello, juga penipu Vatikan, Uskup Agung Gilday yang mencari keuntungan material dari posisinya di Vatikan.

Di episode III ini, Michael mencoba melindungi keluarga intinya mati-matian. Dia juga meminta Mary untuk menjauhi Vincent, padahal antar sepupu itu saling jatuh cinta. Mary mencintai Vincent karena punya daya tarik fisik, juga kharisma yang susah Mary jelaskan. Sementara Vincent mewarisi karakter Sonny yang cepat naik darah dan punya keberanian yang impulsif. Sebab Mary tumbuh dalam aturan dan tekanan yang ketat dari Michael, dia melihat Vincent sebagai alteregonya yang lain, yang terlihat bebas dan mandiri. Hubungan Mary dan Vincent ditentang keras oleh Michael karena hubungan ini akan membahayakan Mary sendiri; meskipun Kay Adams tak menentang pilihan putrinya. Dia lebih terbuka. Aku juga membaca jika pernikahan antar-sepupu pertama diperbolehkan di AS. Di banyak negara juga menjadi hal yang normal.

Adegan lain yang sangat-sangat dilematis saat Kay bilang pada Michael jika Anthony tak hendak mengikuti rekam jejak mafianya dan lebih memilih untuk jadi seniman. Meski awalnya menggoyangkan hati Michael, akhirnya dia setuju juga. Persetujuan itu ditunjukkan ketika Kay, Michael, dan Mary datang di opera pertunjukkan Anthony terkait drama Sisilia. Anthony berperan sebagai Turiddu dalam opera “Cavalleria Rusticana” (Kesatriaan Pedesaan). Drama ini berdurasi 80 menit, suatu kisah klasik tentang romansa, pengkhianatan, dan balas dendam. Drama ini memiliki musik yang indah, sebab Mascagni tahu cara menulis narasi yang berlatar Paskah. Anthony juga menyanyikan lagu “Brucia La Terra” sebagai hadiah untuk orangtuanya saat konser. 

Opera itu sekaligus menjadi tragedi berdarah karena diwarnai dengan kekerasan dan pembunuhan. Mike sudah ditandai untuk segera dibunuh oleh pembunuh bayaran bernama Mosca dan Montelepre. Mary ditembak tepat di jantung saat mendekati ayahnya usai opera dalam upaya pembunuhan Mike. Kematian Mary membuat Michael hancur dan menandai kematiannya secara mental. Kehancuran Michael ini juga mengakhiri perannya sebagai “Godfather”. Dia mati sendirian di sudut rumahnya dengan cara yang sangat sedih dan kesepian.

Entah, di Godfather I dan II aku tidak menangis, tapi di Godfather III aku menangis. Meski konfliknya lembek, episode ini sangat sentimental bagiku. Aku lebih dekat di episode ketiga, dari soal agama, cinta, dan arti pengorbanan.

Analisis dan Refleksi

Di kos, aku sudah membeli buku “The Godfather” karya Mario Puzo dan belum kusentuh. Aku tetap setia pada buku meskipun aku belum bisa membedakan apakah buku atau filmnya yang lebih baik. Kadang ada yang bukunya yang lebih baik, kadang filmnya. Meskipun film tak bisa menggantikan buku, tapi berkaca pada sekuel “Gadis Kretek”, aku merasa filmnya lebih hidup dari novel yang ditulis oleh Ratih Kumala sendiri. Sutradara dan penulis naskah, Francis Ford Coppola tentu telah berhasil menghidupkan novel fiksi kriminal Puzo ini. Aku juga yakin, karya abadi selalu dibuat dengan totalitas yang bersumber dari hati. Karya ini jujur karena tak terpengaruh oleh pasar film Amerika kala itu yang sok futuristik dan tidak realistik.

Film gangster yang digarap pada periode 1945-1955 tersebut aku belajar tentang kerasnya kehidupan dan harga mahal yang harus dibayar untuk mendapat materi, kuasa, dan ketenaran. Dalam dunia hitam mafia, Sisilia adalah rahim negeri cosa nostra. Ada isu kultur yang saling berkelindan untuk menyalami rumitnya aktivitas mafia. Sebelum menonton Godfather, barangkali aku tak mendapat imajinasi yang cukup baik bagaimana dunia mafia bekerja. Ternyata, karakter-karakter yang diceritakan di Godfather juga ada. Pendeknya, kejahatan terorganisir itu nyata adanya. Mario Puzo juga menyebut keluarga Corleone ini terinspirasi dari keluarga Genovese dan Bonanno di kehidupan nyata.

Aku juga takjub dengan original soundtrack film ini yang sangat indah, mengiris, dan dalam. Musik Godfather bukan musik main-main, apalagi scoring yang dikomposeri oleh Gordon Willis juga membuat marwah film jadi semakin kuat. Aku membaca beberapa film dengan tone serupa: "Goodfellas" (1990), "Scarface" (1983), "Once Upon a Time in America" (1984), "The Departed" (2006), "Heat" (1995), "Casino" (1995), "Miller's Crossing" (1990). 

Hal-hal lain yang kupelajari dari trilogi The Godfather selain quote-quote yang menarik untuk didalami satu per satu atau di luar teknik sinema yang canggih:

  • Kejahatan semacam The Godfather ada di dunia nyata. Mereka mencoba membuat berbagai penawaran dan strategi yang tak bisa orang lain tolak, untuk itu, berhati-hatilah dengan teknik "tak bisa ditolak ini". Dalam banyak kondisi, kehendak bebasmu bisa menolak apa pun yang tak sesuai dengan prinsip dan keyakinanmu.
  •  Perkembangan karakter manusia terjadi setelah kehilangan yang sangat besar. Ada peristiwa yang meluluhlantahkan hati dan pikiran sehingga orang ini bisa menjadi sangat tanggung, sebab terbesar itu salah satunya disebabkan oleh kematian. Setiap manusia juga punya sisi gelapnya sendiri, hargai itu dengan mengetahui batas-batas.
  • "A man who doesn't spend time with his family can never be a real man." Keluarga mafia saja bisa berkata seperti ini, apalagi keluarga yang normal-normal saja seperti kita, seharusnya bisa membangun keluarga dengan lebih baik. Aku takjub bagaimana Corleone family benar-benar mengutamakan keluarga di semua kondisi. Film ini juga mengajarkan untuk ada bagi keluarga, memprioritaskan keluarga, dan menjaga nilai-nilai keluarga. Selain itu, jangan khianati keluargamu.
  •  "The richest man is the one with the most powerful friends." Ya, aku percaya jika orang paling kuat juga memiliki kawan-kawan yang kuat. Vito juga bilang, "Friendship is everything. Friendship is more than talent. It is more than the government. It is almost the equal of family." Namun juga kau seperti diingatkan, "Keep your friends close, but your enemies closer."
  • Berkaitan dengan orang lain, janganlah membuat janji yang tak bisa kamu tepati. Jadilah seperti Don Vito, "A man of his word."
  • Jika kamu jeli, penampilan sangat berpengaruh di sini, “appearances matter”. Dalam permainan kuasa, jangan sampai kamu salah kostum. Bagaimana orang mempresentasikan diri di depan orang lain sangat krusial. Memperlihatkan diri secukupnya dan tak berlebihan lebih dari yang dibutuhkan membuat seseorang lebih dihargai dan dihormati. 
  • Be prepared: Aku bisa belajar bagaimana keluarga Corleone mendemonstrasikan kekuatan penting dalam mengantisipasi masalah, dan bersiap dengan semua hasilnya. 
  • "Handsome, but useless." Ucapan ini ditujukan pada Vincent, cukup mengenaku, apa gunanya ketampanan tanpa isi? Atau lebih buruk lagi, tak berguna.
  • Ucapan dari Kardinal Lamberto: "Aku akan melakukan semua sekarang, daripada sebentar lagi." Ya, aku yakin, penundaan itu pada kebanyakan pada akhirnya tidak akan sama sekali. 
  • "It's not personal, just Business." Jangan mudah baper, terkadang kau juga harus bisa memakai kacamata bahwa banyak hal di dunia ini hanya persoalan bisnis semata. Dari film The Godfather, aku setidaknya bisa belajar terkait bagaimana mengontrol emosi, berpikir strategis, menyeimbangkan ambisi, dan dampak dari mengkhianati kepercayaan. 
  • Semua alur beresonansi kuat dengan hukum "sebab-akibat". Di sini berbagai konflik muncul. Bahkan sesederhana soal kesetiaan pada istri sebagaimana yang dicontohkan Vito Corleone. Dia sangat lurus dalam hal seksualitas, dia tak menyukai hal cabul, ini tingkat pengendalian diri maskulinitas yang luhur. 
  • Setiap orang harus memiliki kode moralnya sendiri yang perlu dijaganya dengan ketat. 

Terakhir, setiap adegan di film The Godfather punya lapisan makna tambahan yang menarik untuk dikulik. Aku melihat Michael Corleone seperti punya resonansi yang kuat denganku, bagaimana karakterku begitu berkembang setelah mengalami hal-hal berat dan musibah dalam hidup. Aku jadi sosok Isma yang berbeda. Aku tak akan seprivate ini lebih dari sebelumnya sebelum berbagai kejadian mengenaskan. Aku tahu, saat ini karakterku berkembang, bahkan berkembang ke arah yang aku sendiri tak sangka-sangka. 

Pemain:

Kredit I:

Judul: The Godfather | Sutradara: Francis Ford Coppola | Rilis: 1972 (Amerika) | Genre: Mafia, Laga, Gangster, Roman, Drama | Naskah: Mario Puzo | Durasi: 2 jam 55 menit | Pemeran: Al Pacino (Michael Corleone), Vito Carleone (Marlon Brando), Santino Corleone (James Caan), Robert Duvall (Tom Hagen), Kay Adams (Diane Keaton), Connie Corleone (Talia Shire) dll

Kredit II:

Judul: The Godfather II | Tahun Rilis: 1974 (Amerika) | Sutradara: Francis Ford Coppola | Durasi: 3 jam 22 menit | Skenario: Mario Puzo, Francis Ford Coppola

Kredit III: 

Judul: The Godfather III | Tahun Rilis: 1990 (Amerika) | Sutradara: Francis Ford Coppola | Durasi: 2 jam 42 menit 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar