Senin, 04 Agustus 2025

Catatan Film "Bathory: Countess of Blood" (2008) dan "The Countess" (2009)

Usai pertemuan Klenik Studies edisi 31 Juli 2025 lalu bersama Sulkhan, Akbar, Nurul, dan Jevi; ada salah satu bahasan yang menarik perhatianku. Kisah tentang demon berwujud manusia bernama Elizabeth Bathory. Nurul sekilas bercerita di Swedia ada band black metal legendaris bernama Bathory yang namanya diambil dari kisah nyata Elizabeth Bathory, seorang countess di Hongaria yang telah membunuh lebih dari 650 perempuan yang diambil darahnya untuk mempertahankan kecantikan dan kemudannya. Si countess ini menggunakan darah perawan sebagai lulur mandi, pelembab wajah, dan persembahan sekte gelap yang dibuatnya sendiri bersama penyihir zaman itu. Sebab tertarik dengan bahasan Nurul, aku pun mencari filmnya di internet, aku menemukan dua film yang mengisahkan tentang biografi Elizabeth Bathory dengan sutradara yang berbeda, yaitu "Bathory: Countess of Blood" (2008) dan "The Countess" (2009). Bahasan keduanya akan saya gabungkan karena berhubungan.

Aku mengenal diksi "countess" pertama kali saat membaca buku berjudul "Duel" karya Heinrich von Kleist (1810). Dari buku itu aku sedikit banyak mempelajari hirarki khas feodalisme di Eropa kala itu dari yang paling tinggi sampai yang rendah. Hirarki itu merentang dari Kaisar, Duke, Count, Baron, hingga kaum kroco, paria. Countess dalam konteks hirarki ini adalah sebutan bagi istri Count. Di Indonesia, Count setingkat dengan bupati, sebenarnya juga tak tinggi-tinggi amat dalam hirarki sosial di mana aku bekerja sebagai staf di lingkungan pemerintahan yang kujalani sekarang. Namun, entah kenapa di Eropa yang gelap dan terbelakang kala itu, jabatan seperti itu seakan wah, dan seolah kaum megalomania ini berperilaku seperti Tuhan yang menguasai hajat hidup orang banyak. 

Aku geram bukan main di dua film tentang Countess Bathory ini, kala orang-orang biasa yang terdiri dari petani, pelayan, dan pedagang rendahan diperlakukan seperti binatang. Nyawa mereka seolah tak ada artinya. Mereka disiksa, dicambuk, dipenggal kepalanya, dijadikan budak, dan diberlakukan seperti tidak manusia bahkan di muka publik. Aku benar-benar melihat sisi gelap Eropa yang segelap-gelapnya di dua film ini. Eropa yang menjijikkan, biadab, dan najis. Kaum yang sering disebut Barat ini, rendah sekali moralnya. Sebab kenyataan ini, aku yang pernah memandang Eropa wah, justr sudah anjlok penilaianku.

Bathory: Countess of Blood

"The noble man is only God's image." ~ Johann Ludwig Tieck  

Kutipan ini kuambil dari Johann Tieck yang pernah menulis cerpen gelap yang ditulis tahun 1812 berjudul “The Bride of the Grave” (Pengantin Pemakaman). Cerpen ini bercerita tentang seorang perempuan yang hidup seperti vampir, karena dia tak bisa bertahan hidup tanpa minum darah para pemuda. Sementara, pada abad 16 di Hongaria, ada Countess Elizabeth Bathory. Anak dari bangsawan Protestan terkemuka dari keluarga Ecsed yang menguasai Transilvania. Ulasan dari The Writix juga menarik karena dia menanyakan terkait dosa besar yang dilakukan Countess Bathory, apakah dia memang vampir dunia nyata atau malah hanya kambing hitam sejarah?

Film ini murni aku tonton dengan Bahasa Inggris tanpa subtitle, karena di internet, link yang kutemukan tidak ada terjemahannya. Dengan terbata-bata aku mengikutinya, ketidakpahamanku lebih banyak daripada pemahamanku. Film ini digarap oleh arahan sutradara asal Slowakia, Juraj Jakubisko. Inti cerita yang kutangkap, menceritakan tentang Elizabeth Bathory saat dia masih kecil, kemudian menikah yang tiba-tiba punya tiga anak balita. Namun, Bathory pernah menghadapi keguguran karena suatu kecelakaan di suata malam. Bayi yang keguguran ini diawetkan dalam peti es yang ditaruh di ruang rahasia. Dengan bantuan pelukis asal Italia, Bathory meminta bayi itu digambar. Setelah hampir jadi, sayangnya lukisan itu terbakar karena lilin yang dikenakan si pelukis di ruang bawah tanah. Ngeri aku lihat bayinya, masih ada tali pusarnya.

Di film ini digambarkan jika Bathory menikah dengan bangsawan bernama Ferenc Nádasdy, yang kupikir bergelar Count. Pernikahannya dengan Ferenc masih memiliki hubungan darah yang cukup dekat. Setelah pernikahan itu, Bathory tinggal di Kastil Čachtice (kadang-kadang disebut Csejte) di Slovakia. Namun, suaminya ini jarang pulang karena ikut perang. Beberapa kerajaan taklukan suaminya harus membayar biaya yang tak sedikit ke kerajaan Countess sendiri, baik itu dalam hal tanah maupun budak. Si Countess di sini punya keunikan khas, dia sebagaimana yang ditunjukkan poster, sering memakai wig rambut mirip Dora yang mengembang, meskipun rambut utamanya lebih bagus. Aku heran dengan budaya masa itu, bahkan rok pun seperti dibuat mengembang kayak balon. Entah apa pentingnya, menurutku itu kelihatan norak.

Aku mengamati, konflik di film ini pada hubungan Countess dengan pelukis Italia, juga dengan penyihir yang membantunya bernama Darvulia. Penyihir perempuan di sini digambarkan dengan bengis mirip nenek lampir. Si Countess juga digambarkan melakukan penyiksaan secara brutal dari yang awalnya dilakukan pada pelayan istana, menyebar ke gadis-gadis desa lainnya. Bathory di sini digambarkan dengan jelas mandi dengan air darah. Konflik lain juga perselingkuhan dengan pelukis Italia. Bumbu lain, kupikir ini utama, saat kerajaan Hongaria melawan pasukan Turki.Konteks sejarah konflik Kerajaan Hongaria dan Kesultanan Utsmaniyah terjadi pada tahun 1526 terutama, saat pertempuran Mohacs (sebelumnya ada Perang Salib). Perang ini membuat Hongaria kalah. Bathory digambarkan ikut latihan menggunakan pedang untuk melawan musuh-musuhnya. Akhirnya tentu tragis, Darvulia mati disiksa, Elizabeth seperti orang gila.

Diceritakan juga jika Bathory menjalin hubungan biseksual dengan Darvulia. Juga membuat obat-obat untuk menyembuhkan mereka yang sakit dengan ilmu hitam. Ada sosok pendeta bersama dengan salah seorang pengikut yang diam-diam mengamati Bathory. Pengikut ini seperti punya misi ketika gadis yang dicintainya dijadikan korban Bathory untuk kecantikan abadinya. Aku berpikir, hingga sekarang, kecantikan selalu membutuhkan biaya yang tak murah, bahkan sampai ratusan nyawa perempuan. Obsesi kita akan kecantikkan selalu membutuhkan biaya yang mahal. Kau juga bisa paham, kosmetik hari ini harganya begitu gila-gilaan, iklan dibuat di mana-mana untuk menawarkan ilusi dan delusi soal kecantikan pada perempuan. Jujur, melihat fakta ini, menjadi jelek dengan wajah biasa-biasa bagiku tak masalah asal tak diperbudak iblis laknat yang hidup di balik kata "cantik".

Film ini menggambarkan pula tentang proses kreatif menjadi seorang pelukis dengan menyayat mayat untuk dilukis. Ini dilakukan oleh Elizabeth sendiri di dalam buku diary-nya. Entah meniru metode Da Vinci atau bagaimana, Bathory juga meminta pelukis Italia untuk melakukan hal serupa. Selain bisa menggambark, di sini karakter Bathory sendiri digambarkan sebagai perempuan cerdas yang menguasai banyak bahasa, dari Hongaria, Yunani, dan Latin. Dia lebih cerdas dibandingkan suaminya.

The Countess

 

"He who considers himself a paragon of wisdom is sure to commit some superlatively stupid act." ~ Johann Ludwig Tieck 

Aku tidak ragu melanjutkan menonton "The Countess" karena secara palu gada, film ini digarap oleh Julie Delpy, yang bertindak sebagai sutradara, artis, hingga penulis naskah! Julie Delpy juga adalah pemeran Celine di film Before Trilogy bersama dengan Ethan Hawke. Aku merasa, The Countess hadir sebagai counter untuk menandingi film yang terbit sebelumnya yang digarap oleh Juraj Jakubisko. Aku menilai film ini lebih humanis, dan jika lebih vurgal lagi, aku ingin bilang film ini lebih "perempuan". Delpy seperti berambisi untuk membentuk citra Elizabeth Bathory punya sisi manusia yang argumentatif terkait hal yang sangat mendasar: "Mengapa Bathory bisa bersifat dan bersikap seperti iblis?"

Di film ini tidak disinggung tentang pelukis Italia, tapi ditampilkan sosok lain, yaitu István Thurzó, anak dari Count György Thurzó. Keduanya punya level aristokrasi yang berbeda, tapi Countess Bathory sudah dibuat jatuh cinta pada Istvan seperti menderita budak cinta (bucin). Bahkan, rambut Istvan dipotong sedikit, kemudian rambut itu dimasukkan di antara sayatan dada Bathory yang dijahitnya sendiri. Aku melihatnya dengan rasa ngeri. Di film garapan Delpy ini, aku tak menemukan scene mandi darah, tapi sering aku temui scene darah dijadikan pelembab, suncreen, atau semacamnya di wajah Elizabeth.

Obsesi kecantikan Bathory muncul ketika dia berkuda bangsawan lain bernama Dominic Vizakna setelah ditinggal Istvan. Lalu ada seorang penyihir tua yang mengolok-olok Bathory dan mengatainya jika dia akan keriput dan tua. Ketika Bathory bercermin di kamar, lalu meminta pelayannya untuk menyisir rambutnya, ditemukan kerutan di wajah. Bathory jadi histeris dan berteriak. Dia mendamprat pelayannya sampai kepala pelayan muda itu mengeluarkan darah. Darah itu muncrat di wajah Bathory, ketika diusap di depan cermin, dia seolah menemukan momentum penemuan penting: darah telah membuatnya lebih muda.

Akhirnya, perburuan perawan pun dilakukan dari desa-desa. Bathory di ruang bawah tanah juga mengembangkan alat pemeras darah yang didesain dengan rasa sakit yang tak terimajinasikan oleh manusia, seperti Iron Maiden dan Kursi Yudas. Beberapa korban Bathory termasuk istri dan anak Istvan, anak yatim-piatu bernama Paula, dan para peyalannya sendiri yang sudah setia. Mayat gadis-gadis itu dari awalnya dikuburkan baik-baik, tapi gereja mencurigainya meski pendeta telah dibayar; akhirnya mayat-mayat itu dibuang ke hutan dan menjadi santapan serigala. Bahkan, baunya sampai ke kediaman Bathory, bahkan lalat-lalat akibat mayat itu hinggap di makanan Bathory. Sementara itu, hubungan biseksualnya dengan penyihir Anna Darvulia juga tetap berjalan. Sampai akhirnya, penyihir itu mati karena merasa dicampakkan oleh Elizabeth Bathory.

Alur dalam film The Countess juga lebih rapi. Di sini sedari awal diceritakan bagaimana Bathory sejak kecil memang diajarkan untuk tidak takut pada rasa takut, untuk tidak punya empati dan perasaan, dan sebagai pembenaran akan tindak-tanduknya yang berkembang kemudian setelah dia jadi perempuan dewasa. Saat remaja Bathory pernah melahirkan salah satu anak haram laki-laki, sebelum dia menikah dengan bangsawan tua yang terpaut usia cukup jauh, Count Ferenc Nádasdy. Akhir film ini juga tersinemakan dengan baik saat Bathory di penjara di ruangan yang kecil, lembab, hingga dia memutuskan untuk bunuh diri dengan cara menggigit urat nadinya sendiri.

Apa yang bisa kupelajari kemudian dari kisah horor yang lebih horor dari film horor ini? Sampai sekarang, aku tak menyukai standar kecantikan yang dibuat oleh siapa pun terutama dalam hal fisik. Bukan karena aku lahir dengan fisik yang biasa-biasa saja, tapi karena aku membenci ilusi manusia akan kecantikan. Kecantikan yang dijaga dengan sebegitu mahalnya untuk membuat orang lain berkesan. Kecantikan bagiku sangat palsu dan artifisial. Dia terus memakan dan akan memakan korban, terutama perempuan. Kau bisa mencari data sendiri, bagaimana industri kosmetik telah memunculkan aneka problem lain yang lebih kompleks. Aku juga belajar untuk tak mengikuti standar mana pun soal kecantikan, bahkan oleh dokter-dokter kulit. Aku lebih setia pada standarku sendiri, sesederhana apa pun itu.

Kredit I:

Judul: Bathory: Countess of Blood | Sutradara: Juraj Jakubisko | Rilis: 2008 | Tempat rilis: Slowakia | Durasi: 2 jam 20 menit | Genre: Drama, horor | Pemeran: Anna Friel, Deana Horvathova, Hans Matheson, Vincent Regan, Karel Roden, Franceo Nero

Kredit II:

Judul: The Countess | Sutradara: Julie Delpy | Rilis: 2009 | Durasi: 1 jam 39 menit | Genre: Horor, roman, sejarah, drama | Pemeran: Julie Delpy, Daniel Bruhl, William Hurt, Adriana Altaras, Charly Hubner

Tidak ada komentar:

Posting Komentar