Senin, 21 Oktober 2019

Puisi "Stasiun Tawang" dan "Kota Lama"

Kota Lama

Kau serupa Mignonne, macan cantik ciptaan Honore de Balzac
Gairah di kota
Kucari-cari kawan di Taman Sri Gunting, seorang pengelana
Meski yang kutemui hanya merpati-merpati Gereja Blenduk,
dan para puan-tuan bergandengan

Kutanam harapan di tanahmu Kota Lama, saudara jauh Kota Tua
Sakit sama rasanya, entah di Jakarta atau Jogjakarta
Lalu kumengembara ke Semarang, mencari uang, tapi malah kurang
Di sini, tiket wisata semurah apa pun tak sanggup kubeli
Padahal kujadwalkan masuk galeri,
seni kontemporer yang bikin imajinasi tambah encer
Cukup juga dengan hanya melihat depan Spiegel dan Gedung Marba
Tanpa bisa masuk ke dalam

Cukup juga dengan hanya sebotol air mineral,
tak cukup buat bayar selera Serikat Dagang Kopi,
atau Filosofi Kopi atau Hero Coffee atau Coffee House lain
Tongkrongan anak muda masa kini

Juga tak sanggup membeli tahu gimbal dan tahu pong kenyal,
atau beli loenpia yang mungkin bisa mengurangi hidup seret,
juga Mie Kopyok, Nasi Koyor, atau sekadar pisang plenet

Sementara kesendirian dan kesepian tak terhindarkan
Orang-orang lalu lalang semakin tak membuat tenang
Diri tumbuh kian asing, di mana diri bahagiaku?

Aku telah jauh, perantauanku belum menghasilkan
Waktu sedikit, aku hanya berusaha bertahan dalam permainan
Oh, Semarang

Minggu, 20 Oktober 2019

Gedung Marba Semarang

Gereja Blenduk

Spiegel













































 --

Stasiun Tawang

Tawang, sungguh jauh kau kukenang
Delapan tahun lalu sampai sekarang
Orangtua memintaku masuk sekolah kedinasan

Tawang, kau bukti aku selalu gagal berbeban,
dengan sakit setengah hidup aku tahan,
dan tak ada pelampiasan

Kini aku datang lagi, menikmati angin dan danaumu
Di hari Minggu, di mana revolusi meliburkan diri
Orang-orang memancing ikan-ikan kecil
Di air danaumu yang hijau gelap

Anak-anak berlari-lari ke barat bermain ayunan
Ada ibu berwajah keriput masih mengisi teka-teki silang
Seorang ibu paruh baya berpunggung bengkok duduk di sampingnya,
dengan sobek di pinggir celana, dia miskin dan stunting

Tawang, dukaku hari ini diledek Gambang Semarang
Kau paham Tawang, aku selalu merasa asing akan orang-orang
Delapan tahun sudah sejak kumenginjakkan kaki,
di sini hidupku tak pernah berganti
Aku bernyanyi:

"Miskin minta kaya, kaya minta uang
Uang minta kerja, kerja minta tenaga
Tenaga minta manusia, manusia minta sejahtera
Sejahtera punya penguasa."

Tawang, kau tempat istirahat para pengembara
Di mana harapan, cita-cita, dan hidup berjumpa
Juga tangis sedu perpisahan dan pertemuan,
tak saling memberi kabar

Minggu, 20 Oktober 219

Danau Tawang

Tawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar