Selasa, 12 November 2013

Seminar Fantastis (FKIST-EXACT): Belajar Di Luar Negeri


Bertempat di gedung teatrikal Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (9/11) pukul 08.30 WIB… Denny, Jadid, dan Riska dari MAN Maguharjo menampilkan pertunjukkan yang menegakkan bulu kuduk. Tiga anak yang mempunyai keterbatasan ini berkolaborasi menyanyikan lagu Seruan Kebaikan (Citra Scholastika), Jangan Menyerah (D’Masiv), dan Laskar Pelangi (Nidji). Kalau kamu lihat ini kamu bakal terharu dan malu banget, apalagi pas Riska bacain puisi sambil nyanyi #nangis. Salut banget buat mereka. Ris, suaramu ngalahin suaranya Citra, dan permainan gitar Denny dan Jadid aplause buat kalian.
 
Next, acara inti seminar yang disampaikan oleh pembicara pertama, Bapak Muhammad Rifqi Ma’arif tentang “Belajar di Luar Negeri”. Lulusan S2 Dongguk University Korea Selatan sekaligus dosen teknik informatika ini mengungkapkan bahwa motivasi kita mendifinisikan segalanya. Apa aja sih motivasinya? Ada banyak kemungkinan… misalkan.. pertama, mencari sistem dan lingkungan pendidikan yang lebih baik. Kedua, meningkatkan kompetesi diri. Ketiga, mengejar kemajuan IPTEK, dll.. kayak, pengalaman hidup di lingkungan dengan culture yang jauh berbeda bisa meningkatkan adaptasi, cara bertahan, dan terbiasa hidup di bawah tekanan.Meningkatkan empati dan tenggang rasa, kemampuan komunikasi dan softsklill juga.

Kata beliau, sekolah di luar negeri itu nggak ribet (kita yang bikin ribet), seperti halnya nyari kerja, lihat lowongan, siapkan aplikasi/berkas2, ndaftar, nunggu, keputusan.. diterima atau ditolak.. Kalau ditolak yaa coba lagi, “Teman saya aja ada yang nyoba sampai 12 kali” tutur beliau.

Trus, apa aja yang perlu dipersiapkan? Pertama (terpenting), kemampuan bahasa asing dan sertifikat resminya (TOEFL IELTS, dll) triknya, luangkan setengah jam atau satu jam sehari buat belajar TOEFL, jika kita sungguh2 kita akan terbiasa dan meraih nilai TOEFL setingginya. Kedua, track record studi dan aktivitas yang bagus. Ketiga, sempatkan waktu untuk melihat situs-situs informasi beasiswa dan situs-situs universitas di luar negeri (waktu buat FB-an ganti lah 15-30 menit buat buka ini :D). Biasanya yang menjadi kendala utama ketika mendaftar beasiswa ke luar negeri adalah mental yang down duluan gara-gara syarat2 dan berkas2 yang segungung. Tenang sis, bro, tarik nafas dalam-dalam, katakan “Oh, syaratnya cuma 30, sehari satu, sebulan selesai” #eaa, bisalah…

Sumber beasiswa itu dari mana aja sih? Pertama itu dari pemerintah, biasanya informasi mudah didapatkan tapi saingannya sangat ketat, dari beribu orang yang diambil Cuma 10. Difokuskan pada seleksi administrative dan record kamu di kampus, para aktivis kemungkinan besar berpeluang :D Kedua, Lab (By project), ini informasinya agak susah didapatkan, tidak seketat beasiswa pertama, dan kebanyakan mereka orang-orang yang benar-benar pintar dan ahli dalam satu bidang tertentu. Lebih kepada kemampuan daripada record.

Trus, tips dan triknya kayak apa sih? Simple kok, pertama, pasang mata, buka telinga lebar-lebar tentang informasi-informasi beasiswa. Kedua, surat rekomendasi yang pas dan kredibel (harus jadi mahasiswa aktif di kelas biar dosen kenal kamu dan mudah merekomendasikan kamu #aktifitumutlak).  Ketiga, perbanyak investasi sosial dan public track record. Keempat, pilih program dan supervisor yang tepat. Kelima, rajin buat proposal, isi formulir, dan kirim via email/pos. Keenam, rajin meniliti, dll.

Sumber pemberi beasiswa itu banyak, di luar negeri ada Erasmus mundus (Eropa), DAAD, SWAPT (Jerman), Fullbright, Ford (AS), Monbusho, Sanyo, Ajinomoto (Jepang), KGSP, StudNed, Nesso, ALAS, ADS, IPRS, dll. Dari dalam negeri sendiri, ada yang dari Depkominfo, Dikti, LPDP, dll. Beasiswa LPDP ini juga menarik, jadi kita harus masuk universitas yang kita tuju dulu baru kita ngajuin beasiswa (usahakan rangking universitasnya 100 besar terbaik dunia).

Trus, dalam memilih universitas.. secara umum, kita cari info sebanyak-banyaknya dari universitas tersebut. Ingat, jangan terjebak dalam informasi yang superfisial, misalnya kita tahu kalau Harvard itu nomor satu di dunia, tapi untuk jurusan teknik informatika, apa dia bagus? Nah, itu perlu dipertimbangkan. Kemudian, yang perlu dipertimbangkan lagi adalah reputasi, performance, program yang ditawarkan, fasilitas dan sumber daya, serta lingkungan. Ingat juga ya, yang terbesar belum tentu terbaik belum tentu paling cocok. Pilihlah yang PALING COCOK.
Sama halnya dengan memilih universitas, dalam memilih pembimbing pun kita juga harus memilih pembimbing yang cocok bukan pembimbing yang terkenal. 

Strategi belajarnya gimana? Hei, tingkat intelektualitas orang Indonesia itu nggak kalah kok sama yang di luar negeri kayak China, Jepang, Inggris, wtf.. yang membedakan adalah EFFORT-nya!! USAHA-nya yang membedakan!! Maka dari itu, berusahalah effort kita di atas mereka. Trus, kemampuan adaptasi yang sangat penting.

Yang terakhir, rencana masa depan. “Studying is not for the sake itself”, belajar di luar negeri perlu dikaitkan dengan rencana masa depan. Tanyakan, apa yang aku dapatkan setelah ini? Jawab dan rencanakan dengan matang. Kita bisa belajar dari kisah Andrea Hirata  dalam novel Maryamah Karpov, lulusan S2 ekonomi telekomunikasi Sorbonne tapi bingung mau kerja apa :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar