Kamis, 18 Juli 2024

Pengalaman Les Bahasa Jepang di Evergreen Jakarta (Part 2)

Tulisan ini lanjutan dari Part I.

Les Minggu IV - 3 Juli 2024

Hari Rabu ini Jakarta Pusat sedang mendung, sekitar dua harian hujan berturut-turut tiap sore, bahkan ada yang disertai badai. Hari Rabu ini aku pulang lambat lebih dari satu jam, pukul lima sore, dan masih kulanjutkan makan di kantin beli makan di Mang Ujang. Jam begitu cepat, dan aku langsung menuju tempat les di Jalan Kartini II No. 34B Jakarta Pusat. Sebelum masuk kelas, aku solat Ashar dan Magrib secara berurutan di lantai paling atas gedung, tepatnya di Lantai 4. 

Ruang khusus musholla itu mengingatkanku pada rumah, karena ada tempelan Surat Yasin di dinding, tempelan itu persis seperti yang ditempel Bapak di rumah. Di ruang itu juga ada televisi, kasur yang diberdirikan menyamping, lemari plastik berisi sajadah dan mukena, dengan suasana yang mengingatkanku pada ruang yang tak asing. Aku merasa seperti dejavu berada di sana, seperti berada di rumah nenek atau rumah keluargaku yang dari garis mana.

Yasin
Di ruang itu juga ada jendela yang menghadap luar. Ada tiga progres penting yang ingin kuceritakan padamu. Pertama, setelah sekitar 2-3 tahun mengenal kata/frasa/slang "Evergreen", aku baru tahu hari Minggu lalu terkait artinya. Berdasarkan kamus Merriam-Webster diartikan sebagai "universally and continually relevant : not limited in applicability to a particular event or date"; "something that retains its freshness, interest, or popularity"; "having foliage that remains green and functional through more than one growing season".

Atau mudahnya dalam bahasa Indonesia adalah "hijau sepanjang tahun" atau "pohon yang selalu berdaun hijau". Aku mendapat penjelasan evergreen berdasarkan konteks dari Mbak Windy Patjar Merah ketika menjelaskan terkait buku Mbak Linda Christanty yang tergolong buku "evergreen", yang penjualan dan permintaannya stabil, karena pertaruhan buku setelah diterbitkan adalah penjualan di tiga bulan pertama. Kata lain dari evergreen barangkali adalah "everlasting" atau abadi, tidak terpengaruh oleh cuaca dan suasana. Aku cukup menaruh banyak keseriusan pada konsep ini sebagai simbol dari "continuity, sustainability, stability" dalam hal apa pun, dari yang receh sampai yang penting.

Kelas Jovan sensei
Progres kedua yang ingin kuceritakan, akhirnya aku tahu nama senseiku. Haha, menggelikan ini memang, dan aku tahunya dari Instagramnya Evergreen, ternyata nama beliau adalah Jovan Ariesto. Dari kepo sejenak Instagramnya, Sensei Jovan-san ini suka sama dunia MotoGP dan permotoran gitu. Kalau kujelaskan terkait karakter beliau lagi, senseinya ini baik, gak menghakimi (misal saat ada teman sekelasku yang gak hafal-hafal Hiragana), dan kalau misal aku atau temanku yang lain lupa atau gak bisa, dia akan kasi umpan yang memudahkan untuk jawab.

Progres ketiga, hari ini kami belajar semua huruf di Hiragana, dari yang basic sampai dakuon (tengteng), handakuon (maru), yoo-on (konsonan yayuyo), choo-on (bunyi panjang), sokuon (konsonan kembar). Kemampuanku mayan lah, wkwk, aku udah hafal semuanya, meski belum di luar kepala, aku bisa menulis hiragana dari romanji yang dimaksudkan. Perkembanganku dalam belajar bahasa Jepang kupikir cukup membanggakan, haha. 

Oiya, hari ini teman di bangku sebelah kiriku gak masuk, entah, tapi menurutku ini salah satu hari penting yang gak boleh dilewatkan. Minggu depan mungkin akan belajar Katakana. Target terdekatku adalah mengenal (dan menghafal) kosa kata (tango) yang ada di bahasa Jepang, seengaknya yang masuk dalam golongan Swadesh list sebagaimana yang baru sedikit kupelajari, setidaknya ada 207 kata yang perlu dibuat konteksnya biar hafal di kepala. Jujur aku gak mau pakai metode menghafal, tapi metode konteks. Hafalan ini nanti akan terjadi dengan sendirinya.

Les Minggu V - 10 Juli 2024 => 14 Juli 2024

Hari ini aku gak bisa datang karena harus dinas ke Palembang, berangkat subuh, sampai Palembang pagi dan langsung menuju tempat acara sekaligus penginapan. Aku tugas bareng Mas Iman dan Agit, kami sempat main ke tempat mertua Agit atau orangtua Nancy. Disuguhi pempek yang digunakan sebagai salah satu makanan pokok di sana. Cara makan pempek yang menurutku unik, beda dengan di Jakarta. Terus makan sayur pindang patin yang terenak yang pernah kurasakan, dengan samal mangga mudanya. Enak. Paginya, aku sempat jalan-jalan ke TMP Palembang, sekitaran Benteng Kuto Besak, Jembatan Ampera (I, II, III, dst), Pulau Kemaro (Ya Allah, gak nyangka bisa sampai sini, pulau di dalam pulau), juga Makam Kawah Tekurep (Kesultanan Palembang). Aku senang, meski hanya dua hari bisa explore Palembang.

Ketika dinas ke Palembang, aku memberi tahu admin Evergreen bahwa aku dinas ke Palembang, si Bapak yang suka pakai kemeja garis-garis warna biru mengizinkanku untuk masuk kelas hari Sabtu. Aku senang banget, karena hari Rabu aku sedih tidak bisa belajar bahasa Jepang. Lalu, tanggal 14 Juli 2024, Sabtu itu aku datang, tak kusangka murid-murid Evergreen sangat banyak dari lantai satu sampai lantai tiga. Aku lupa aku di lantai berapa, yang pasti aku sempat salah ruangan di lantai satu, dan senseinya perempuan, namanya Lucianawaty Tjoeng. Senseinya sangat santai, ke kelas menggunakan kaos dan sandal with her effortless style, dia ramah dan ceria. Hari Sabtu bener-bener ramai Gedung Evergreen, beda banget dengan Rabu malam, yang cuma ada satu kelas saja dibuka. Kalau hari Sabtu satu kelas bisa lebih dari 10 orang sampai 15 orang, kelas hari Rabu malam cuma lima. Tiap sensei juga punya karakter uniknya masing-masing. 

Kelas hari Sabtu
Di kelas Sabtu, sebenernya 80-90 persen materi sudah aku dapatkan di kelas Sensei Jovan, jadi seperti mengulang. Perbedaan kemampuan kelas yang muridnya sedikit dan banyak juga kerasa. Di kelas pengganti ini, ada yang kemampuannya cepet banget baca hiragananya, kayak baca alfabet Indonesia, ada pula yang masih ngejanya lama, mesti lihat contekan dulu ini huruf apa. Di sini murid-muridnya juga beragam, perempuan dan laki-laki seimbang, banyak orang Chinese/Japanese faces juga, seperti dua perempuan muda di bangku sebelah kananku; yang berjilbab juga banyak. Mereka jika istirahat ada yang makan siang, ada yang bawa makanan. Beberapa ngobrol, beda dengan kelas Rabu yang kurasa serius, jarang ada yang ngobol.

Les Minggu VI - 17 Juli 2024

I love Hiragana
Aku kembali ke mode awal masuk ke kelas Rabu. Hari ini aku telah ada kemajuan mengenal semua nama teman sekelasku: Steven-san, Aulia-san, Raffi-san, Boim-san, dan aku sendiri, Isma-san (akhirnya hafal juga setelah sebulan, yekan, wkwk). Berbeda dengan kelas sebelum-sebelumnya yang diawali dengan menulis, kali ini kami belajar membaca kalimat dan percakapan menggunakan hiragana sekaligus memahami artinya. Aku juga mayan lancar membaca dan menulis, hanya perlu dibiasakan agar bisa lancar. Aku mayan pede juga belajar rutin bahasa Jepang, jadi aku merasa tak tertinggal dengan teman-teman kelasku yang lain.

Thank you Raffi-san
Hari ini aku minjem catatan Raffi-san (arigatou gozaimasu Raffi-san), karena Rabu kemarin aku gak sempat masuk. Ah iya, ternyata udah jauh berjalan, ada kata arimasu-arimasen, dlsb. Hari ini kita juga belajar terkait bilangan dalam bahasa Jepang (rei, ichi, ni, san, yon, go, roku, nana, hachi, kyu, ju). Terus dalam bahasa Jepang tuh pembaginya empat digit, kalau di Indonesia kan tiga ya atau negara-negara yang umum. Jadi misal kalau kita pengen ngomong 306.573.429 bisa baginya jadi 3|0657|3429, jadinya Sanoku roppyaku gojunanaman sanzen yonhyaku nijuko.

Hari ini kita juga belajar terkait "...to onaji = sama dengan..." dan "...to chigaimasu = beda dengan". Contohnya, "Sama dengan kamu" => "Anata to onaji"; "Sama dengan kamu, pegawai perusahaan" => "Anata to onaji de, khaisan desu"; "Adakah barang yang sama dengan ini?" => "Kore to onaji mono ga arimasuka?". Eh, "onaji" ini juga bisa kamu temukan di lirik lagu Hiraidai yang judulnya "The Gift". Gini liriknya: "Onaji sora onaji hoshi no moto de kagayaiteiru (a gift from the moon)". Ini lagu bagus banget.

Pelajaran lainnya terkait "...kara" (dari) dan "....made" (sampai). Misal kalau mau nanya: Dari mana sampai mana? Jadinya "Doko kara doko made desuka?". Terus kalau mau bilang, "dari Jakarta sampai Bogor", jadinya "Jakarta kara Bogor made desu." Atau yang lain lagi, "Apakah rumah kamu dekat dari stasiun?" jadinya, "Anata no ie wa ike kara chikai desuka?", dan seterusnya. Sederhana kan?

Aku juga belajar, sebenarnya bahasa Jepang lebih mudah dipahami dengan pola bahasa Inggris, karena pola grammarnya lebih mirip daripada didekati dengan bahasa Indonesia. Semangat belajar bahasa Jepang, Isma-san! 頑張ってください!

Tulisan ini berlanjut ke Part III.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar