Dewan Kesenian Jakarta menggelar pidato kebudayaan berjudul "Gastrodiplomasi Nasi Bungkus untuk Menaklukan Lidah Dunia" oleh William Wongso. Pidato dilaksanakan di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jumat (10/11/2023). Tujuannya membawa suara jernih dari gagasan, analisis, hingga kesimpulan.
Ketua DKJ Bambang Prihadi menyatakan, ini merupakan acara tahunan dari tokoh-tokoh terpilih. Jernih dari tokoh, yang tidak terdistraksi pemikirannya. Ia bebas meneroka, mengajukan pendapat dan gagasan. Ini jadi hal yang ditunggu karena itu menjadi jawaban. Sebagaimana yang dikatakan Umar Kayam, TIM adalah oase kebudayaan.
Memilih William Wongso karena punya keluasan makan tentang makanan dan pangan. Dia mengunjungi berbagai restoran di berbagai negeri. "Katakan padaku apa yang kamu makan, dan aku akan tunjukkan siapa dirimu" (pepatah China). Kepentingan gastrodiplomasi ini juga memiliki kepentingan untuk membangun pangan Indonesia.
Bambang mengakhiri sambutannya dengan membacakan puisi Joko Pinurbo, terkait keluarga Kong Guan.
William mengatakan, mulutmu harimaumu bermula dari bagaimana manusia menjaga lidahnya. Begitu juga dengan realitas hari ini, segala sesuatu yang terjadi tergantung gerakan lidahmu. Tak perlu merujuk pada spoker. UU ITE telah dituduh melakukan pelanggaran, lama kelamaan ada hantu yang memancing keributan di tanah publik.
"Beri tahu apa yang kamu makan, saya akan beri tahu siapa dirimu."
Di mana pun berkunjung, yang dicari selalu makanan. Pengalamannya ke beberapa tempat, makanan Indonesia tak begitu dikenal. Ketika Google makanan lokal bisa timbul minat, seiring dibantu dulu oleh Bondan Winarno yang mengenalkan selera Nusantara. Dirinya 40 tahun mengabadikan khazanah pasar tradisional, yang pelakunya beberapa generasi.
Di Jepang, sentuhan tradisional pada makanan kemas tidak ditinggalkan. Ini jadi daya tarik tempat. Nanti juga ada event terkait gastroekonomi. Di Jepang penjual sate masih mempertahankan kipas nenek moyang, tidak menggunakan fan. Ada pula yang jualan bumbu, tapi bukan bumbu sembarangan, dia akan melakukan profile dulu.
"Sate yang simple tetap dengan tatanan yang estetik."
Ada Pasar Skiji di Jepang yang terkenal dengan ikan segar besar di dunia. Di Skiji bisa melakukan pilihan ikan dengan leluasa. Sudah matang juga ada tinggal makan. Yoshinoya menjadi gerai pertama di Skiji, sekarang sudah mendunia. Sekarang ada Kitchenia sejenis Yoshinoya tapi tak punya cabang. Ada pula Gyudong, di Jepang sangat spesifik, dan William lebih memilih tempat makan yang spesifik daripada yang palu gada.
Termasuk menikmati oister, cukup mesan satu biji. Rumah makan sangat spesial, tak ada menu, pilihan ada yang berlemak atau tanpa lemak. Termasuk wagyu, sashimi, isi sashimi sesuai dengan kearifan masing-masing.
Di Jepang ada kota Narita-Sando, banyak atraksi festival, cemilan, makanan, jadi paket gastrotourism. Ada satu restoran unagi dipotong di depan kita, dan sangat segar. Semua bagian dijadikan makanan. Semua proses juga dibuka, teatrikal, tak dirahasiakan. Dirinya menikmati tipe makanan seperti itu. Makanan di Jepang santun, fine, quality luar biasa.
Yang dikuatkan Jepang adalah loyalitas.
Lanjut ke Korea, yang lebih bergejolak, seperti jalan blondy tapi fungsional. Misal ada barbeque ayam. Di Korea dia belajar bukan sekadar makan, tapi juga asal-usul makanan. Dia mencoba hanwoo yang teksturnya luar biasa. Orang Korea menyukai tekstur. "Lihat dulu baru kemudian icip-icip." Ada pula kepiting rajungan diberi kecap dan dibiarkan hidup.
Dia beralih ke Sokcho, 200 km dari Seoul. Di Korea setiap daerah berlomba memajukan daerah dengan semua usaha, termasuk makanan. Ada gerai khas tapi hanya boleh satu biji. Ada yang bernama polat, yang dikeringkan perlahan-lahan, harga varian, dari yang satu ekor 150.00-1.000.000, harga ditentukan oleh proses. Proses yang lebih lama yaitu fermentasi. Ada pun di Indonesia ikan asin ditentukan oleh: jenis ikan, proses fermentasi, penjemuran.
Masing-masing gerai jual barang khas yang dia produksi. Dia suka melakukan candid pas motret. Kotanya ditambah fungsional dan dekoratif. Orang Korea lebih suka makanan kenyal. Di Hanwoo juga ada daging terbaik di dunia.
Lalu di China dan Shanghai, apa yang dilakukan ketika mengunjungi? Booked Shanghai Breakfast Tour. Menurutnya melihat orang lain makan selalu atraktif. Ini keunikan orang makan. Makanan seperti dumpling bagian dari breakfast. Mereka punya langganan yang pengunjungnya juga berasal dari daerah itu. Di pasar tradisional Shanghai dia menemui cabai skrup, soulumpo, udang sungai; dan di China dessert tak sepenting di Prancis. Dan di sana makannya harus ramai biar bisa berbagi.
Ada pula produk hairy crabs.
Untuk mengetahui satu tempat, bukan hanya mencicipi tapi juga pola memasak. Semua orang melakukan cooking class pendek dengan harga pantas. Yang penting adalah "teknik memasak".
Kita tak harus mencari restoran mentereng, resto ngumpet tak kalah penting. Yang banyak dikunjungi orang lokal. Termasuk sate kambing klatak halal di China, di daerah perbatasan. Dombanya dari Sinciang, makan rumput terbaik dan jenis kambingnya sama. Di sini hanya bisa beli satu tusuk sate. Tusukan panjang dan bumbunya kering. Semua produk Sinciang dijual si sebuah restoran.
Ada pula restoran yang pedas di Shucuan. Cabainya kering dan rempahnya kering. Jangan diciduk semua. Setiap sajian harus mengandung cabai. Chinesse makan juga harus ramai-ramai.
Dia menegaskan ulang, mengunjungi restoran yang hanya menjual olahan kambing. Termasuk masakan dari kolegan kambing kemudian dicetak seperti kue.
Du kaki lima di Shucou, ada pare merah yang seperti buah. Makan tetap polanya harus ramai-ramai.
Di Beijing ada fore spart memberikan lemak di bawah kulit yang hatinya membesar. Teknik menjadi sajian yang diwariskan. Di Beijing jangan lupa makan peking roast duck yang ada di mana-mana. Kekhasan harus dibakar dengan kayu dari buah-buahan yang kayunya keras. Ada rumah makan yang harus ngantri sampai 3 jam buat beli peking duck.
Makanan halal di China, banyak atribut yang hijau. Peci jadi atribut orang Muslim China. Salah satu makanan khas takut hot pot. Makanan jalanan populer yaitu roti goreng, jujube, "foto candid menarik." Lalu ada sekba juga.
Menuju Vietnam, ada produk luar biasa tour makan naik motor. Gadis dilatih dengan penumpang sebesar 130 kg. Diajak icip-icip masakan Vietnam.
Menuju India, sepertinya makanannya bikin merinding. Di India tak ditemukan seperti itu, problem di kita tayangan dikurasi. Ada 50 juta street foods di India. Ada food safety, food handling di sana. Gerabah juga dibuang biar ada "sirkulasi". Di Cochin Kerala juga masakannua atraktif, presentasi sangat apik. Di Delhi juga ada Delhi Food Walk, salah satu tour terbaik di dunia, Karim Old Delhi salah satu restoran terbaik di dunia. Diajak jalan 4 jam, icip-icip 10 kali.
Beruntung masih mengunjungi Sana'a Yemen, juga ada anggur putih dari Yemen gak ada tandingan. Juga ada kismis. Di sana roti pipih, karena warisan Nordic.
"Budaya kuliner Indonesia juta harus berani tampil, dan lebih elite."
Tagline aneka Ratna muthu manikam. Bumbu-bumbu yang santun di Indonesia.
Daya ingat lidah penting. Lidah secara otoritatif punya memori jangka panjang melebihi otak.
Dia suka Klopo Ondomohen Surabaya, tempatnya tubuh sejak kecil. Rasa yang dibentuk lidah sejak kecil menjadi memori yang diangkat dan ada hingga dewasa. Memori yang diingat tetap, meski selera berubah, akan balik lagi. Juga siri madura gubeng pojok. Dulu di atas meja kecap asin, sekarang kecap manis. Di beberapa tempat kedai sistemnya turun menurun. Saat lidah mengecap sesuatu, dia akan ingat kapan masakan itu dimakan. Sop kaki kambing grogot (nggrogoti) demi mendapatkan serapan kolagen. Yang memberi asupan kalsium dengan jumlah yang terukur.
"Saya percaya makanan yang icip-icip daripada makan kenyang."
Memori masa kecil, juga berasal dari ibu. Ibu paham benar persoalan lidah anak-anaknya. Ada pelukan rasa kangen dan kasih. Itu peristiwa yang mengharukan di seluruh dunia. Dulu nenek dan ibu mengolah makanan sisa kemarin dan mengacungkan jempol. Pada momen seperti itu, lidah jadi kunci. Sepotong lidah bisa membongkar masa lalu, jangkauan yang jauh. Jaga lidah. Memang lidah tanpa tulang, tapi agresif.
Pertanyaan yang banyak menggema, apa yang asli dari makanan Indonesia? Ini tak bisa dijawab dengan baik. Hal krusial bagaimana menyatukan beragamnya lidah di Indonesia. Fakta ini tak berhenti di selera, tapi persilangan lidah mencapai kesepahaman dalam politik makanan. Afa pusat riset terkait kuliner, makanan, dan bumbu. Seperti yang terjadi di Korea. Juga ada Washoku World Challenge, orang Jepang punya empat set makan sesuai musim. Ini homework bagaimana meneruskan makanan kakek dan eyang.
Termasuk rendang yang memainkan peran penting dalam kuliner tingkat dunia. Menurut William, makanan gak bisa dipatenkan. Pertukaran kuliner antar daerah di Indonesia jadi awal yang baik, persilangan lidah antar bangsa. Dennys Lombard menyebut itu sebagai persilangan budaya. Lembaga Pusat Kuliner ini menjadi penting. Bisa juga diteliti, kenapa di Maluku tidak memasukkan rempah di masakannya? Ini terpengaruh oleh kolonialisme. Juga orang Aceh tak menikmati kopi, tapi malah daunnya. Bagian diplomasi juga dengan ayam bengil dari Nusa Dua, dan ada wijikannya.
Termasuk diplomasi nasi bungkus, sebagai sajian makanan Indonesia. Kita perlu melakukan diplomasi kebudayaan. Kuliner sebagai gastrodiplomasi dari perasaan lidah dunia. Termasuk Garam Merica Nasi Bungkus Australia Sydney, nasi bungkus jadi agen penting. Dihargai $19, tak hanya untuk memuaskan lidah. Bukan masak base, tapi application base, memanfaatkan yang ada.
Apa istimewa nasi bungkus?
- Indonesia sangat kenal dengan itu dan di setiap daerah namanya beda.
- Teman perjalanan orang Indonesia melakukan aktivitas sehari-hari, seperti ke ladang, sawah, dll. Dikepal-kepal daun pisang dan dibawa kemana-mana.
- Simbol kesiapsiagaan menghadapi sesuatu yang tak terprediksi.
- Nikmat nyomotnya pakai tangan juga berbeda-beda.
- Sanitasi. Dia bukan junk food.
- Kesederhanaan hidup melawan kemiskinan dan penjajahan.
Kekayaan narasi nasi bungkus jadi gastrodiplomasi. Bisa melakukan ini di negara lain. Jadi agent of culture di seluruh dunia.
Sekarang begitu praktis dengan GO-FODD.
Keunikan budaya tak bisa disederhanakan.
Saya seperti diajak Pak William Wongso travelling kuliner keliling dunia.
Selain itu, DKJ juga meluncurkan buku "Posisi, Reposisi, Revitalisasi: 55 Tahun Dewan Kesenian Jakarta". Bisa dicek di bit.ly/SeriWacanaDKJ2023.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar