Buku Saksi Mata karya Seno Gumira Ajidarma jadi vokal poin literatur dalam film ini. Film yang diangkat dari novelnya Mbak Desi Puspitasari dengan judul yang sama. Dan selalu, akting Reza Rahardian yang bertindak sebagai Timur (oh namanya Timur!) tak pernah mengecewakan. Premis film ini kalau boleh kurangkum seperti ini: Aggi mencari cinta sejati tetapi dia tak tahu apa yang dia mau, sehingga dia secara tak sadar menguji Timur hingga akhirnya mereka menikah.
Sebagaimana dikatakan film, hidup seperti strawberry. Kita tak tahu strawberry rasa apa yang kita makan, kita mungkin berharap akan menemukan strawberry yang manis, tapi justru asam, pahit, hingga busuk yang kita temukan. Dan di suatu kondisi, mau tidak mau harus kita telan. Juga yang penting: Dalam hidup, kamu haru tahu apa yang kamu telan.
Strawberry Surprise |
Dan film ini tentu sangat dekat karena mengambil latar Jogjakarta dengan semua landmark-nya. Aduh, jadi penasaran lokasi jembatan dan sungai yang dipakai di film itu di mana yaa, haha. Tapi yang pasti, galeri yang dipakai adalah basecamp-nya Kelas Pagi Yogyakarta. Fresh art therapy spot. Gaes, film ini ngasi kamu ide tempat-tempat di Jogja yang asyik buat nge-date, wkwk.
Film ini ringan dan menghibur sebagaimana kamu makan strawberry. Banyak hal-hal segar, sebagaimana straberry. Juga pelajaran terkait relasi antara perempuan dan laki-laki. Cinta memang sebegitu bodohnya, hingga orang mengikuti yang dicintai meski yang dicintai tak memberi respons yang seimbang. Cukup sedih semisal aku ada di posisi Indah (Olivia Jensen), ketika Timur main band, Indah ikut main band. Ketika Timur pindah kerja, Indah ikut pindah di tempat yang sama.
Ya ampun, itu bikin capek sekali, semoga aku tak melakukan hal bodoh semacam itu. Cukuplah Indah menjadi pelajaran. Well, well, well, dikatakan pula kalau cinta itu ada tiga jenis: cinta yang kita semua inginkan, cinta yang datang dan pergi, cinta yang sejati. Indah cukup goblok untuk tinggal di kategori cinta nomer dua. Tak bisa diharapkan.
Tapi ada yang lebih bodoh, memiliki pacar yang serupa Wisnu, yang bilang ke pacarnya sendiri begini: "Apasih yang bisa kamu banggain dari hidup kamu? Karya, apa, karya kamu biasa aja. Tampang kamu, kamu cuma cewek yang merasa paling cantik di dunia." Kalau jadi Aggi (Acha Septriasa), aku sepakat mengatakan mulut Wisnu memang busuk. Udah ngatur-ngatur, gak sabaran, judge-nya tingkat poison dan toxic.
Tapi ya begitulah, banyak perempuan hakikatnya sama: takut ditinggal. Anggi takut ditinggal Timur setelah dia pacaran kanan, pacaran kiri, pacaran tengah. Dan dia tahu belum ada yang sebaik Timur. Tapi Aggi gak tahu apa yang dia mau, dan itu parah banget. Dia seret Timur ke sana, dia seret Timur ke sini, tapi Aggi gak tahu mau ke mana. Dia gak berani ambil risiko. Mbak Anita cukup bijak: "Timur tidak akan pernah sekali seperti mereka (mantan-mantan Anggi yang brengsek-brengsek-pen)."
Tentu Timurlah protagonis di film ini. "Gak, sebenarnya yang kamu takutin itu apa?" Pertanyaan itu nempel banget di kepalaku. Trus disusul suatu resolusi: "Lebih penting komitmen kamu sih. Ya udah, makan ya makan aja. Apa yang ditakutin?" Oke, kakak Timur, noted!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar