Sabtu, 08 November 2025

Catatan Konser Rony Parulian di Summarecon Bekasi dan Taman Literasi Blok M

Parking Ground Summarecon Mal Bekasi

Graeme Simsion dalam novelnya "The Rosie Effect" (Gramedia, 2014), lewat tokoh utamanya Don Tillman menurutku memiliki karakter yang unik. Karakter ini membuatku berkaca pada diri sendiri: nerdy, kaku, logis, rasional, blak-blakan, sangat terstruktur, dan yang paling relevan pribadinya tak bisa mengolah dan merespons emosi dengan baik, tapi bukan berarti dia tak merasa. Justru orang-orang seperti Don yang dianggap aneh oleh orang-orang sekitarnya itu adalah tipe orang yang menampung beban emosional yang lebih berat dibandingkan yang lain. Sejujurnya, aku ingin bilang lewat ilustrasi ini kalau, meskipun aku masih gagap dalam mengelola emosi, bukan berarti aku kehilangan rasa.

Sebagaimana Don yang terstruktur, jadwal konser Rony Parulian bulan Oktober-November yang diadakan di Jakarta sudah kutulis rapi di kertas tersendiri. Jadwal itu kupajang di tembok kos. Sabtu, 8 November 2025, manajemen Rony ambil dua job di Bekasi dan Jakarta sekaligus. 

Tiket acara Neverland Festival Bekasi sudah kubeli sejak lama. Aku beli yang kelas Festival, harga tiket dan pajak daerahnya sekitar 200 ribu. Konser ini cukup aku nantikan karena selain mengundang Rony, promotor juga mengundang line up favoritku lain seperti The Adams dan band-nya Baskara (.Feast, Hindia, Lomba Sihir). Line up lain yang tidak terlalu favorit-favorit amat tapi masih kukenal karyanya dengan baik pas masih sekolah, khususnya pas SMP dan SMA, ada Vierratale; dengan personel Widy Soediro, Kevin Aprilio, dan Raka Cyril-nya itu. Ada satu band lain lagi yang baru kudengar namanya, Rebellionrose. Cukup kaget karena mereka band punk rock asal Yogyakarta (wilayah Sleman-Bantul), padahal udah 7 tahun tinggal di Jakarta, tapi baru tahu. Hihi.

Dari poster dan jadwal tampilnya, aku sudah bisa menganalisis, kalau line up utama adalah band-bandnya Baskara karena ditayangkan pas prime time sekitar pukul 19.10-21.05 WIB. Sementara, puncak line up mereka ada Vierratale, karena ditaruh di akhir--jagoan selalu datang terakhir bukan. Sementara Rony dan Rebellion Rose (RR), dari lay out desain saja sudah ditempatkan di bagian bawah, belum lagi tayangnya di jam yang tidak terlalu strategis. Rony manggung di pukul 15.20-16.40 WIB, setelah itu baru disusul Rebellionrose. Tidak salah, karena promotor juga tak lain latarnya tetap bisnis, barangkali mereka membaca jika rakyat Bekasi memang lebih menyukai karya Baskara dkk, alih-alih Rony atau RR. Ada hukum pasar yang satu lebih profitable dibandingkan yang lain. Wadefak bicara apa itu selera pribadi kalian yang minor. Suara pemenang tetaplah yang mayoritas.

Namun yang jelas, penempatan jadwal ini memberi dampak besar terkait agenda mana yang perlu aku prioritaskan. Tidak selaras dengan promotor Neverland yang mengatur line up-nya sedemikian rupa agar menguntungkan, aku sendiri mengatur jadwalku di Sabtu ini dengan kepayahan, dan berujung pada kerugian. Line up utama di kepalaku cuma Rony, sementara Rony hari ini ada dua jadwal, sementara jarak Summarecon Bekasi dan Blok-M Jakarta paling tidak satu jam (jika tidak macet), kalau macet bisa sampai dua-tiga jam. 

Sayangnya, hari Sabtu ini, aku cukup kepayahan mengelola jadwalu sendiri. Aku punya deadline tulisan yang perlu aku selesaikan hari itu juga. Tulisan itu baru selesai sekitar pukul 14.20 WIB. Satu jam sebelum Rony tampil, sementara aku sejak pagi belum makan, masih rembes belum mandi, dan perlu siap-siap ke stasiun KRL Juanda, transit di Manggarai menuju Bekasi, lalu lanjut Gojek ke Summerecon. Meskipun jadwal makan seadanya, mandi, dan perjalanan transportasi cukup lancar jaya, masalah lain muncul pas sampai di lokasi acara: antre tiket on the spot!

Ada tulisan "Veni, Vidi, Vici" di tas kerasa lucu lagi.

Sabtu itu Kota Bekasi ramai. Jalanan cukup hectic, aku sampai di Summarecon mau pukul empat sore, penampilan terakhir-terakhir Rony. Di gate pintu keluar mobil, terdengar lagu "Butuh Waktu" dinyanyikan. Aku ingin segera lari mengejar konser itu, tapi sayangnya, aku harus mengantre secara mengular. Antrean penukaran tiketnya bukan waktu yang sebentar, kamu bayangkan antrean memanjang paling tidak setengah kilo. Aku udah cari cara biar cepat dengan memotong salah satu kloter, aku tahu ini salah, tapi tetap saja harus berdiri setengah jam! Aku tak membayangkan yang ada di belakangku, barangkali mereka bisa berdiri sampai satu jam! 

Jujur, dari banyak pengalaman nonton konser musik yang kuikuti, ini konser dengan ticketing paling tidak efektif yang pernah kudatangi. Jika di konser lain butuh waktu gak sampai semenit bahkan, lu datang, tunjukin tiket online, scan, kasi gelang, masuk; ini kamu harus antre sampai setengah sampai satu jam. Sementara di sisi lain, kamu mengejar konser idolamu yang sebentar lagi mau selesai, karena kamu telat, karena kamu harus bekerja dan menuntaskan deadline di hari libur. Sedih tapi tidak berdarah. Saking kesalnya, aku sampai kapok gak pengen nonton konser lain yang dibuat si promotor nantinya. Terserahlah kalau dilabeli gimana-gimana, ini bentuk perlawanan personalku karena pihak promotor tidak bisa mengelola pos ticketing dengan baik. Sebaik apa pun line up yang mereka undang, akan percuma jika gak bisa menonton mereka yang kita tuju, bahkan di menit-menit terakhir mereka. Nyesek sih rasanya.

Summarecon Mall Bekasi

Akibatnya apa? Aku gak bisa lihat Rony, bahkan gak bisa lihat Rony dari layar besar yang tak sampai ke bagian antrean di menit-menit terakhirnya. Padahal kamu merasa sudah kejar-kejaran waktu sambil lari-lari dari stasiun ke stasiun. Padahal aku berharap masih bisa lihat wajah Rony, atau ikut nyanyi satu lagu sama Rony. Tapi emang belum takdirnya.

Dari luar panggung, dari lokasi antrean, sejujurnya sudah sejak lama aku membuang ekspektasi pada banyak hal. Prinsip ini sesederhana, apa yang ditakdirkan untukmu tak akan melewatkanmu, apa yang melewatkanmu tak ditakdirkan untukmu. Aku sing along di luar panggung menyanyikan lagu:

  1. Butuh waktu
  2. Mengapa
  3. Satu Alasan
  4. Tak Ada Ujungnya
  5. Pesona Sederhana

Jika promotor dan panitia lebih cerdas sedikit mengatasi antrean, barangkali aku masih bisa menyanyikan lima lagu itu bareng Rony di dalam lokasi acara, bukan di luar lokasi acara. Aku kapok datang ke acara mereka lagi. Sore itu, dengan suasana mendung usai turun hujan, seperti seirama dengan kondisi psikologiku. Apalagi uang tabunganku habis (pasca direnggut scamming), belum gajian, dan seperti tak ada yang menemaniku di kondisi-kondisi seperti ini. Tiket konser ini aku sisihkan dari hasil pendapatanku yang lain. Rony hari ini adalah satu-satunya subjek andalanku buat recharge semangat, tapi semangat itu pun harus direnggut juga oleh pihak promotor yang tidak bijaksana dalam mengelola ticketing. Aku cukup sadar memasuki sirkel kapitalisme tanpa akhir, tapi rasanya di hari itu, tak pernah aku sesedih itu. Aku kemudian mengikuti penampilan line up berikutnya dengan perasaan setengah hati. 

Rony Parulian with the kid
Tak satu pun lagu Rebellionrose yang aku tahu saat aku menyaksikan mereka di atas panggung, setelah masuk mendapatkan gelang. Aku hanya memilih di lahan bagian belakang-belakang, kemudian duduk sendirian, menyaksikan orang-orang banyak yang datang bersama kawan-kawan dan kekasih mereka. Aku sudah terbiasa datang sendirian ke konser, tapi baru sore itu aku rasanya linglung. Pas break solat Magrib, aku melewatkan solat karena situasi yang sudah terlalu crowded. Aku merasa ruang ibadah di acara-acara konser malah tambah menjauhkanku dari Tuhan. Aku saking linglungnya juga keliling tenant food and beverages, padahal aku tahu, aku tak punya uang lagi. Saldoku hanya cukup untuk biaya transportasi pulang dari Bekasi ke Jakarta. Sementara, kamu tahu, harga makanan di acara-acara konser bisa berkali lipat dari harga wajar. Aku cukup memandang makanan yang menggugah selera itu dengan mata sendu karena tak mampu kubeli. Kelezatannya tiba-tiba melonjak drastis berkali-kali lipat. Belum lagi, air mineral yang aku bawa dari kos diminta pihak security untuk dibuang saja. 

Aku lapar, aku sedih, dan rasanya aku tak punya siapa-siapa.

Ale. Ale. Ale.
Aku cukup hidup kembali saat The Adams tampil usai break Magrib. Setidaknya malam ini ada subjek-subjek lain yang masih jadi bagian dari hidupku yang lain, The Adams. Aku bisa lihat sosok Saleh Husein atau kerap disapa Ale di sana, setelah sekian purnama tak bertemu dengannya. Fyi, penting gak penting, tanggal ulang tahunku sama kayak ulang tahun Ale. Malam itu The Adams membawa personel cadangan. Aku cukup sedih juga karena band ini hanya menyisakan tiga personel inti: Ale, Ario, dan Gigih. Bukankah The Adams sudah terbiasa bongkar-pasang personel? Sementara Ario sendiri tak ikut karena sakit kalau tidak salah. Hanya Ale gitaris/vokal, dan bang drummer. Meskipun begitu, personel tambahan yang The Adams bawa malam itu bekerja dengan baik, meskipun secara penampilan keseluruhan di beberapa bagian terlihat keteteran, tapi Ale sendiri sudah terlihat pasrah, bisa konser sore itu saja sepertinya dia sudah bersyukur. 

The Adams
Aku juga respect malam itu Ale masih berdoa untuk Palestina sebelum menyanyikan lagu favoritku, "Timur". Sepanjang catatanku, berikut lagu-lagu yang The Adams nyanyikan malam itu:

  1. Pelantur
  2. Waiting
  3. Selamat Pagi
  4. Kau di Sana
  5. Hanya Kau
  6. Timur
  7. Konservatif
  8. Halo Beni

Nyawaku kembali lagi setelah The Adams tampil. The Adams kini cuma tinggal tiga personel intinya, wkwk. Si paling bisa adaptasi di tengah jedag-jedug ganti personel. Di konser ini pun Ario gak ikut karena sakit. Jadi banyak borong personel dadakan. Puas banget denger Ale teriak di lagu ini, meski vokal personilnya termasuk Ale kurasakan mayan kocar-kacir di konser ini. Sehat² terus Le, Ario, Gigih. Apresiasi untuk penampilan mereka, aku ingin mengutip lagu berikut: 

"Hanya kau yang bisaMemastikan semuaSegala yang kurasaHanya kau yang bisaMengubah semua'Tuk menjadi indah"

The Adams selesai di jam Isya, pukul 19.01 WIB. Aku memasuki waktu-waktu dilema, karena ada konser Dua Generasi di Blok M yang menghadirkan om Ebiet G. Ade dan Rony Parulian. Aku perlu mengambil keputusan cepat, karena jika tidak, aku akan ketinggalan konser Ebiet dan Rony, keduanya, karena jarak Jakarta-Bekasi bukanlah seperlemparan batu. Apalagi jiwa "tidak mau rugi" masih tersisa walau hanya secuil di jiwaku, masak udah beli tiket mahal-mahal cuma sedikit line up yang ditonton? Begitu kata suara hati yang gak terimaan itu. Akhirnya, aku menunggu sampai penampilan .Feast di lagu pertama. Aku perlu menyapa Baskara dari jauh setidaknya, apalagi pas konser Laleilmanino lalu, aku dapat kesempatan untuk wawancara dengan .Feast buat bahan tulisan di Serunai. 

.Feast
Baskara Putra

Feast
Aku pun menunggu .Feast tampil pukul 19.15 WIB. Aku berkata pada diriku sendiri untuk mengikuti 1-2 lagu saja, berikutnya langsung cabut ke Blok M buat nonton Rony di ronde kedua. Sejujurnya, sedikit lagu-lagu hits .Feast yang kukenal, di lagu pertama dan kedua yang Baskara nyanyikan tak begitu familiar. Aku pun memutuskan kembali ke Jakarta. 

Di pintu keluar, gelangku diputus pakai gunting sama panitia. Di luar panggung, aku masih sempat mendengar Baskara menyanyikan lagu "Arteri", yang juga mereka nyanyikan saat di panggung 11 tahun laleimanino and friends. Lagu ini diproduseri oleh Laleilmanino.

Telanjang ku telanjangMenyicipi duniaHatiku berkataSelamat datang di dua tiga puluh
Kau tambal kegagalankuKau masuk ke dalam darahBerdansa dan berserahUntuk sekian jam saja

Selamat tinggal Bekasi. Meskipun hari ini tak mudah, tapi aku sangat berterima kasih atas kesempatan dan pengalaman ini. Kita manusia memang tempatnya salah, tapi selalu ada yang bisa kita syukuri. Terima kasih ya.... 

Taman Literasi Blok M, Jakarta

Ini juga, momen konser yang gak pernah aku lupakan. Aku pernah baca sebuah cerpen yang aku lupa judulnya, entah Ali Akbar Navis atau siapa aku sungguh lupa. Ceritanya aku ingat karena nyesek. Jadi si tokoh utama ini mendapat dua undangan untuk datang ke sebuah kondangan. Tapi jarak dua tempat ini sama-sama jauh dan hanya bisa dicapai dengan dia naik semacam perahu kecil, menyerupai gethek dari kayu. Di sepanjang perjalanan, tokoh utama ini menakar-nakar tentang isi makanan yang dia dapatkan, ketika mau sampai di salah satu tempat, dia malah berbalik arah ke tempat satunya karena dirasa lebih baik. Tapi pas sampai, kondangan itu sudah selesai. Si tokoh utama tidak mendapatkan apa-apa. 

Kira-kira seperti itu ilustrasinya barangkali, meskipun tak persis amat, tapi aku merasa berada ada di dilema yang sama. Terkait memutuskan untuk memilih salah satu tapi di sisi lain juga takut kehilangan moment yang lebih menarik. Naasnya, kedua-duanya tak berjalan maksimal. Aku juga teringat dengan peribahasa, jangan mengejar dua ayam sekaligus. Dan rasanya hari Sabtu ini, aku serasa mengejar dua yam sekaligus, dua-duanya tak kudapat.

Nyanyi di luar pagar
Backstage
Proses itu: Aku ngejar waktu dari Bekasi ke Blok M, setelah pas di Bekasi gak dapat momennya Rony tampil karena nyelesain deadline kerjaan, dan pas sudah sampai ticketing-nya kacau. Lalu pas pulang habis The Adams dan .Feast manggung, di jalan dapat ojol yang melaju kek orang mabok, nyerempet² garis batas jalan, sampai jumpa tabrakan yang buatku merinding sekujur badan. Jalur yang dipilih si driver ojol ini kuperhatikan juga muter-muter. Pas sampai Blok M, gak tahu lagi mo lewat mana buat nonton konser Rony. "Pesona Sederhana" jadi lagu terakhir yang dinyanyikan Rony malam itu, dan sudah senang banget bisa sing along di luar pagar. Ya Allah, gini doang udah happy banget. Aku nyanyi sambil menangis.

 

Dedikasi to the max itu menghasilkan moment yang gak kuduga. Ternyata tempat luar pagar itu dekat sama backstage. Teriak manggil nama Rony, dianya nengok dan melambaikan tangan. Ah meleleh... Wkwk. Kok dia sepeka itu, haha. Aku merasa senang sekali dia nengok, keberadaanku semacam divalidasi, meskipun setelahnya kesedihan hidup datang lagi. Namun moment singkat itu memberiku kenangan yang jauh lebih panjang. Makasi Rony. Aku juga bangga kamu hari ini bisa duet bareng salah satu penyanyi legendarisnya Indonesia, Ebiet G. Ade. Kamu juga pas kulihat di Instagram sangat santun sekali pada oranguta. Aku bangga Rony sama kamu!

Berikut galeri foto Rony dari Instagram Rony dan WeR1:

Ini sih gongnya. 

Santun banget adek genziku. 

Menyala adekku Rony!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar