Kamu mungkin terbiasa berpikir bahwa kebahagiaan adalah
efek dari apa-apa yang kamu lakukan. Misal hadiah dari kerja keras,
perasaan karena melakukan hal baik, mendapat keberuntungan, dll,
daripada mengartikan kebahagiaan simply dari apa yang terjadi pada kamu.
Bagi
Mihaly Csikszentmihalyi, kebahagiaan merupakan kondisi yang
dipersiapkan, dikembangkan, dan dipertahankan secara pribadi oleh setiap
orang. Secara pengertian fenomenologi, kebahagiaan merupakan
kesengajaan afektif dan melibatkan kontak dengan objek.
Kebahagiaanlah
yang menimbulkan hal-hal yang menjanjikan. Ketika suatu hal
menjanjikan, orang akan berjuang untuk itu; janji kemudian
diedar-edarkan. Dan di sinilah logika kebahagiaan berjalan, kamu
melakukan lebih dari sekadar membuat janji, tapi juga mengikuti jalan
kebahagiaan dengan menutup mata pada malapetaka yang mengikutinya.
Semisal
janji-janji umum: menikah itu bahagia, pacaran itu bahagia, kerja itu
bahagia, dlsb. Apakah itu memang benar-benar membahagiakan?
Tawaran
lain dari feminist killjoy adalah tentang sejarah kebahagiaan dengan
menghadirkan pemahaman baru tentang sejarah ketidakbahagiaan.
Sara
lagi-lagi mengambil posisi lain dengan mempertimbangkan mereka yang
dibuang atau mereka yang dianggap sebagai pembuat onar, celaka, orang
asing, pembangkang, dan pembunuh kebahagiaan. Sara menyebut arsip yang
dia gambarkan ini sebagai "arsip tidak bahagia". Arsip tidak bahagia ini
merakit dirinya melawan sejarah kebahagiaan.
Subjek feminis ini
tidak hanya membicarakan hal-hal yang tidak menyenangkan (feminist
killjoy), tapi juga mengungkap bagaimana kebahagiaan dipertahankan,
dengan menghapus tanda-tanda yang seolah tak terlibat. Feminis memang
membunuh kebahagiaan dalam arti tertentu: mengganggu khayalan bahwa
kebahagiaan dapat ditemukan di tempat-tempat tertentu. Kegagalan untuk
bahagia merupakan sabotase dari kebahagiaan orang lain. Feminis bisa
menjadi the stranger di meja kebahagiaan.
***
Sejarah kebahagiaan dipertanyakan dengan pertanyaan puitis dari Darrin M. McMohan: bagaimana kamu menulis sejarah tentang sesuatu yang sulit dipahami, tak berwujud (bahkan bukan tentang benda ini, harapan ini, rindu ini, atau mimpi ini)? Konsep tentang ini akan memberikan jawaban yang kompleks dan berbeda-beda. Namun yang pasti, McMohan menjelaskan sejarah kebagian versinya sebagai suatu "sejarah intelektual". Sara mengkritik ini, karena baginya itu sama saja dengan menjadi buta terhadap perbebdaan penting dalam sejarah sebagai perbedaan yang bermasalah.
Jika kebahagiaan adalah sejarah intelektual, ini sungguh mengejutkan karena konsistennya sejarah ini. Terlebih pada satu hal: kebahagiaan adalah yang memberi makna, tujuan, dan keteraturan pada keberadaan manusia. Siapa pun ingin bahagia, menurut Kant ini adalah kebutuhan makhluk yang terbatas dan rasional. Sayangnya gagasan tentang kebahagiaan ini tak pasti, manusia tak bisa mengatakan secara pasti dan konsisten apa yang sebenarnya diinginkan (happiness: a wish, a will, a want).
Sejarah feminis memiliki jawaban alternatif terkait sejarah kebahagiaaan dengan menangguhkan keyakinan bahwa kebahagiaan adalah hal yang baik, sebagaimana yang ditangguhkan oleh Simone de Beauvoir dalam The Second Sex. Beauvoir berpendapat: tidak helas arti bahagia, tak ada kemungkinan mengukur kebagaiaan orang lain, dan nilai-nilai sebenarnya mungkin disamarkan. Meski mudah menggambarkan situasi bahagian ketika seseorang bisa menempatkan diri mereka. Kebahagiaan menerjemahkan keinginan ke dalam politik angan-angan yang menuntut orang lain hidup sesuai keinginan.
***
Feminis menunjukkan bagaiamana keinginan kebahagiaan disimpan di tempat-tempat tertentu. Misalnya kritik feminis terhadap sosok ibu rumah tangga yang bahagia. Betty friedan dalam The Feminine Mystique berpendapat: ibu rumah tangga bahagia adalah sosok fantasi yang menghapus tanda-tanda tenaga kerja di bawah tanda kebahagiaan. Klaim bahwa perempuan bahagia ada di balik pekerjaan mereka berfungsi untuk membenarkan bentuk-bentuk kerja gender dan ekspresi keinginan kolektif--alih-alih sebagai produk alam, hukum, dan tugas.
Ini tidak mengatakan bahwa feminis tidak bahagia, mereka mungkin bahagia.Lebih pada situasi yang tidak membuat bahagia seperti kekerasan, kemarahan perempuan kulit hitam seperti yang ditulis oleh Audre Lorde dan Bell Hooks. Kemarahan perempuan kulit hitam ini dijelaskan sebagai killjoy (orang yang suka merusak kesenangan orang lain), kritik atas feminis kulit putih.
Sebagai feminis, seseorang sudah siap dibaca sebagai perusak seseuatu yang dianggap oleh orang lain bukan hanya baik tapi juga penyebab kebahagiaan. The feminist killjoy merusakan kebahagiaan orang lain, dianggap menolak berkumpul, menjadi asal perasaan buruk, sebagian merusak suasana. Oh here she goes!
Satu yang menjadi garis
tebal saya secara pribadi: “[f]eminists have already refused to give up
desire, imagination, and curiosity for happiness.” Kebebasan untuk
bahagia berarti juga bebas untuk menghindari keterkaitan dengan apapun
yang mengkompromikan kebahagiaan. “And kill joy we must, and we do.”
Ahmed, S. (2010).
Killing Joy: Feminism and the History of Happiness. Signs Journal of
Women in Culture and Society, 35(3), 571–594.
Selengkapnya: https://www.jstor.org/stable/10.1086/648513
Tidak ada komentar:
Posting Komentar