Minggu, 08 Juni 2025

Perjalanan Bersama Shraddha Ma ke Rumah Bu Itoh dan Mas Saenuri

Hari ini saya dan Shraddha Ma pergi ke rumah Bu Itoh di Kampung Cogreg, Desa Kebon Cau, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang. Dari kos saya di Petojo, naik motor bisa ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Namun, hari ini saya dan Shraddha Ma pergi bersama menggunakan Gocar. Dari Kemayoran, kami melewati tol menuju arah Bandara Soekarno-Hatta. Sebelum bablas ke bandara, mobil berbelok ke kiri. 

Rumah Bu Itoh letaknya barangkali sekitar delapan kilometeran dari bandara, wilayah periferi dan satelit. Kami melewati gang-gang kecil, area ladang dan persawahan, parit dengan aliran yang tak terlalu deras, dan perumahan masyarakat sekitar. Di sepanjang jalan perkampungan itu kami memuji perjuangan Bu Itoh yang rajin sekali mengikuti retret di Taman Rempoa. Bu Itoh kami bayangkan harus berganti-ganti kendaraan untuk mencapai lokasi retret. Jarak baginya bukanlah halangan jika hati telah berkomitmen.

Rumah Bu Itoh tak jauh dari Masjid Al-Hidayah. Rumah itu berwarna depan kuning kunyit, berpagar hitam, dengan tembok dalam berwarna putih. Ada juga semacam gezebo dengan tanaman mangga di depannya. Saat kami datang, ternyata di sana Bu Dena sudah datang terlebih dahulu mengendarai mobil. Beliau datang jauh pula dari kediamannya di Bekasi.

Kami berkumpul di ruang tamu. Tak lama kemudian, banyak anak kecil yang ikut berkunjung ke rumah Bu Itoh. Anak-anak itu bernama: Wawa, Kyla, Dela, Dila, Yola, Aura, Hafiz, Alif, Al, dan anak-anak Bu Itoh. Awalnya mereka bermain, kemudian ikut bergabung mendengarkan Shraddha Ma yang mendongengkan tentang kisah Lima Orang Buta dan Seekor Gajah. 

Kisah itu secara singkat menceritakan tentang lima orang buta yang memegang bagian dari tubuh gajah yang berbeda-beda. Orang buta pertama memegang kaki gajah dan menganggap itu mirip pohon. Orang buta kedua memegang ekor dan menganggap itu mirip tali. Orang buta ketiga memegang belalai gajah dan menganggap itu mirip ular. Orang buta keempat memegang kuping gajah dan menganggap itu seperti kupu-kupu yang bergerak-gerak. Orang buta kelima naik ke punggung gajah dan menganggap bentuknya menyerupai gunung.  

"Dari lima orang itu siapa yang benar?" tanya Shraddha Ma kepada anak-anak.

Wawa, salah satu anak perempuan yang pemberani menjawab, "Semuanya salah..."

Lalu Shraddha Ma menjawab, "Mereka semuanya benar, hanya kebutaan matanyalah yang membuat mereka berpikir seperti itu. Bagian yang berbeda, anggapan berbeda." Menyesuaikan konteks anak-anak, Shraddha Ma bercerita, kepada sesama teman tak boleh saling menyalahkan, marah-marah, dan berantem. Anak-anak perlu memahami dari sudut pandang yang berbeda. Bukan tentang mencari kesalahan, tapi memahami ketidaktahuan sendiri.

Di rumah Bu Itoh

Shraddha Ma juga mengajarkan meditasi kepada anak-anak tersebut dengan meletakkan tangan kiri ke dada, menutup mata, dan melantunkan nama Tuhan (Allahu Akbar) selama kurang lebih lima menit. Anak-anak itu sangat antusias, wajah-wajah mereka terlihat murni dan tanpa beban. Apalagi pas mengajari Hafiz, awalnya matanya ditutup seperti tepaksa, lalu Shraddha Ma memintanya rileks. Awalnya dia juga bernafas dengan lucu sambil bersuara melalui mulut, dada dikembangkan, lalu Shraddha Ma memintanya untuk santai. Shraddha Ma juga berdoa bersama, agar anak-anak bisa berlaku baik dengan teman-temannya, jangan suka berantem, dan lebih rajin tersenyum pada orangtua dan guru. Tak lupa rajin beribadah.

Kunjungan itu selesai sekitar siang. Kami bertiga (Shraddha Ma, Bu Dena, saya) menuju ke rumah Mas Saenuri dan istri di darah Curug Wetan, Kabupaten Tangerang, Banten. Kami berangkat dengan naik mobil Bu Dena dengan jarak sekitar 30 km yang ditempuh kurang lebih di map sekitar satu jam. Kami sempat makan siang terlebih dahulu pula di sekitar setengah perjalanan.

Makan Siang
Kami sampai di rumah Mas Saenuri dan keluarga sekitar pukul dua siang. Rumah Mas Saenuri terletak tak jauh dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Curug Wetan. Kami disambut oleh istri, seorang saudara Mas Saenuri, dan dua anak perempuannya yang cabtik dan lucu-lucu. Kami berada di ruang tamu, dan di sana kami disuguhi makanan yang enak sekali. Setelah Bu Dena dan saya salat, kami yang sudah makan siang sebelumnya dengan menu salad buah, salad sayur, dan macaroni jadi lapar lagi dan makan kembali. Kami menyantap hidangan godogan hasil bumi (kacang, pisang, ketela, dll) dan kupat bumbu kacang. 

Di rumah Mas Saenuri
Shraddha Ma yang kuingat berkata, "Makanan yang paling enak adalah makanan yang dibuat dengan hati yang tulus. Masakan ini enak karena dibuat dengan hati. Beda dengan makanan komersil yang kita gak tahu chef yang memasak emosinya sedang bagaimana? Untuk itu, lebih disarankan makan masakan rumah, karena itu dibuat dengan cinta."

Sebelum makan, Shraddha Ma juga memimpin doa, berterima kasih untuk makanan dari Tuhan yang kami dapatkan. Semuanya dari Tuhan. Terima kasih pula kepada petani yang sudah menanam, pada yang merebus, pada yang memasak, terima kasih. Shraddha Ma juga sempat melakukan video call bersama Tante Chika, Ustad Hasan dan Tante Novi. Kami saling berbagi kabar dan cerita.

Setelah itu, kami juga sempat melakukan meditasi sebentar selama lima menit dengan dipimpin oleh Shraddha Ma. Sekitar hampir pukul 3 sore, kami pun kembali ke Jakarta. Saat pulang, kami juga memuji perjuangan Mas Saenuri yang sangat rajin ikut retret. Dia tak melihat jauh atau dekatnya, tapi ketulusan dan kebaikan justru memberi energi yang sangat luar biasa. Namaste. πŸ™

Jakarta, Minggu, 8 Juni 2025 

6 komentar:

  1. Your writing didn’t just describe a visit — it invited me into a wonderful experience 😍. Your words don’t just tell a story — they carry wisdom. Thank you for sharing something so uplifting in such a gentle, powerful way. πŸ™❤️

    BalasHapus
  2. sukaaa sekali, tulisan khas liputan wartawan. Seolah yang tidak ikut berasa hadir di situ. Berisi capture demi capture moment kunjungan Shradama, Bu Dena dan Isma πŸ₯° Erly

    Luar biasa mbak Isma, makasih sudah mendeskripsikan rasa via balutan kata-kata yang indah dari home visit ke mas Zaenuri dan bu Ithoh. It's a beautiful approach, heart to heart. 🫢🏼✨ Novi

    Luar biasa , Isma
    Xxx Chika

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you Bu Erly, Mbak Novi, Tante Chika ❤️

      Hapus
  3. Terimakasih isma. Tulisan ini seperti aliran enegi yg mendorong ke hati agar lebih giat lagi membina diri...
    Juga Ketulusan hati shraddha ma dan teman2 untuk menyampampaikan kasih begitu terasa.. semoga isma selalu sehat.. dimudahkan dalam segala cita...salam kasih...

    BalasHapus