Selasa, 17 Juni 2025

Catatan Buku "The Great Divorce" Karya C.S. Lewis

Hai Pak Lewis, Pak Jack, kita bertemu lagi untuk kesekian kalinya. Saya mengagumi karya-karya Bapak, bahkan di banyak cara. Seperti juga buku "The Great Divorce" (Perceraian Agung) ini, yang kubayangkan awalnya sebagai perceraian dua manusia, tetapi salah, perceraian antara manusia dengan yang maya, sehingga dia bisa mencapai cahaya Illah. Kau membuka tulisan fiksi ini dengan indah sekali Pak Lewis, (mengutip Blake) kau menyebut pernikahan antara surga dan neraka, lalu keduanya bercerai. Entah apa masalahnya, tapi keduanya bercerai. 

Kau menulis buku ini pada April, 1945. Ada 14 bab, dan aku akan menceritakan ulang kepadamu tentang isi buku yang kutangkap. Semoga kau bisa mengerti, tapi aku yakin, sebagaimana buku ini kau persembahkan untuk Barbara Wall sebagai "ahli Taurat yang terbaik dan paling sabar", kukira buku ini juga kau persembahkan pula padaku. Sebab aku membacanya, sebagaimana sebuah surat yang ditulis oleh seseorang, sang penerima sejati akan selalu membacanya sampai akhir bukan? Nah, aku yakin, Tuhan pun tahu, buku ini juga kau tujukan padaku.

Pak Lewis, aku sangat terhibur ketika kau menceritakan tentang seseorang yang melakukan perjalanan (tokoh utama ini kubayangkan seperti wajah dan fisikmu yang kulihat di Google) menggunakan sebuah bus. Tokoh ini menuju dunia antah-berantah, yang dunia dan materinya bisa berubah sesuai dengan keinginan. Negeri ini juga tak punya waktu tetap, waktu seperti sama, kelabu. Di setiap pemberhentian selalu ada cerita, ada pula penjual waktu, penjual masa depan. Di dunia ini, orang tak butuh lagi materi, bahkan mereka bisa hidup hanya dari keinginan saja. Di awal-awal kau juga bercerita tentang banyak pertikaian antar manusia yang hendak naik ke dalam bus yang membawa mereka ke dunia fatamorgana.

Lalu, kisah perlahan mulai berkembang. Ada 14 cerita yang entah bersambung atau tidak, tapi tokoh utamanya bertemu dengan seorang guru yang juga adalah seorang petapa. Aku membayangkan petapa itu seperti Shri Ramakrishna dalam tradisi Advaita Vedanta. Kau bertemu dengannya di sebuah hutan. Di buku ini kau menulis banyak sekali kisah-kisah hantu yang hidupnya tidak tenang di alam akhirat, dan roh bercahaya yang memberikan kebijaksanaan. Roh-roh bercahaya ini berkata seperti meniru Alkitab saja. Beberapa kisah yang kuingat seperti seorang ibu yang begitu mencintai anaknya seperti orang buta, bahkan jika Tuhan sebenarnya lebih sayang padanya, tapi ibu itu hanya peduli pada egonya sendiri.  

Kau juga bercerita tentang orang-orang kurus tak terawat, yang terlalu sibuk bekerja, lupa akhiratnya. Imaji-imaji seputar dunia Narnia juga hadir, semisal pohon yang punya sifat seperti manusia. Kisah-kisah tentang orang besar dan sopir, kisah manusia yang berwujud dan tidak berwujud, kisah Dick, pertanyaan tentang iman, hantu bertopi bundar, kisah rumah tangga yang berantakan, dll. Kau juga mengutip banyak tokoh dari Blake, Cowper, Aristoteles, obrolan yang sangat-sangat panjang tentang neraka, bahkan kau seingatku bilang jika neraka itu kecil banget, bahkan dia bisa hilang di depan makhluk yang bercahaya. 

Jujur, aku pribadi berat membaca ini Pak Lewis, aku belum bisa menangkap maksud bukumu ini secara lebih dalam. Aku juga sangat suka manifestasi kalimatmu ini:

Buku ini dengan baik dan fiksional mencerminkan tentang konsepsi Kristen akan surga dan neraka. Aku membaca narasi lain tentang bukumu ini Pak. Bahwa buku ini tentang perjalanan sekelompok jiwa (roh) yang naik bus dari kota bau-abu (neraka) menuju tanah pegunungan (surga). Penumpang disambut oleh makhluk-makhluk bercahaya, simbol jiwa yang telah masuk dalam kebenaran, dan membujuk penumpang meninggalkan: ego, luka, dendam, kepalsuan, agar bisa menuju reralitas sejati (Tuhan). Namun, sebagian besar hantu ini menolak dan memilih untuk mempertahankan harga diri, rasa benci, ambisi, obsesi, merasa hina untuk diampuni, kenangan, memori, imajinasi. Kau juga memberi kesan jika surga dan neraka itu bukan geografi, tapi kondisi jiwa. Jiwa kosong begitu sombong ingin mengendalikan Tuhan. Mereka memegang erat kepemilikian, padahal kasih sejati meniadakan kepemilikan.

Oh, Pak Lewis, aku ingat, buku ini kau tulis seperti menulis sebuah mimpi (semi-fiksi spiritual), kau menulis begitu banyak dialog filosofis dan teologi (yang sepertinya perlu aku baca bula di buku Dante "Divina Commedia" dan John Bunyan "The Pilgrim's Progress"), karaktermu yang unik di sini bukan karakter penuh dalam arti psikologis, tapi hanya perwakilan dari tipe-tipe sikap batin manusia. Pak, kau sekarang di mataku seolah ingin meniru gaya Tuhan menulis (haha, kau tertawa), karena aku tahu ini bukan cerita biasa, tapi parabel filsafat dan teologi. Setiap karakter ghost di sini tak bisa diikuti secara literal, tapi perlu ditafsirkan. 

Semisal tentang Kota Abu-Abu (Grey Town) sebagai kondisi pikiran yang sempit, gelap, penuh konflik, dan bus jadi rahmat yang membawa ke tempat lebih tinggi. (Btw, kenapa Bus? Pak Lewis...) Banyak intelektual yang nyaman di zona ego, mereka skeptis, narsis, dan selalu kusaksikan di mana-mana Pak, mereka seolah tak butuh Tuhan!  

Dan mungkin Pak Lewis akan berkata padaku: "Isma, aku ingin kau tahu bahwa aku menulis bukan karena aku yakin sepenuhnya akan kebenaran pikiranku, melainkan karena aku dikejar oleh cahaya samar, oleh bayangan surga yang menuntut diriku untuk jujur. Dan ketika kau menuliskan kegamanganmu, mengakui bahwa kadang-kadang ego sendiri lebih menenangkan daripada kasih yang total, aku tahu: kau sudah tiba di ambang pintu yang sebenarnya." 

Yang kusuka: Bagaimana CS Lewis membahasakan inti dari Alkitab denga cara yang sederhana.  

Kutipan:

"Aku tidak peduli jika orang lain tidak tahu." (p. 23) 

"Ia kehilangan pegangan. Ia tak siap berusaha." (p. 28) 

"Aku merasa hal-hal ini harus dibahas secara sederhana, serius, dan penuh hormat." (p. 29) 

"Menerima keinginan setengah sadar; hijau pupus; pohon aras; salvasionisme; realitas statis siap saji; fakta yang kekal, Bapak dari semua kefaktaan; 

"Keselamatan (dari bahasa Latin: salvatio , dari salva , 'aman, diselamatkan') adalah keadaan diselamatkan atau dilindungi dari bahaya atau situasi yang mengerikan. Dalam agama dan teologi, keselamatan umumnya mengacu pada pembebasan jiwa dari dosa dan konsekuensinya."

"Seorang pemabuk mencapai titik dimana (untuk sejenak) ia benar-benar percaya bahwa satu gelas minuman lagi tidak akan berbahaya..." (p. 31) 

"Jika tidak ada yang dituju, maka tidak ada yang diharapkan." (p. 32) 

"Hantu-hantu sastrawan menunggui perpustakaan publik untuk melihat apakah ada yang masih membaca buku-buku mereka." (p. 55) 

"Tidak hanya lembah ini tetapi juga semua masa lalu di dunia ini akan menjadi Surga bagi mereka yang diselamatkan. Tidak hanya masa-masa gelap di kota itu, tetapi seluruh hidup mereka di Bumi juga akan dianggap Neraka oleh orang-orang yang terkutuk." (p. 56) 

"Surga adalah kenyataan itu sendiri. Semua yang nyata bersifat surgawi." (p. 58) 

"Pilihan setiap jiwa yang terhilang dapat diungkapkan dalam perkataan 'Lebih baik memerintah di Neraka daripada melayani di Surga'. Selalu ada sesuatu yang ingin mereka pertahankan meski harus menderita." (p. 58) 

"Pada akhirnya, hanya ada dua jenis manusia: mereka yang berkata kepada Allah, 'Jadilah kehendak-Mu', dan mereka yang kepadanya Allah berkata, 'Jadilah kehendakmu.' Semua yang ada di neraka memilih yang terakhir." (p. 61) 

"Mereka menakut-nakuti supaya mereka tidak takut." (p. 66) 

"Kau bisa menikmati karya orang lain sama seperti karya sendiri; tanpa kesombongan atau kerendahan hati." (p. 69) 

"Harus ada yang menjaga masa depan seni." (p. 71) 

"Seorang wanita yang pintar selalu dapat berbicara." (p. 75) 

"Pertama-tama kau ada sebagai makhluk ciptaan Allah. Hubungan itu lebih lama dan lebih intim. Dengar, Pam! Ia juga mengasihi, Ia juga menderita, Ia juga telah lama menantin." (p. 81) 

"Kau tidak dapat mengasihi sesama sampai kau mengasihi Allah." (p. 81) 

"Semua perasaan itu suci bila Allah menguasainya. Semua perasaan ini jahat bila berdiri sendiri dan menjadikan dirinya berhala." (p. 82) 

"Hanya Satu saja yang baik, yaitu Allah. Semua yang lain baik bila melihat kepada-Nya dan jahat bila berbalik dari-Nya." (p. 87) 

"Hawa nafsu hanyalah sebuah pembisik yang miskin, lemah, dan cengeng bila dibandingkan dengan kekayaan dan energi yang akan bangkit bila hawa nafsu telah dibunuh." (p. 93) 

"Kasih yang berlebihan katamu? Tidak ada yang berlebihan, yang ada kekurangan. Ia terlalu sedikit mengasihi putranya. Jika ia mengasihinya lebih besar, maka ia tidak akan menemui kesulitan." (p. 93) 

"Mencintaimu tapi hanya dalam kadar yang rendah.... Hanya ada sedikit cinta yang nyata di dalamnya. Tetapi apa yang kita sebut cinta di sana hanyalah kerinduan untuk dicintai. Pada dasarnya aku mencintaimu demi kebaikanku sendiri: karena aku membutuhkanmu." (p. 101) 

"Sekarang aku sudah mempunyai segalanya. Aku sekarang penuh, tidak kosong. Aku jatuh cinta kepada-Nya, tidak lagi kesepian. Kuat, tidak lemah. Kau bisa mengalami hal yang sama. Datang dan lihatlah." (p. 102) 

"Terang kami dapat menelan kegelapanmu, tetapi kegelapanmu tidak dapat memengaruhi terang kami... Apakah kau mengira kasih dan sukacita akan tunduk kepada gerutuan dan keluh kesah?" (p. 106) 

Judul: The Great Divorce (Perceraian Besar) | Penulis: CS Lewis | Penerjemah: Philip Manurung | Penerbit: OMID Publishing House | Jumlah Halaman: x + 118 | Cetakan: Pertama, Agustus 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar