Kamis, 08 Agustus 2024

Pengalaman Les Bahasa Jepang di Evergreen Jakarta (Part 3)

Tulisan ini lanjutan dari Part II.

Les Minggu VII - 24 Juli 2024

Pelajaran Minggu VII
Usai 1,5 bulan belajar bahasa Jepang, kukira belajar bahasa pun ada masa di mana kita merasa up, tapi juga ada masa di mana kita merasa down. Dan aku mengaku jika belajar bahasa Jepang itu susah, atau belajar bahasa apa pun itu tanpa pembelajaran yang konsisten akan susah. Di les minggu ke-VII, Sensei kami memberikan kertas ujian--yang untungnya adalah open book, dan keringanannya lagi, tes itu bisa dibawa pulang. Aku tak bisa membayangkan jika close book, mungkin hanya part tiga ketika menulis Hiragana saja yang benar-benar bisa kukuasai. Aku pun sadar, aku belum panda di menerjemahkan, yang itu artinya ada dua kemungkinan: (1) aku miskin kosa kata Jepang, (2) aku tidak menguasai grammar dengan baik. Lalu, mari kita cari akarnya kenapa ini terjadi? Sepertinya, aku kurang konsisten belajar bahasa Jepang, setidaknya mendedikasikan beberapa jam setiap hari untuk mengulik terkait Jepang.

Les Minggu VIII - 31 Juli 2024

Marugoto
Minggu ini rasanya menjadi minggu terberatku selama belajar bahasa Jepang di kelas. Turning point itu terjadi ketika membaca modul yang isinya full Hiragana, lalau Sensi menanyai kami satu-satu terkait buku itu dengan tanya-jawab. Aku merasa blank dan susah merangkai kata-kata karena dua kemungkinan di atas (kosakata dan grammar), belum keselesaikan dengan baik. Entah kenapa aku sedih dan merasa tertinggal dengan teman-temanku yang lain. Raffi-san, Steven-san, dan Aulia-san belajar dengan cepat, sementara aku seperti siput merangkak. Di sisi lain, kawan sebelahku Boim-san, dua kali berturut-turut tak masuk, dan pada minggu setelahnya pun dia tak masuk. Aku bertanya pada Bapak bagian administrasi, dan dia bilang, Boim-san tak memberi kabar. Ya, sudahlah, aku tak tahu alasannya, tapi aku berdoa kelas ini tak kehilangan anggotanya. Aku ingin menghadapi kesulitan belajar bahasa Jepang di kelas bareng-bareng. Hari ini pula, Pak Sugita Chandra, pemilik Evergreen mengirimi e-mail terkait pendidikan bahasa di Jepang--sembari bisa kerja sampingan. Sayangnya, biasa untuk sekolah dan hidup pun tak kalah cepat, aku kemudian ciut.

Les Minggu IX- 7 Agustus 2024

Cari yang seri pemahaman gak ada di Gramed

Hari ini, Sensei Jovan membagikan hasil ujian dua minggu yang lain. Nilaiku 72, ya, secara jumlah kalah sama teman di depanku Raffi-san yang bisa lebih dari 90, hampir sempurna. Kondisi ini membuatku tertekan, ketakutanku satu: aku tak bisa mengimbangi yang lain meski aku telah berusaha. Ya, aku telah berusaha belajar secara intensif. Aku juga mencari literatur belajar bahasa Jepang dari cari buku di Gramedia sampai toko buku bekas di Senen. Sampai aku kenalan sama seorang ketua sekolah sebuah Lembaga Pelatihan dan Keterampilan (LPK) Jepang di Jakarta. Beliau bercerita terkait sistem kerja ke Jepang, yang harus setidaknya lulus JLPT 5/4 untuk kerja di bagian perawatan (panti jompo), pertanian, pabrik, dlsb. Aku kenal beliau dari bapak yang jualan buku bekas di Senen.

Aku tak menyangka ternyata biaya masuk LPK besar banget, dan itu pun gak ngejamin siswanya bisa lulus JLPT 5/4 kemudian berangkat Biaya les bahasa full Senin-Jumat jam 8-4 sore selama tiga bulan sebesar 15 juta. Belum lagi administrasi, paspor, pesawat, dlsb. Karena ada kasus yang setelah diberangkatkan, bahasanya gak memadai, akhirnya si perusahaan komplain dan yang kena adalah LPK-nya, kena sanksi ini dan itu, termasuk soal pembatasan. Si Ketua LPK ini juga berseloroh, pemerintah mewajibkan keberangkatan ke Jepang hanya melalui LPK, tidak bisa dilakukan sendiri. Terus, karena usiaku juga yang udah 31, sementara rata-rata syarat di bawah 30, dia memintaku untuk cepat-cepat kalau emang mau kerja di Jepang. Aku benar-benar gak habis pikir dengan batasan usia di kantor-kantor di mana pun negaranya. 

Si Ketua LPK itu juga bilang, gaji di Jepang sekitar 15-an juta dan untuk perempuan lebih rendah dibandingkan yang laki-laki. Misal, kalau perempuan 15 juta, laki-laki 16 juta. Hal penting lainnya, dia sempat bilang, belajar bahasa Jepang jangan ada dibuat beban atau tekanan dulu, nanti malah gak masuk, karena selamat tiga bulan itu ada yang molor sampai 6, 8, 9, 12 bulan atau lebih dari itu. "Tergantung kemampuan anaknya jua," katanya. Lalu aku coba searching berbagai LPK di Jakarta, dan aku menemukan ternyata banyak. Ketika baca ulasan-ulasannya, Ya Allah, banyak LPK yang udah buruk duluan di kepalaku karena ada yang menahan gaji, ada kekerasan, ada senioritas, dlsb. Satu LPK yang menurutku bagus review-nya adalah LPK Bangkit Indonesia, dan LPK ini dapat penghargaan LPK terbaik nomor 2 di Indonesia.

Pelajaran Minggu IX
Oh iya, di minggu ini materi dan grammarnya semakin sulit. Semoga aku bisa memahaminya dan bersahabat dengannya dengan baik. Aamiin. 

Tulisan ini berlanjut ke Part IV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar