Sabtu, 31 Agustus 2024

Catatan Buku #11: Kim Sae Byoul & Jeon Ae Won - Things Left Behind (2022)

Saat pertama megang buku ini, udah ada isyarat kalau aku harus membacanya. Tema-tema yang berkaitan dengan ruh, spirit, kehidupan pasca-kematian jadi salah satu savana bacaanku, aku tertarik karena percaya hal seperti ada. Dan setelah membacanya, ternyata aku tak butuh lama menghabiskan buku berteman 200 halaman ini, dua hari di tengah pekerjaan cukup. Buku ini kabarnya juga menginspirasi serial drakor "Move to Heaven". 

Genre buku slice of life, bagaimana penggalangan hidup sehari-hari diceritakan. Kim Sae Byoul adalah CEO perusahaan yang bergerak di bidang membersihkan dan membereskan barang-barang peninggalan orang meninggal--serta membantu almarhum pindah ke surga (begitu keyakinannya). 

Klien-klien mereka kebanyakan adalah orang-orang yang mati bunuh diri, mati karena usia tua dan kesepian, mati kecelakaan, mati dibunuh, mati karena tindakan kriminal dan peristiwa kejahatan. Sementara itu, Jeon Ae Won adalah karyawannya, manager perusahaan, ibu satu anak yang tak takut dengan stigma masyarakat Korsel terkait pekerjaan aneh, tapi berpotensi bisnis itu. 

Buku ini ditulis murni dari pengalaman keduanya, terutama Kim Syae Byoul, banyak kisah yang mengundang tangis, perasaan nano-nano sebegitu jahatnya manusia, fakirnya kasih anak ke orangtua yang vis a vis dengan kasih sayang orangtua yang tak putus dan selalu memberi, beberapa kisah yang menyentuhku secara personal dan kuingat:

  1. Pemuda kedokteran gigi Universitas Seoul yang berprestasi dan bunuh diri karena kesepian, jauh dari ibu, dan menjalani cita-cita tidak sebagaimana mimpinya di bidang seni, menulis lagu, dan memainkan gitar.
  2. Seseorang yang mati di rumah penuh tumpukan sampah, dan dia biasa menganggap itu sebagai kenyamanan.
  3. Anak yang membunuh ibu kandungnya sendiri secara sadis karena dipaksa untuk selalu dapat rangking pertama di setiap kelas dan kompetisi, jika tidak akan disiksa.
  4. Seorang pacar yang tak tahu diri, dikasi tumpangan malah nglunjak, malas-malasan dan bertindak sesukanya, hingga dia membakar rumah pacarnya itu. Adik si pacar meninggal di dalam rumah semacam apartemen ketika tidur sehabis pulang kerja.
  5. Tiga anak yang hanya menginginkan surat warisan tanah rumah dan uang, tapi tak sedih ketika orangtua mereka meninggal.
  6. Seorang nenek yang hidup tekun, membuat origami, dan mati di kamar mandi.
  7. Seorang bapak yang mencuri karena merasakan hidupnya kesepian, diceraikan istri, dan tak dipedulikan lingkungan.
  8. Perempuan muda sempurna fisik dan finansialnya, tapi meninggal tragis sebagai paranormal ditemani anjingnya yang matanya pecah. Anjing ini akhirnya diadopsi penulis dan dinamai Shong-i, sementara itu ada anjing lain bernama Choco yang dirawat di rumah penulis juga dari seorang pemiliknya yang telah menjadi almarhum dan mati tragis.
  9. Seorang bapak yang tak mau merepoti anak perempuannya, gak mau nelepon, lupa nomor, dan mati kesepian.
  10. Seorang bapak yang hidupnya tanpa ambisi meskipun dari keturunan orang kaya, tapi anak-anaknya memaksa dia buka bisnis dan gagal total. Padahal yang dia suka hanya merawat bunga-bunga yang disukainya saja setelah istrinya meninggal.
  11. Mati bahagia seorang nenek ketika tidur dengan tenang dan dikelilingi keluarga yang menyayanginya.
  12. Kisah pekerja miskin yang memberi makan banyak tunawisma dan para tunawisma itulah yang mengantar kematiannya di peristirahatan terakhir. 

Aku jujur menangis berkali-kali membaca buku ini. Buku yang ditulis dengan jernih dan menyentuh. Aku teringat ibuku, bapakku, dan orang-orang yang mengasihiku. Dari buku ini aku belajar: bukan prestasi, materi, harta, uang, piala, berbagai sertifikat, pekerjaan mentereng, kebanggaan yang sifatnya kesombongan, yang akan diingat orang lain, tapi kasih dan kepedulian kita pada orang yang membuat kita dikenang. Bahkan penulis juga bilang, barang-barang favorit dan berharga yang kita miliki tak ada gunanya ketika meninggal, orang-orang yang hidup pun malas menyimpannya. Jadi untuk apa menggenggamnya sekuat itu? 

Buku ini adalah tipe bacaan yang bisa membersihkan jiwa, memupuk rasa empati, membuat orang lebih bijak, dan mensyukuri hidup. Ditulis dengan gaya khas antropologi di bidang pekerjaan yang digeluti, tak ada teori ndakik-ndakik soal kematian yang ditulis di sini. Semua adalah pengalaman lapangan penulis. Meskipun buku ini tak lepas dari kritik, salah satunya, penulis dianggap gegabah menghakimi almarhum yang mati kesepian, dia pahit sekali menggambarkan mereka. 

Selain itu, penulis di beberapa part memandang keluarga mereka dengan sebelah mata. Ya, kritik ini bisa, tapi juga gak sepenuhnya benar, misal Byoul masih menceritakan latar belakang kenapa keluarga perlu dikasihani dan tak perlu dikasihani, atau kenapa sepi itu sebegitu menurunkan semangat hidup seseorang secara drastis. 

Penerjemahan buku ini juga sangat baik dan mengalir, tidak kaku sama sekali. Aku membaca buku ini dengan penuh perasaan dan cinta, aku menghayatinya. Tema "mati kesepian" dan "bunuh diri" menjadi cerita yang paling banyak diceritakan. Byoul berkali-kali mengingatkan, bagaimanapun hidup kita, kita berharga. Kamu gak ngapa-ngapain dan eksistensimu ada pun, kamu juga berharga. 

Hal menarik lain, penulis lewat buku ini juga memperbaiki citra peofesinya, yang menurutku sungguh tak gampang: berhadapan dengan darah, bau mayat, hal-hal mistis, dilempari garam oleh orang, dlsb. 

Setelah membaca buku ini, pembaca akan mendapatkan insight menarik berkaitan dengan kematian. Lewat buku ini pula aku belajar bahwa merelakan kematian seseorang tak sesakit dan sesedih itu, mereka hanya pindah hidup di kehidupan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar