Senin, 17 Juni 2024

Catatan Retret III Vedanta di Batik Kumeli Bandung

Beberapa waktu yang lalu aku dinas ke Sorong, Papua Barat Daya untuk meliput kunjungan kerja Wamendagri mendampingi Wapres. Aku pulang hari Sabtu sekitar Magrib dan sangat sedih tak sempat mengikuti retret hari Sabtu (8/6/2024) bersama Shraddha Ma, Tante Chika, dan teman-teman International Vedanta Society (IVS) Indonesia di Bandung. Padahal, aku telah memesan tiket PP Jakarta-Bandung jauh hari sebelumnya, tiket travel hari Sabtuku pun hangus. Tapi memang bukan rezekiku, beberapa waktu terakhir ini, aku telah mencoba untuk menghilangkan berbagai "desire" (hasrat/keinginan) yang membuatku "suffering" (menderita).

Usai istirahat dari Sorong, keesokan harinya di hari Minggu (9/6/2024), aku bangun pagi untuk solat subuh, meditasi sebentar, dan berangkat ke Gedung Jaya, naik travel Daytrans menuju Dipatiukur. Sampai Bandung, aku makan nasi kuning tak jauh dari pool travel. Sarapan pagi itu kurasakan nikmat, nasi kuning dan lauk pelengkapnya enak. Sekitar setengah jam kemudian, aku pesan Gojek ke Jl. Batik Kumeli No. 76 Bandung, tak kusangka, tempatnya sangat dekat dengan Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung. Aku pernah berkunjung kesana sekitar 2-3 kali jika tak silap, tempat ini juga dekat dengan basecamp Penerbit Ultimus yang dikelola Mas Bilven Sandalista.

Akhirnya aku sampai di tempat retret. Sebuah rumah yang damai, homey, tata letak yang cantik, warna yang baik, tanaman yang menyejukkan, dan interior rumah yang artistik. Dari banyak sisi, aku menyukai arsitektur rumah ini, apalagi jendela-jendela kacanya yang tinggi dan luas, tak butuh banyak cahaya dan AC untuk membuat rumah ini bercahaya dan terasa teduh. 

(Detik ini, ketika aku menulis ini, aku menangis, aku tak tahu, rasanya hidupku tanpa mereka, begitu kering, tandus, kurang cinta dan kasih, tapi bersama-sama teman IVS, aku merasa benar-benar menjadi manusia, aku merasa dikasihi, disayangi, dan dicintai. Aku bahagia bisa menjalin tali silaturahmi yang sangat indah seperti ini. Aku sayang banget, kalau ada pekerjaan, aku ingin dikelilingi oleh teman-teman yang ada di IVS. Ya Allah, hal besar yang kudapat dari IVS adalah cinta, kasih, dan sayang <3)

Peserta retret hari II.
Pagi sekitar jam 8, aku masuk ke Rumah Batik Kumeli 76 itu, Bagus menyambutku. Ya Allah Bagus, lama sekali kita tak berjumpa. Bagus rasanya udah kuanggap seperti adikku sendiri, Ya Allah, aku kangen sama Bagus. Lalu, Tante Chika dengan hangat menyapaku, juga ada Ustad Hasan, Pak Pur, kami bersalaman, lalu ada ibu-ibu dari Singapura, Bu Aini. Ibu itu juga sangat hangat, aku senang dikelilingi manusia-manusia yang hangat dan penuh kasih. Aku ketemu Mbak Novi juga yang ternyata satu almamater dengan Mas Azka dan Mbak Fatimah (teman-temanku Islam Bergerak) di jurusan Filsafat Universitas Paramadina. Dunia sangat sempit terkadang, hehe.

Sesi makan bersama

Perlahan, para peserta datang, ada Ibu Dewi, Deka (putrinya), dan Pak Khaidir (suaminya). Kami ngobrol-ngobrol sebentar terkait meditasi nafas yang sudah Bu Dewi Lakukan terlebih dahulu, dan meditasi dengan dzikir membuatnya pusing, karena kebiasaan di nafas. Dari wajah Bu Dewi, sepertinya sebelum ini aku pernah ketemu beliau di Jakarta, saat acara walking tour di Pasar Baru, wajahnya tak asing.

Jam 10 tepat, retret dimulai, dengan seberapa pun orang di sana. Ah, senang sekali kemudian aku bisa bertemu lagi sama Tante Julia, Uni Elma, Pak Waler, dan Aulia. Sekeluarga ini membawa beraneka makanan yang vegan dan enak-enak. Ada pula pemuda bernama Ayas yang hobi blusukan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia di antara pekerjaannya sebagai pengusaha. Perjalanan terakhirnya hidup sebulan atau tiga bulan begitu di Maluku, keren. Adapula Mbak Denayu yang hobi membaca buku sama sepertiku.

Meditasi nidra

Awal retret diawali dengan pembacaan doa atau semacam kidung dengan bahasa Sansekerta. Aku mendengarnya secara khusyuk, lalu diawali doa dan Al-Fatihah oleh Pak Pur, dan dilanjutkan dengan sharing ilmu pengetahuan oleh Ustad Hasan. Begini ringkasan hikmah pelajaran dari Ustad Hasan yang kutangkap:

Sharing pengetahuan dari Ustad Hasan
Ustad Hasan bertanya pada kami, apa tujuan hidup manusia? Beliau bertanya pada Bu Dewi, Pak Khadir, Deka, Ayas, Pak Pur, juga aku. Seingatku, Bu Dewi menjawab tujuan hidup adalah ketenangan, kedamaian, kebahagiaan. Pak Khadir menjawab, tujuan hidup adalah untuk meninggal dan menuju ke hal yang lebih kekal. Ayas menjawab, tujuan hidup dari kacamatanya tak pernah tetap, akan berkembang seiring dengan pengalaman. Aku menjawab sebagaimana buku Vedanta yang kubaca: merealisasikan Tuhan. Yes, that's it, Self-realitation.

Ustad Hasan kemudian menjelaskan ilmunya dengan sebuah sejarah Islam terkait Makkah dan Madinah. Setiap manusia pada dasarnya adalah Makkah itu sendiri, rumah Allah, Baitullah. Makkah ini bisa menarik berbagai orang dari seluruh dunia dan latar belakang untuk datang, begitu juga jiwa yang tercerahkan oleh cahaya Ilahi, dia juga akan menarik orang-orang di sekitarnya untuk mendekat. Dia menjadi magnet. Makkah disebut juga dengan Al-Mukarramah, yang mulia, luhur, agung. 

Namun, Makkah dalam diri manusia ini tak bisa terpancar ketika ada yang menghalangi. Dalam konteks sejarah zaman itu yang menghalangi adalah kaum Jahiliyah. Nah, siapa kaum jahiliyah tersebut? Dalam konteks Vedanta, jahiliyah ini adalah ignorance kita, atau ketidaktahuan atau kebodohan kita. Ignorance ini tercipta darimana? Dari maya-maya. Berkaitan dengan maya, ada empat kondisi pikiran manusia: (a) material/appeareance (waking state), orang-orang yang masih diperbudak oleh materi, bentuk, form; (b) dream state, di tingkat ini oleh asumsi, pikiran, judgement yang terus berubah dan tak pernah tetap; (c) sleep deep (sleep state), di tingkat ini dia dalam kondisi yang seperti orang tidur nyenyak, dia tahu dia tidur nyenyak, tapi bagaimana dia tahu kondisi itu?; (d) turiya/samadhi, saat seseorang udah menjadi witness atau penyaksi dari semua yang terus berubah, dia mencoba menyatu pada yang tak pernah berubah. Manusia cenderung terjebak di kondisi tiga yang awal, padahal kita bukan ketiganya, tapi yang keempat, penyaksi kondisi pikiran.

Seseorang tak bisa mencapai cahaya baitullah ketika ignorance ini masih kuat di dalam dirinya. Ketika ignorance ini perlahan lebur kelopak demi kelopak; maka kita bisa beranjak ke hijrah berikutnya, membangun Madinah (Al-Munawarrah) atau kota yang bersinar, Madinah ini dianggap juga sebagai "peradaban". Seseorang bisa mencapai tingkat peradabannya ketika telah mampu menampakkan cahaya Ilahi di dalam dirinya. Ini sungguh penjelasan yang menarik, karena hal lain yang aku simpulkan, seseorang tak bisa mencapai peradaban ketika tak mampu melampaui ignorance dia. Peradaban ini berhubungan dengan orang banyak, cahaya itu menyebar dan menjadi berkah. 

Sesi berikutnya adalah solat dzuhur bersama. Setelah itu, ada pertemuan Zoom dengan Swami Nirgunananda, muridnya Bhagavan. Bagus memberi tahuku jika menjadi monk itu adalah orang-orang yang memang sudah terpilih, tak sembarangan. Sebab ketika aku bilang ke Bagus, "Kamu gak mau jadi seperti monk itu Gus?" Bagus bilang, "Gak bisa Mbak, itu udah orang-orang terpilih, kalau misalnya aku, nanti jadinya malah gak baik jadinya, hasilnya." Oh, aku mengerti dan mengangguk-angguk kecil.

Mendengarkan sharing pengetahuan dari Swai Nirgunananda
Ada banyak hal yang disampaikan oleh Swami Nirgunananda. Beberapa inti pelajaran siang itu yang bisa kupahami dari perkataan beliau, yang dibantu penerjemahannya oleh Shraddha Ma, Tante Chika, dan Bagus:

🌷Kita adalah Tuhan, percikan cahaya-cahaya Tuhan adalah kita. Ketika bermeditasi dan mendekat pada Tuhan, merasalah menjadi anak kecil yang paling dicintai dan dikasihi oleh Tuhan.

🌷Ketika kita hendak ke laut, dari jauh kita bisa melihat tanda-tanda jika laut itu ada, seperti ada angin yang lembut dan suara ombak; begitu juga ketika kita telah dekat dengan Tuhan, tanda-tanda itu akan muncul seperti perasaan yang tenang dan damai.

🌷Untuk air yang tidak murni saja setengah mati kita saring menjadi bersih, tapi mengapa tidak dengan hal-hal atau pikiran-pikiran yang masuk ke dalam diri kita? Yang kita konsumsi?

Sesi berikutnya adalah sharing pengetahuan dari adikku, Bagus. Dia menerangkan ilmu Sadhana (jalan merealisasikan Tuhan) dari nomor 7 hingga nomor 12, sementara nomor 1-6 telah dijelaskan oleh Pak Pur di sesi hari pertama--tips dari Pak Pur di dalam menjalankan Sadhana ini mesti berusaha dengan sungguh-sungguh dan harus berani. Berikut 12 ilmu Sadhana:

1. Meditasi 

Meditasi membuat kita menjadi damai dan santai.

2. Membaca kitab suci

3. Menjaga kesehatan

Misalnya dengan olahraga, olahraga ini tak cuma fisik, tapi juga bisa melihat langit, awan, rumput, dll, itu juga nikmat sehat.

4. Hindari penyalahgunaan

Termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan waktu.

5. Pikirkan orang lain

Kebutuhan orang lain didahulukan, karena orang yang egonya tinggi dia tak punya cinta, dan hidupnya kering.

6. Mandiri dan menjunjung tinggi kebenaran

7. Tumbuh dan kembangkan rasa cinta kasih

8. Buka hatimu, menerima semua dengan kasih

Nah, ini juga sekali lagi jangan terganjal ego, karena banyak ekspektasi pada orang lain, gak bisa nerima keadaan atau menerima masa lalu, yang kalau diistilahkan Bagus "membawa barang yang tak berguna di pundak". Minimal terimalah diri sendiri.

9. Percaya pada Tuhan dan kitab suci

10. Membina diri untuk menjadi sempurna

Tahu cacat-cacat diri, dengan melihat ke dalam. Ketika diri sudah oneness dengan Tuhan, nangkap hal-hal jelek di orang lain itu susah.

11. Hilangkan ego spiritual

Ada attitude untuk terus selalu belajar dan rendah hati.

12. Lantunkan nama suci Tuhan

Bagus banyak menerangkan di bagian ini terutama. Dia bilang, 90 persen pikiran kita dikuasai oleh alam bawah sadar, dan hanya 10 persen saja yang sadar. Alam bawah sadar ini isinya sangat banyak, yang dapat ditangkap secara kasat mata oleh ucapan dan tindakan. Di sana ada impresi/memori, suka/tidak suka, desire, keinginan. Kotoran-kotoran di alam bawah sadar ini serupa ampas kopi, dan canting ini serupa keran air, yang ketika kita tuang keran ke ampas kopi, dia akan naik ke atas dan membersihkan ampas tersebut; sehingga pikiran kita menjadi bening kembali. Alam bawah sadar menjadi penuh dengan keilahian. Pikiran kita jadi kuat. 

Lalu ada pertanyaan juga terkait bagaimana cara berzikir secara berkualitas? Jawabannya dengan rasa, dengan cinta, dengan syukur. Dari pengalaman Bagus, pertama-tama sebelum mencapai kualitas, dia mengejar kuanitas terlebih dahulu, dan lama-alam nanti akan meningkatkan kualitas. Lalu, Ustad Hasan menjawab juga dengan sebuah ayat Al-Quran yang intinya, "Jangan panggil nama Allah dengan sia-sia". Artinya apa? Lakukan dzikir dengan konsentrasi, fokus, intention, fokus hadir dalam nama Tuhan. Ada ayat lainnya pula dalam Al-Quran, "Dengan dzikir, hati menjadi tenang." Healing macam apapun jika tak melibatkan Tuhan akan sia-sia.

Bagus menutup sesi ini dengan mengatakan, IVS adalah komunitas yang penuh cinta. Bahkan Bhagavan yang berdoa sendiri, jika tidak ada cinta dan kasih di IVS, Bhagavan yang pertama berdoa, IVS dibubarkan saja. Dia juga berbagai pengalaman terkait perkataan Bhagavan yang ditujukan padanya, "You talk with sweet words." Dan ini dijumpai Bagus berulang kali dari berbagai moment dan kejadian lain yang ditemuinya, seperti ada orang yang bilang padanya, "Jangan lupain aku ya." Ini kata-kata yang manis. 🌷🌷🌷

6 komentar:

  1. Tulisannya keren dan mencakup. Mantabb lanjutkan Isma 👍🌷

    BalasHapus
    Balasan
    1. Isma Swastiningrum18 Juni 2024 pukul 10.49

      Baik, terima kasih banyak 🌷

      Hapus
  2. Terharu bacanya,, indah sekali Isma tulisannya. Thank you for yoir beautiful sharing ❤️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Isma Swastiningrum18 Juni 2024 pukul 10.50

      You are welcome, it's my pleasure 🌷

      Hapus
  3. Keep on writing, its very beautiful & helpful

    BalasHapus
    Balasan
    1. Isma Swastiningrum18 Juni 2024 pukul 10.53

      Sure! Thank you so much 🌷

      Hapus