Kamis, 27 Juni 2024

Bicara Intuisi

Beberapa hari yang lalu, Swami Sarvapriyananda hadir di mimpiku. Aku belajar Vedanta dari ceramah-ceramah beliau di US lewat YouTube. Aku suka berguru padanya karena bahasa-bahasa yang ia gunakan mudah dipahami, logis, dan gak kering ilmu. Bacaan Swami juga luas, sosoknya teduh, dan yang lebih penting dia telah berada pada tahap tercerahkan secara spiritualitas.

Kuceritakan sejenak latar belakang mimpi itu yang masih kuingat, karena ingatan akan mimpi sebegitu rapuhnya bukan? Konteksnya, aku ada di sebuah pasar thrifting (pakaian-pakaian impor bekas), mungkin di Pasar Baru Indonesia, mungkin juga di India. Aku menitipkan uang pada saudaraku yang aku lupa itu siapa, sepertinya dari cucu-cucu Budhe dari pihak Ibu. Ingatanku akan finasial sebegitu rapuhnya (terkait kemana saja ia keluar, kupakai, kupinjamkan ke orang, dan kubelanjakan), dan ini kadang membuatku susah sendiri ketika tak punya serupiah pun untuk dipegang sebagaimana pernah kualami ketika hidup di Semarang.

Nah, suatu waktu ketika aku membutuhkan uang itu, aku udah menaruh hopeless pada saudaraku itu, karena karakternya yang intinya kurang bisa aku andalkan soal keuangan. Tiba-tiba, Swami Sarvapriyananda datang, dia naik dari suatu tangga, dan memberikan uang yang kupasrahkan ke saudaraku kepadaku, jumlahnya tepat sebagaimana yang aku punyai, kalau tidak silap sebesar Rp700 ribu. Swami memberikan itu ke tanganku, aku tak bisa bicara apa-apa lagi karena telah kagum pada beliau. Aku masih ingat cara beliau berpakaian dan juga senyumnya yang sekilas. Lalu aku bangun.

Pada hari itu juga aku cerita ke Bagus soal mimpi itu, Bagus bertanya, apakah mimpi itu terjadi di kenyataan atau hanya dalam mimpi? Aku jawab hanya di mimpi, tapi di kenyataan, aku pernah mengalami hal yang serupa itu. Aku melupakan sesuatu dan ada orang lain datang mengingatkan hal yang tepat aku lupakan dan sedang kubutuhkan. Bagus bilang, "Mungkin reminder lagi mbak, biar selanjutnya gak terulang." 

Bagus menyarankan lagi agar aku mencatatnya, atau membuat "dream diary". Karena mimpi bisa menjadi bocoran terkait masa depan. Beberapa mimpi Bagus jadi kenyataan, meski terjadi 4-5 bulan setelahnya. Kejadian ini dari yang mimpi spiritual hingga kejadian receh. "Kalo yg receh terakhir itu sekitar oktober lalu mimpi ke kost tmn di jogja, trs di catatan tertulis sodaranya jowoki, gibran. 4 bulan setelah beneran ke kost temenku di dkt jakal, dan  bener dia cerita 3 rmh darinya rmh sodara jokowi."

Mimpi adalah kemampuan alami manusia, indra batin yang tiap orang akan berbeda-beda. "Kalo aku emg condong ke intuisi. Ada yg pendengarannya, penciumannya, tp yg batin ya bukan yg fisik. Beda2." Aku juga merasa jika aku lebih main ke intuisi. Aku meminta Bagus untuk menjelaskan kembali modus operandi intuisi ini sebagaimana yang dia alami.

"Intuisi pikiran pertama, first intellect. Ia muncul aja, kita mendengar, yg nerima. Intuisi ya suara batin, kita setiap hari dpt ini, semua org dapet ini, cuma kadang ga didenger aja. Aku jg masih sering gk denger wkwk. Dia bicara banyak hal. Wktu sblm tes ielts jg aku pernah diingetin pake flanel, tapi aku malah pake baju putih yg kainnya tipis. Dan ternyata bener pas test aku di bawah ac kedinginan wkwk," ceritanya.

Aku menjawab Bagus, "Bicara flanel, aku jadi inget pas ketemu kamu di SSRF Gus, pas ketemu Shraddha Ma pertama kali. Entah kamu ingat atau enggak. Acara dua hari baju kita mirip, pertama flanel, kedua warna putih, haha, aksidental yang gak disengaja kalau diingat2."

"Iyakah? Aku engga engeh mbak wkwk. Kok bisa gitu yaaa. Punya preferensi yg sama brrti wkwk."

"Aku masih ingat, flanelnya cuma beda warna saja."

A dream
Terus dia ngirim link dari SSRF terkait observasi indra keenam. Kita bisa observasi beberapa kejadian yang kita alami dalam keseharian dan mencari maknanya, dengan terlebih dahulu melakukan meditasi, chanting, dan mengkonsentrasikan impresi yang muncul dari objek yang kita fokuskan itu. Secara alami, cara ini bisa jadi metode buat ngumpulin puzzle makna yang lebih jernih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar