Jumat, 28 Juni 2024

Pengalaman Les Bahasa Jepang di Evergreen Jakarta (Part I)

Setelah selesai les di EF, aku memutuskan untuk kembali mengambil les bahasa. Les bahasa yang kuambil kemudian adalah bahasa Jepang. Les ini sebenarnya sudah ingin kuambil sebelum aku masuk EF, tapi karena kebutuhan Bahasa Inggris lebih bersifat mendesak, akhirnya aku ambil EF dulu. Kontrak les EF ku habis pada 11 Juni 2024, lalu paginya tanggal 12 Juni 2024, aku masuk les Bahasa Jepang di Evergreen Japanese Course di Jalan Kartini II No. 34B Jakarta. Letaknya di sekitar Pasar Baru, sangat dekat dengan kantorku. Aku bersyukur dengan adanya akses yang memudahkan seperti ini, yang cuma-cuma disediakan oleh Yang Maha Kuasa. 

Untuk biaya keseluruhan selama lima bulan sebesar Rp2.665.000,00. Harga yang sangat-sangat terjangkau menurutku dibandingkan les-les bahasa lain yang kulihat price list mereka. Kelasnya pun layak dan luas, pokoknya senang aja rasanya. Keterangan lengkap bisa dibaca di selebaran berikut:

Evergreen

Evergreen Class
Les Minggu I - 12 Juni 2024

Pada hari pertama les, aku telat, ada kegiatan kerja mendadak yang membuatku terlambat hingga SATU JAM. Yah, mungkin malam itu aku sedang tak punya malu masuk kelas, wkwk. Tapi aku juga gak sadar jika les sebenarnya masuk pukul 18.00 WIB, bukan 19.00 WIB sebagaimana kukira. Aku lupa kelas berlangsung selama 3 jam, jam enam sore sampai 9 malam. Ketika aku masuk kelas, aku minta maaf sama Senseinya, ini benar-benar keteledoranku. Senseinya seorang laki-laki mungkin sekitar umur 30an, tidak terlalu tua tapi juga tak terlalu muda, tengah-tengah. Sosoknya kurus, tinggi, wajahnya mirip orang Jepang, berkulit putih, dan pakainnya santai.

Aku perhatikan, kelas hari Rabu ini satu kelas termasuk diriku berisi 5 orang dan aku perempuan satu-satunya. Jika mau ramai sebenarnya aku bisa ambil kelas hari Sabtu yang bisa diisi hingga 13 orang, tapi kupikir-pikir dengan kelas berisi banyak orang gak akan efektif. Kesempatan bertanya menjadi kecil dan ujiannya juga bakal terhambat. Yang kuingat di kelas itu, tiba-tiba saja aku yang nol banget Bahasa Jepangnya itu diminta Senseinya coba maju ke depan, ke papan tulis buat nulis Hiragana "aiueo-kakikukeko". 

My first Japanese writing
Senseinya yang baik dan sabar nulis di papan, terus aku niru nulis itu, ya, sukseslah, wkwk. Selain itu, di hari pertama, kami juga belajar partikel "wa", "desu", "desuka", terus kata-kata dasar dan sederhana seperti watashi (aku), anata (kamu), anohito (dia). Lalu kami juga belajar kalimat sederhana, memperkenalkan nama, kami juga belajar ucapan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, apa kabar, maaf, terima kasih. Aku senang sekali bisa belajar hal baru hari ini.

Les Minggu II - 19 Juni 2024

Di Minggu kedua, aku sudah mengenal beberapa nama dari 4 teman kelasku yang lain, tapi yang kuingat cuma Raffi yang duduk di depanku, dan Aulia yang duduk di bangku samping kiri Raffi. Aku sempat ngobrol sebentar sama Raffi, dia mau belajar Bahasa Jepang untuk cari beasiswa MEXT dan juga kalau ada kesempatan kerja ke Jepang. Raffi anak yang cukup rajin, dia selalu datang lebih awal bersama dengan Aulia. Sosok Raffi, perawakannya sedang, tingginya juga, suka pakai masker tiap di kelas. Sementara Aulia sosoknya tinggi besar, aku belum sempat ngobrol banyak dengan dia.

Lalu, dua temanku yang lain, aku lupa namanya, di bangku sebelah kiri Aulia ada pria yang kecil, kutaksir usianya seperti belasan, dia pakai kacamata, dan cepat nguasai materi kalau kuperhatikan. Sementara di sebelah kiriku seorang pria yang mengingatkanku dengan temanku di organisasi yang aku ikut. Seperti pria yang suka bekerja pada umumnya, tapi aku juga lupa namanya. Yah, jangankan nama dia, nama Senseinya saja aku gak tahu, wkwk.

Di Minggu kedua, kami belajar nulis Hiragana "sashisuseso-tatitsuteto". Juga belajar partikel lain yang lebih kompleks, serta kalimat dan kosa kata lain yang lebih kompleks. Diajari gimana cara bertanya bertanya yang diakhiri dengan "ka". Minggu kedua ini aku mulai mendalami band Jepang (J-Pop), mungkin kamu kenal, namanya L'arc~en~Ciel (baca: Lakongsi, Lark ong sil, Lakonsi, ah susah, wkwk) atau Laruku saja, yang berarti pelangi dalam bahasa Prancis. Band ini isinya Hyde (vokal), Tetsuya (bass), Ken (gitar), Yukihiro (drum). 

Aku jatuh cinta dengan satu lagu Laruku, judulnya " 瞳の住人 (Hitomi no Jyuunin)". Oh, man, dalam sekali dengar aku langsung suka, dan aku juga bisa niruin karaoke lagu ini di YouTube, terus dengan pedenya aku nyanyiin bagian chorus dan reff di story WA khusus untuk teman-teman dekat, wkwk. Tiap dengar lagi ini tuh rasanya damai, aku seperti punya dunia sendiri yang indah, aku menyadari autensitasku, aku gak berniat jadi orang lain, perfect banget ini lagu, bisa nangis bahagia denger dan nyanyi lagu ini. Laruku emang top dah.

Oh iya, cerita sedikit, aku kenal Laruku cukup telat, karena band ini emang band yang cukup legend dan lama di Jepang. Rata-rata usia anggotanya juga gak beda jauh dengan usia Bapak/Ibuku sendiri, haha. Aku kenal Laruku pertama dari teman online yang kutemui di sebuah aplikasi, dia dulunya anak Sastra Jepang Unpad. Dia fans beratnya Laruku dan pernah menyarankanku untuk dengerin lagu-lagu band ini yang penuh semangat dan bahasa-bahasanya juga puitis. Namun aku belum ngeh saat itu, aku baru suka lagu "Yuki no Hana" yang dinyanyikan oleh Mika Nakashima, dan liriknya kuhapal cukup baik hingga sekarang. Setelah lepas kontak sama tuh anak Sastra Jepang Unpad, aku kembali ngulik lagi Laruku, oh damn! Emang keren, kemana aja gue, wkwk.

Les Minggu III - 26 Juni 2024

Hingga Minggu ketiga aku tak tahu siapa nama Senseiku. Kuperhatikan, dia sama seperti orang-orang Jepang pada umumnya yang jaga banget privasi. Sepanjang diajar oleh Beliau, gak pernah tuh beliau cerita macam-macam di luar pelajaran. Padahal kalau guru-guru di Indonesia itukan suka cerita ya, misal cerita hidup dia, keluarga dia, minimal kasi motivasi, atau fafifu wasweswos apa gitu, dia enggak, murni 100% pelajaran. Itu salah satu kualitas Sensei yang menurutku keren sih, dan baru kutemui ini. Terus dia tuh bisa ngapalin nama-nama muridnya dengan cepat, bahkan dalam sekali ketemu, di pertemuan kedua dan ketiga dia masih ingat. Misal kalau dia manggil aku tuh dia manggil, "Isma-san".

Teman-temanku di kelas juga kebanyakan tak hobi bicara kalau gak ada yang mulai. Aku yang introvert di lingkungan seperti itu tiba-tiba dengan alaminya malah jadi kayak orang yang ekstrovert. Di Minggu ini aku belajar sungguh-sungguh, aku coba ngapalin Hiragana di luar kepala. Motivasiku belajar Bahasa Jepang juga bertambah, apalagi setelah Akeboshi-san idolaku sejak tahun 2014 itu membalas direct message yang kukirim lewat Instagram, setelah aku mengomentari "ii" (pakai aksara Hiragana yang berarti bagus) di story konsernya di Warsawa. Aku bilang ke Akeboshi, suatu hari aku akan ke Jepang menonton konsermu, dan setelah itu kita bercakap dengan bahasa Jepang (bahasa ibu Akebohsi) dan aku akan membuat artikel atau buku setelah pertemuan itu.

Akeboshi's second son, my little boy got birthday of 11st, time so flies

Di Minggu ketiga, kami belajar aksara Hiragana "naninuneno-hahifuheho". Juga partikel "ga" yang mayan bikin aku pusing, apalagi jika dirangkai dengan kalimat lain yang lebih kompleks. Belum lagi menghapal kosakata yang baru. Aku masih semangat belajar bahasa Jepang hingga saat ini, dan semoga aku bisa sampai sertifikat N5. Saat ini aku masih merangkak di N1. Semoga sampai yaaa, aamiin.


Jujur, aku tak ada niat dan tujuan khusus belajar bahasa Jepang. Namun yang aku sadari, pertama, aku senang belajar bahasa bahasa. Kedua, aku suka Akeboshi, Laruku, dan Ghibli. Ketiga, aku suka budaya kerja orang Jepang yang sesuai kepribadianku, sedikit bicara, banyak kerja; aku ada bayangan dan mimpi akan hidup di Jepang selama 3-5 tahun, entah belajar atau kerja. Keempat, Indonesia punya hubungan sejarah dengan Jepang, yang meskipun cukup kelam penjajahan itu, tapi Jepang juga telah mengajari kita banyak akan arti perjuangan. Kelima, aku suka sastra Jepang, dan berniat untuk mendalaminya. Keenam, aku ingin belajar hidup dan tinggal di Jepang. Ketujuh, aku hanya punya cinta dan hati untuk belajar. Yang pasti, Jepang membawaku ke dalam diriku sendiri. Semoga tujuan ini mengantarkanku ke Jepang. Aamiin.

Tulisan ini berlanjut ke Part II.

Kamis, 27 Juni 2024

Pribadi yang Filosofis dan Spiritualis

"Sekali-kali ambillah jarak dari apa pun yang melekat pada dirimu: tubuhmu, identitasmu ("kata orang tentangmu"), gawaimu, sistem informasi yang mengepungmu, hartamu, bahkan lingkunganmu... agar engkau merasakan rapuhnya dirimu di hadapan Tuhanmu, Ia yang tak pernah melepaskan sedikit pun penjagaanNYA atasmu. Lalu bersyukurlah karena engkau bisa selamat diperbudak dunia yang mengepungmu. Jadilah diri yang filosofis dan spiritualis: zikir dalam fikir, fikir dalam zikir. Lalu bernafaslah dalam keabadian, karena engkau diciptakan untuk sebuah keabadian. Bukan kefanaan semu di setangkup dunia." Muhammad Al Fayyadl

27 Juni 2024

How to make a feeling that when people critiqued you, you accept that as not a strike for your personal self? But then I know the reason, because the attachment, you have been in deep into that and that process. So, it's hard to make that nothing to loose. My heart says to me, please, attach in nothing except The True Self.

Bicara Intuisi

Beberapa hari yang lalu, Swami Sarvapriyananda hadir di mimpiku. Aku belajar Vedanta dari ceramah-ceramah beliau di US lewat YouTube. Aku suka berguru padanya karena bahasa-bahasa yang ia gunakan mudah dipahami, logis, dan gak kering ilmu. Bacaan Swami juga luas, sosoknya teduh, dan yang lebih penting dia telah berada pada tahap tercerahkan secara spiritualitas.

Kuceritakan sejenak latar belakang mimpi itu yang masih kuingat, karena ingatan akan mimpi sebegitu rapuhnya bukan? Konteksnya, aku ada di sebuah pasar thrifting (pakaian-pakaian impor bekas), mungkin di Pasar Baru Indonesia, mungkin juga di India. Aku menitipkan uang pada saudaraku yang aku lupa itu siapa, sepertinya dari cucu-cucu Budhe dari pihak Ibu. Ingatanku akan finasial sebegitu rapuhnya (terkait kemana saja ia keluar, kupakai, kupinjamkan ke orang, dan kubelanjakan), dan ini kadang membuatku susah sendiri ketika tak punya serupiah pun untuk dipegang sebagaimana pernah kualami ketika hidup di Semarang.

Nah, suatu waktu ketika aku membutuhkan uang itu, aku udah menaruh hopeless pada saudaraku itu, karena karakternya yang intinya kurang bisa aku andalkan soal keuangan. Tiba-tiba, Swami Sarvapriyananda datang, dia naik dari suatu tangga, dan memberikan uang yang kupasrahkan ke saudaraku kepadaku, jumlahnya tepat sebagaimana yang aku punyai, kalau tidak silap sebesar Rp700 ribu. Swami memberikan itu ke tanganku, aku tak bisa bicara apa-apa lagi karena telah kagum pada beliau. Aku masih ingat cara beliau berpakaian dan juga senyumnya yang sekilas. Lalu aku bangun.

Pada hari itu juga aku cerita ke Bagus soal mimpi itu, Bagus bertanya, apakah mimpi itu terjadi di kenyataan atau hanya dalam mimpi? Aku jawab hanya di mimpi, tapi di kenyataan, aku pernah mengalami hal yang serupa itu. Aku melupakan sesuatu dan ada orang lain datang mengingatkan hal yang tepat aku lupakan dan sedang kubutuhkan. Bagus bilang, "Mungkin reminder lagi mbak, biar selanjutnya gak terulang." 

Bagus menyarankan lagi agar aku mencatatnya, atau membuat "dream diary". Karena mimpi bisa menjadi bocoran terkait masa depan. Beberapa mimpi Bagus jadi kenyataan, meski terjadi 4-5 bulan setelahnya. Kejadian ini dari yang mimpi spiritual hingga kejadian receh. "Kalo yg receh terakhir itu sekitar oktober lalu mimpi ke kost tmn di jogja, trs di catatan tertulis sodaranya jowoki, gibran. 4 bulan setelah beneran ke kost temenku di dkt jakal, dan  bener dia cerita 3 rmh darinya rmh sodara jokowi."

Mimpi adalah kemampuan alami manusia, indra batin yang tiap orang akan berbeda-beda. "Kalo aku emg condong ke intuisi. Ada yg pendengarannya, penciumannya, tp yg batin ya bukan yg fisik. Beda2." Aku juga merasa jika aku lebih main ke intuisi. Aku meminta Bagus untuk menjelaskan kembali modus operandi intuisi ini sebagaimana yang dia alami.

"Intuisi pikiran pertama, first intellect. Ia muncul aja, kita mendengar, yg nerima. Intuisi ya suara batin, kita setiap hari dpt ini, semua org dapet ini, cuma kadang ga didenger aja. Aku jg masih sering gk denger wkwk. Dia bicara banyak hal. Wktu sblm tes ielts jg aku pernah diingetin pake flanel, tapi aku malah pake baju putih yg kainnya tipis. Dan ternyata bener pas test aku di bawah ac kedinginan wkwk," ceritanya.

Aku menjawab Bagus, "Bicara flanel, aku jadi inget pas ketemu kamu di SSRF Gus, pas ketemu Shraddha Ma pertama kali. Entah kamu ingat atau enggak. Acara dua hari baju kita mirip, pertama flanel, kedua warna putih, haha, aksidental yang gak disengaja kalau diingat2."

"Iyakah? Aku engga engeh mbak wkwk. Kok bisa gitu yaaa. Punya preferensi yg sama brrti wkwk."

"Aku masih ingat, flanelnya cuma beda warna saja."

A dream
Terus dia ngirim link dari SSRF terkait observasi indra keenam. Kita bisa observasi beberapa kejadian yang kita alami dalam keseharian dan mencari maknanya, dengan terlebih dahulu melakukan meditasi, chanting, dan mengkonsentrasikan impresi yang muncul dari objek yang kita fokuskan itu. Secara alami, cara ini bisa jadi metode buat ngumpulin puzzle makna yang lebih jernih.

Sabtu, 22 Juni 2024

Catatan Film #15: Lafran (2024)

CGV Cinemas Slipi

Hari ini, aku dan Anis nonton film "Lafran" di CGV Cinemas Slipi. Film biografi yang menceritakan tentang kisah hidup Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI). Genre film seperti ini memang sangat segmented, dan cenderung tak digemari di kota-kota macam Jakarta. Pas masuk ruang layar, tak banyak yang antusias nonton, sepenghitunganku hanya 7 orang termasuk kami, dua yang lainnya pun menonton tak sampai selesai, karena buru-buru meninggalkan ruangan saat film belum usai. Aku bilang setengah berbisik ke Anis, "Film-film aktivis kek gini gak laku ya?" Kami pun duduk ditemani rujak cireng, frestea, dan aqua. Hari itu Anis senang bisa lepas sejenak dari rutinitasnya menjadi emak-emak, mengingatkan dia kembali akan dunia mahasiswa dulu, maklum, Anis golongan Dinda-Dinda Yakusa, alumnus HMI. Dia lebih paham film ini.

(Spoiler alert) Film dimulai dengan masa kecil Lafran di sebuah daerah di Tapanuli. Ayahnya seorang pemilik percetakan buku dan penerbit. Adam Malik pernah berkunjung ke sana, yang mengakibatkan ayahnya ditangkap bala tentara Jepang dan dibuat babak belur ketika pulang. Lafran ditinggal ibunya ketika masih kecil, digambarkan dia anak yang bandel, sering bolos ngaji, dan berontak ketika dihukum pindah ke Jawa bersama kakak-kakaknya. Aku baru tahu, dua kakak Lafran merupakan dua sastrawan besar Indonesia: Sanusi Pane dan Armijn Pane. Namun, usia Lafran dan kedua kakaknya beda jauh, pas kucek, dia dan Sanusi beda 17 tahun. Di Jawa, dua kakak Lafran berjuang dengan "pena" mereka. Namun, Lafran lebih memilih gaya sang ayah, bukan lewat pena, tapi lewat perjuangan secara langsung.

Boleh dikatakan, Lafran hidup di kultur Islam yang lumayan kuat. Ketika pindah di Jawa, dia lebih rajin membaca, buku-buku kakaknya dan koleksi perpustakaan kakaknya dilahap. Muncullah nalar kritis itu ketika sekolah. Dia berontak pada guru yang asli Belanda, mengapa mereka harus menggunakan bahasa Belanda? Dan gurunya tak terima, Lafran dikeluarkan dari kelas. Selang beberapa waktu kemudian, dia mengkonsolidasikan protes terhadap "guru Belanda yang tak becus". Waktu pun cepat berlalu, Lafran pulang ke kampung halaman di Tapanuli jauh di sana. Dia ingin membantu masyarakat dia sendiri yang masih banyak mereka yang buta huruf, inferior, miskin, dan dijajah.

Namun, perjuangan dia tak panjang karena tentara Jepang telah dulu menangkap ayah dan dirinya sendiri. Akibatnya, untuk menebus pembebasan tersebut, sang ayah harus merelakan pabrik percetakan pada pihak Jepang. Lafran juga dipaksa pindah dari kampung halaman, karena jika tidak, dia akan "dieksekusi". Lafran pindah ke Jawa, kuliah di Jawa, bertemu dengan para aktivis kampus lintas universitas. Khususnya dalam konteks itu adalah UII dan UGM. Perdebatan muncul, antara yang agamais dan sekuler, antara tradisi Muhammadiyah dan NU, antara beragama yang tradisional dan modern. Lafran semacam merumuskan "Keindonesiaan dan Keberagamaan".

Gagasan besar Lafran adalah dia ingin membumikan prinsip utama Islam yang rahmatan lil alamin, yang merangkul semua kalangan, bahkan bagi mereka yang tak solat dan tak bisa ngaji Quran, syaratnya sederhana, sudah bersyahadat. Dalam pendirian HMI, dia menemui dosen senior, rektor UII pertama Abdul Kahar Muzzakir, hingga petinggi Partai Masyumi, partai Islam terbesar masa itu. Lafran jatuh bangun membangun HMI, dia tak didukung Masyumi juga organisasi pemuda Islam sezamannya karena dianggap menyimpang dari tradisi Islam lama. Anggota yang daftar kadang cuma dua. Namun, dia terus konsisten, bahkan dia juga tak kemaruk kekuasaan, merelakan kepemimpinan dia pada yang lebih muda.

Bahkan  ketika Kongres HMI dengan anggotanya yang besar telah tumbuh dan Lafran hadir, dia tak diberi masuk karena gak ada undangan. Buru-buru panitia senior yang mengenalinya menegur jika itu adalah Lafran. Film ditutup dengan menyanyikan hymne lagu HMI. Usai film, Anis mengkritik ternyata semangat anti-kekuasaan yang digagas Lafran Pane berbeda jauh dengan zaman sekarang yang sangat pro dengan kekuasaan. Kita tentu sekarang bisa dengan mudah menemukan kader-kader HMI yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dengan menggunakan jalur "HMIsme" untuk menduduki badan ini dan itu dengan cara apa saja.

Di sisi lain, film ini juga tak lepas dari beberapa alur yang bolong. Semacam tokoh Dewi (istri Lafran) yang tiba-tiba saja muncul, nilai-nilai Islam yang bagiku kurang mengigit dan nanggung (bahkan menurutku sebatas artifisial saja), dualitas HMI yang datang kemudian (MPO dan Dipo), dan konflik internal di HMI sendiri alih-alih konflik eksternal. Bagaimanapun, apresiasi untuk film sejarah ini, yang bisa memberi gambaran terkait sepak terjang Lafran Pane, yang bahkan mungkin sosoknya tak dikenal oleh kader HMI sendiri.

Ada satu kutipan yang sangat membekas terkait ucapan kakak Lafran ke Lafran: "Kamu kalau kecewa ya suarakan dalam karya!"

Senin, 17 Juni 2024

Catatan Retret III Vedanta di Batik Kumeli Bandung

Beberapa waktu yang lalu aku dinas ke Sorong, Papua Barat Daya untuk meliput kunjungan kerja Wamendagri mendampingi Wapres. Aku pulang hari Sabtu sekitar Magrib dan sangat sedih tak sempat mengikuti retret hari Sabtu (8/6/2024) bersama Shraddha Ma, Tante Chika, dan teman-teman International Vedanta Society (IVS) Indonesia di Bandung. Padahal, aku telah memesan tiket PP Jakarta-Bandung jauh hari sebelumnya, tiket travel hari Sabtuku pun hangus. Tapi memang bukan rezekiku, beberapa waktu terakhir ini, aku telah mencoba untuk menghilangkan berbagai "desire" (hasrat/keinginan) yang membuatku "suffering" (menderita).

Usai istirahat dari Sorong, keesokan harinya di hari Minggu (9/6/2024), aku bangun pagi untuk solat subuh, meditasi sebentar, dan berangkat ke Gedung Jaya, naik travel Daytrans menuju Dipatiukur. Sampai Bandung, aku makan nasi kuning tak jauh dari pool travel. Sarapan pagi itu kurasakan nikmat, nasi kuning dan lauk pelengkapnya enak. Sekitar setengah jam kemudian, aku pesan Gojek ke Jl. Batik Kumeli No. 76 Bandung, tak kusangka, tempatnya sangat dekat dengan Taman Makam Pahlawan Cikutra Bandung. Aku pernah berkunjung kesana sekitar 2-3 kali jika tak silap, tempat ini juga dekat dengan basecamp Penerbit Ultimus yang dikelola Mas Bilven Sandalista.

Akhirnya aku sampai di tempat retret. Sebuah rumah yang damai, homey, tata letak yang cantik, warna yang baik, tanaman yang menyejukkan, dan interior rumah yang artistik. Dari banyak sisi, aku menyukai arsitektur rumah ini, apalagi jendela-jendela kacanya yang tinggi dan luas, tak butuh banyak cahaya dan AC untuk membuat rumah ini bercahaya dan terasa teduh. 

(Detik ini, ketika aku menulis ini, aku menangis, aku tak tahu, rasanya hidupku tanpa mereka, begitu kering, tandus, kurang cinta dan kasih, tapi bersama-sama teman IVS, aku merasa benar-benar menjadi manusia, aku merasa dikasihi, disayangi, dan dicintai. Aku bahagia bisa menjalin tali silaturahmi yang sangat indah seperti ini. Aku sayang banget, kalau ada pekerjaan, aku ingin dikelilingi oleh teman-teman yang ada di IVS. Ya Allah, hal besar yang kudapat dari IVS adalah cinta, kasih, dan sayang <3)

Peserta retret hari II.
Pagi sekitar jam 8, aku masuk ke Rumah Batik Kumeli 76 itu, Bagus menyambutku. Ya Allah Bagus, lama sekali kita tak berjumpa. Bagus rasanya udah kuanggap seperti adikku sendiri, Ya Allah, aku kangen sama Bagus. Lalu, Tante Chika dengan hangat menyapaku, juga ada Ustad Hasan, Pak Pur, kami bersalaman, lalu ada ibu-ibu dari Singapura, Bu Aini. Ibu itu juga sangat hangat, aku senang dikelilingi manusia-manusia yang hangat dan penuh kasih. Aku ketemu Mbak Novi juga yang ternyata satu almamater dengan Mas Azka dan Mbak Fatimah (teman-temanku Islam Bergerak) di jurusan Filsafat Universitas Paramadina. Dunia sangat sempit terkadang, hehe.

Sesi makan bersama

Perlahan, para peserta datang, ada Ibu Dewi, Deka (putrinya), dan Pak Khaidir (suaminya). Kami ngobrol-ngobrol sebentar terkait meditasi nafas yang sudah Bu Dewi Lakukan terlebih dahulu, dan meditasi dengan dzikir membuatnya pusing, karena kebiasaan di nafas. Dari wajah Bu Dewi, sepertinya sebelum ini aku pernah ketemu beliau di Jakarta, saat acara walking tour di Pasar Baru, wajahnya tak asing.

Jam 10 tepat, retret dimulai, dengan seberapa pun orang di sana. Ah, senang sekali kemudian aku bisa bertemu lagi sama Tante Julia, Uni Elma, Pak Waler, dan Aulia. Sekeluarga ini membawa beraneka makanan yang vegan dan enak-enak. Ada pula pemuda bernama Ayas yang hobi blusukan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia di antara pekerjaannya sebagai pengusaha. Perjalanan terakhirnya hidup sebulan atau tiga bulan begitu di Maluku, keren. Adapula Mbak Denayu yang hobi membaca buku sama sepertiku.

Meditasi nidra

Awal retret diawali dengan pembacaan doa atau semacam kidung dengan bahasa Sansekerta. Aku mendengarnya secara khusyuk, lalu diawali doa dan Al-Fatihah oleh Pak Pur, dan dilanjutkan dengan sharing ilmu pengetahuan oleh Ustad Hasan. Begini ringkasan hikmah pelajaran dari Ustad Hasan yang kutangkap:

Sharing pengetahuan dari Ustad Hasan
Ustad Hasan bertanya pada kami, apa tujuan hidup manusia? Beliau bertanya pada Bu Dewi, Pak Khadir, Deka, Ayas, Pak Pur, juga aku. Seingatku, Bu Dewi menjawab tujuan hidup adalah ketenangan, kedamaian, kebahagiaan. Pak Khadir menjawab, tujuan hidup adalah untuk meninggal dan menuju ke hal yang lebih kekal. Ayas menjawab, tujuan hidup dari kacamatanya tak pernah tetap, akan berkembang seiring dengan pengalaman. Aku menjawab sebagaimana buku Vedanta yang kubaca: merealisasikan Tuhan. Yes, that's it, Self-realitation.

Ustad Hasan kemudian menjelaskan ilmunya dengan sebuah sejarah Islam terkait Makkah dan Madinah. Setiap manusia pada dasarnya adalah Makkah itu sendiri, rumah Allah, Baitullah. Makkah ini bisa menarik berbagai orang dari seluruh dunia dan latar belakang untuk datang, begitu juga jiwa yang tercerahkan oleh cahaya Ilahi, dia juga akan menarik orang-orang di sekitarnya untuk mendekat. Dia menjadi magnet. Makkah disebut juga dengan Al-Mukarramah, yang mulia, luhur, agung. 

Namun, Makkah dalam diri manusia ini tak bisa terpancar ketika ada yang menghalangi. Dalam konteks sejarah zaman itu yang menghalangi adalah kaum Jahiliyah. Nah, siapa kaum jahiliyah tersebut? Dalam konteks Vedanta, jahiliyah ini adalah ignorance kita, atau ketidaktahuan atau kebodohan kita. Ignorance ini tercipta darimana? Dari maya-maya. Berkaitan dengan maya, ada empat kondisi pikiran manusia: (a) material/appeareance (waking state), orang-orang yang masih diperbudak oleh materi, bentuk, form; (b) dream state, di tingkat ini oleh asumsi, pikiran, judgement yang terus berubah dan tak pernah tetap; (c) sleep deep (sleep state), di tingkat ini dia dalam kondisi yang seperti orang tidur nyenyak, dia tahu dia tidur nyenyak, tapi bagaimana dia tahu kondisi itu?; (d) turiya/samadhi, saat seseorang udah menjadi witness atau penyaksi dari semua yang terus berubah, dia mencoba menyatu pada yang tak pernah berubah. Manusia cenderung terjebak di kondisi tiga yang awal, padahal kita bukan ketiganya, tapi yang keempat, penyaksi kondisi pikiran.

Seseorang tak bisa mencapai cahaya baitullah ketika ignorance ini masih kuat di dalam dirinya. Ketika ignorance ini perlahan lebur kelopak demi kelopak; maka kita bisa beranjak ke hijrah berikutnya, membangun Madinah (Al-Munawarrah) atau kota yang bersinar, Madinah ini dianggap juga sebagai "peradaban". Seseorang bisa mencapai tingkat peradabannya ketika telah mampu menampakkan cahaya Ilahi di dalam dirinya. Ini sungguh penjelasan yang menarik, karena hal lain yang aku simpulkan, seseorang tak bisa mencapai peradaban ketika tak mampu melampaui ignorance dia. Peradaban ini berhubungan dengan orang banyak, cahaya itu menyebar dan menjadi berkah. 

Sesi berikutnya adalah solat dzuhur bersama. Setelah itu, ada pertemuan Zoom dengan Swami Nirgunananda, muridnya Bhagavan. Bagus memberi tahuku jika menjadi monk itu adalah orang-orang yang memang sudah terpilih, tak sembarangan. Sebab ketika aku bilang ke Bagus, "Kamu gak mau jadi seperti monk itu Gus?" Bagus bilang, "Gak bisa Mbak, itu udah orang-orang terpilih, kalau misalnya aku, nanti jadinya malah gak baik jadinya, hasilnya." Oh, aku mengerti dan mengangguk-angguk kecil.

Mendengarkan sharing pengetahuan dari Swai Nirgunananda
Ada banyak hal yang disampaikan oleh Swami Nirgunananda. Beberapa inti pelajaran siang itu yang bisa kupahami dari perkataan beliau, yang dibantu penerjemahannya oleh Shraddha Ma, Tante Chika, dan Bagus:

🌷Kita adalah Tuhan, percikan cahaya-cahaya Tuhan adalah kita. Ketika bermeditasi dan mendekat pada Tuhan, merasalah menjadi anak kecil yang paling dicintai dan dikasihi oleh Tuhan.

🌷Ketika kita hendak ke laut, dari jauh kita bisa melihat tanda-tanda jika laut itu ada, seperti ada angin yang lembut dan suara ombak; begitu juga ketika kita telah dekat dengan Tuhan, tanda-tanda itu akan muncul seperti perasaan yang tenang dan damai.

🌷Untuk air yang tidak murni saja setengah mati kita saring menjadi bersih, tapi mengapa tidak dengan hal-hal atau pikiran-pikiran yang masuk ke dalam diri kita? Yang kita konsumsi?

Sesi berikutnya adalah sharing pengetahuan dari adikku, Bagus. Dia menerangkan ilmu Sadhana (jalan merealisasikan Tuhan) dari nomor 7 hingga nomor 12, sementara nomor 1-6 telah dijelaskan oleh Pak Pur di sesi hari pertama--tips dari Pak Pur di dalam menjalankan Sadhana ini mesti berusaha dengan sungguh-sungguh dan harus berani. Berikut 12 ilmu Sadhana:

1. Meditasi 

Meditasi membuat kita menjadi damai dan santai.

2. Membaca kitab suci

3. Menjaga kesehatan

Misalnya dengan olahraga, olahraga ini tak cuma fisik, tapi juga bisa melihat langit, awan, rumput, dll, itu juga nikmat sehat.

4. Hindari penyalahgunaan

Termasuk di dalamnya adalah penyalahgunaan waktu.

5. Pikirkan orang lain

Kebutuhan orang lain didahulukan, karena orang yang egonya tinggi dia tak punya cinta, dan hidupnya kering.

6. Mandiri dan menjunjung tinggi kebenaran

7. Tumbuh dan kembangkan rasa cinta kasih

8. Buka hatimu, menerima semua dengan kasih

Nah, ini juga sekali lagi jangan terganjal ego, karena banyak ekspektasi pada orang lain, gak bisa nerima keadaan atau menerima masa lalu, yang kalau diistilahkan Bagus "membawa barang yang tak berguna di pundak". Minimal terimalah diri sendiri.

9. Percaya pada Tuhan dan kitab suci

10. Membina diri untuk menjadi sempurna

Tahu cacat-cacat diri, dengan melihat ke dalam. Ketika diri sudah oneness dengan Tuhan, nangkap hal-hal jelek di orang lain itu susah.

11. Hilangkan ego spiritual

Ada attitude untuk terus selalu belajar dan rendah hati.

12. Lantunkan nama suci Tuhan

Bagus banyak menerangkan di bagian ini terutama. Dia bilang, 90 persen pikiran kita dikuasai oleh alam bawah sadar, dan hanya 10 persen saja yang sadar. Alam bawah sadar ini isinya sangat banyak, yang dapat ditangkap secara kasat mata oleh ucapan dan tindakan. Di sana ada impresi/memori, suka/tidak suka, desire, keinginan. Kotoran-kotoran di alam bawah sadar ini serupa ampas kopi, dan canting ini serupa keran air, yang ketika kita tuang keran ke ampas kopi, dia akan naik ke atas dan membersihkan ampas tersebut; sehingga pikiran kita menjadi bening kembali. Alam bawah sadar menjadi penuh dengan keilahian. Pikiran kita jadi kuat. 

Lalu ada pertanyaan juga terkait bagaimana cara berzikir secara berkualitas? Jawabannya dengan rasa, dengan cinta, dengan syukur. Dari pengalaman Bagus, pertama-tama sebelum mencapai kualitas, dia mengejar kuanitas terlebih dahulu, dan lama-alam nanti akan meningkatkan kualitas. Lalu, Ustad Hasan menjawab juga dengan sebuah ayat Al-Quran yang intinya, "Jangan panggil nama Allah dengan sia-sia". Artinya apa? Lakukan dzikir dengan konsentrasi, fokus, intention, fokus hadir dalam nama Tuhan. Ada ayat lainnya pula dalam Al-Quran, "Dengan dzikir, hati menjadi tenang." Healing macam apapun jika tak melibatkan Tuhan akan sia-sia.

Bagus menutup sesi ini dengan mengatakan, IVS adalah komunitas yang penuh cinta. Bahkan Bhagavan yang berdoa sendiri, jika tidak ada cinta dan kasih di IVS, Bhagavan yang pertama berdoa, IVS dibubarkan saja. Dia juga berbagai pengalaman terkait perkataan Bhagavan yang ditujukan padanya, "You talk with sweet words." Dan ini dijumpai Bagus berulang kali dari berbagai moment dan kejadian lain yang ditemuinya, seperti ada orang yang bilang padanya, "Jangan lupain aku ya." Ini kata-kata yang manis. 🌷🌷🌷

Minggu, 16 Juni 2024

Sembuhkan dengan Yoga

Kemarin pas ke Glodok, aku nemu artikel bagus judulnya "Sembuhkanlah dengan Yoga". Beberapa inti yang bisa kucatat dari pesan, yaitu: 

-Ada empat kunci menuju hidup sehat: makanan yang baik, tidur dan latihan teratur, serta menjaga badan supaya bersih selalu. (Shree Swami Yoganand Puri)

-Sebaiknya menjadi vegetarian. Jangan khawatir tubuh menjadi lemah karena tidak makan daging, banteng dan gajah yang tidak makan daging tetap kuat meski mereka tak makan daging.

-Tidur lelap: Keadaan tanpa badan, tanpa aku, dan keadaan tanpa waktu.

-Bagaimana yoga menyembuhkan? "Tergantung ketekunan".

-Berlebihan dalam segala hal menunjukkan ada sesuatu yang "tak beres" dalam "aku".

Kata-kata manis pula:

"Jika pencarian Anda terhadap seorang guru sejati cukup kuat dan tulus, Anda pasti akan menemukannya."

Rabu, 12 Juni 2024

Renungan IVS #1

🌷Kenyataannya:
9 dari 10 energi kehidupan kita di habiskan untuk berusaha membuat orang lain berpikir tentang kita yang bukan diri kita sebenarnya.
🌷Alangkah baiknya bila energi itu  kita gunakan untuk menjadi apa yang kita inginkan.

🌷Jiwa suci Swami Vivekananda🌷

***

Jika anda memikirkan Tuhan siang dan malam, anda akan memperoleh kualitas-Nya (misal : welas asih, bijaksana, kebahagiaan, kedamaian etc).

- Jiwa Suci Rama K Paramhansa

***

🌷 Jangan pernah lupa untuk selalu Ber Dzikir ( memanggil Nama Tuhan YME) walaupun pikiran  sedang tidak stabil.

🌷Tetap dan terus melakukannya dan engkau akan merasakan pikiranmu akan menjadi lebih stabil.

🌷setiap adanya keinginan duniawi, akan membuat pikiran tidak stabil, begitu juga setiap hembusan angin akan menggoyang kan  pelita api.

🌷 Maka Janganlah engkau membuat kusut pikiran dengan banyak pertanyaan .

Kenyataanya: Seseorang merasa susah melakukan pembina diri. Tetapi berani mengundang begitu banyak gangguan dengan mengisi pikiran dengan segala  macam hal.

🌷Bila engkau tidak menjalankan pembinaan diri.
janganlah engkau pernah  bertanya " kenapa engkau tidak berkembang di dalam rohani?

Jiwa suci Sarada Devi Ma

***

🌸Nafsu Keinginan kita dimulai sejak lahir.🌸

Kita terus menginginkan sesuatu sepanjang hidup kita. Tapi Anda perlu belajar memberi. Anda tidak perlu belajar apa pun untuk bisa meminta-minta sesuatu.

🌿Setiap orang belajar meminta (sesuatu) sejak kecil. (Akhirnya) Lahirlah orang-orang hebat yang mengajarkan seni memberi.

🌷Kita menginginkan cinta tetapi kita tidak mau memberikan cinta.

🌺Saya menginginkan uang, tetapi saya tidak mau memberikan uang (bersedekah).

🌸Saya ingin penghargaan, tetapi saya tidak mau memberi penghargaan (kepada orang lain).

💎Tapi kalau anda tidak pernah memberi, maka artinya tidak akan pernah ada.

- Shri Shri Bhagavan

***

Ini akan menjadi sebuah pelajaran (besar) ketika seorang pencari Tuhan memahami bahwa ia memiliki kelemahan dalam pikirannya dan mencoba untuk memperbaikinya. Pada saat itu, Tuhan menjadi penuh berkah dan membukakan pintu (pencerahan) untuknya.

— Jiwa Suci Ibu Sarada Devi

***

Bagaimana Memperkuat Kekuatan Tekad ?

🌷Latihan Pengendalian Diri🌷

“Sebuah kereta dengan empat ekor kuda dapat berlari menuruni bukit tanpa terkendali, atau bisa saja kusir dapat mengekang kuda-kuda tersebut.

🌷 Manakah perwujudan kekuatan yang lebih besar, membiarkan mereka pergi atau mengendalikannya?

Semua energi yang keluar karena motif egoisme akan terbuang sia-sia; namun jika dikendalikan, hal ini akan menghasilkan pengembangan kekuatan.

🌷 Pengendalian diri ini menghasilkan kemauan yang kuat, sehingga membentuk sebuah karakter yang menjadikan se seorang tercerahkan

Jiwa suci- Swami Vivekananda

***

🌷Kita harus bertanggung jawab dengan apa yang ada dengan keadaan kita sekarang ini dan apa yang kita  inginkan di masa akan datang.

🌷 Kita memiliki kekuatan untuk itu.

🌷Jika apa yang ada pada kita adalah hasil dari perbuatan kita yang sebelumnya.

🌷maka apapun yang kita inginkan bisa tercipta di masa depan dengan tindak kan kita sekarang ini.

🌷Maka kita haruslah tahu bagaimana bertindak bijaksana

— Jiwa Suci Swami Vivekananda

***

🌷🌸🌷
Banyak kali kita berdoa:
Ya Tuhan, aku memohon kepada Mu untuk menerima aku apa adanya, aku menyerahkan diri kepada Mu, Tuhan.
Demikianlah kita menyerah kan diri kepada Tuhan YME. Namun, berikutnya kita mendapatkan diri kita berdoa untuk pemenuhan keinginan duniawi kita.

🌸🌷🌸
Di karenakan pikiran kita yang memutar balik kan fakta, kita mencari kesalahan orang lain. Mengapa saya harus mencari kesalahan orang lain?
Seharusnya,  pikiran ini di gunakan untuk menganalisa & menemukan kesalahan pada diri saya sendiri.

🌸🌷🌸
Berpikir buruk tentang orang lain adalah tindak kan yang paling tidak saleh
Jika kamu harus berpikir, pikirkanlah Tuhan YME


Jiwa suci Sri Sri Bhagavan

***

🌸🌸🌸

🌸Jangan engkau menyelam terlalu dalam di urusan2 duniawi.

🌸Karena semakin engkau menyelam, semakin besar penderita an mu.

🌸Minyak i tangan mu ketika engkau memegang nangka. 🌸Demikian juga, tetaplah sadar ketika menjalani kewajiban duniawi mu.

🌸🌷🌸🌷🌸

🌸Dunia ini bukanlah tempat yang menyenangkan Rasa menyenangkan hanya sementara, terkadang memberi kesenangan dan pada saat yang lain menyakitkan.

"Oh Jiwa ..., mari kembali kepada Tuhan"

Jiwa suci Sri Sri Bhagavan

***

🌷Selama kita masih jauh dari pasar, kita hanya bisa mendengar suara-suara yang samar samar. Tetapi ketika kita mendekati pasar tersebut: maka suara-suara menjadi  semakin jelas.
🌷Kita bisa melihat ada yang sedang menawar , ada yang sedang membeli dll.

🌷Demikian  juga dengan seseorang, ia tidak akan merelisasi  Tuhan,  bila ia terlalu jauh dari Nya.

Jiwa Suci Rama K

***

🌷Setiap jiwa ditakdirkan untuk menjadi sempurna, dan setiap makhluk, pada akhirnya, akan mencapai kesempurnaan.

🌷Apapun keadaan kita saat ini adalah hasil perbuatan dan pikiran kita di masa lalu; dan apa pun keadaan kita di masa depan adalah hasil dari apa yang kita pikirkan dan lakukan saat ini.

🌷Namun hal ini, dalam menentukan nasib kita sendiri, tidak menghalangi kita untuk menerima bantuan dari luar; sebagian besar bantuan seperti itu mutlak diperlukan.

🌷 Ketika hal itu terjadi, kekuatan dan perkembangan jiwa yang lebih tinggi dipercepat, kehidupan spiritual dibangkitkan, dan manusia pada akhirnya menjadi murni dan sempurna.

🌷Dorongan yang mempercepat ini tidak dapat diperoleh dari buku.
🌷Jiwa hanya dapat menerima impuls dari jiwa lain.

🌷Kita mungkin mempelajari buku sepanjang hidup kita, kita mungkin menjadi sangat intelektual, namun pada akhirnya yang kita dapati adalah kita belum berkembang sama sekali secara rohani.

🌷Tidaklah benar bahwa perkembangan intelektual yang tinggi selalu berjalan seiring dengan perkembangan sisi spiritual manusia secara proporsional.

🌷 Dari dalam mempelajari buku-buku kita kadang-kadang tertipu dengan berpikir bahwa dengan membaca buku kita sudah terbantu secara rohani; Namun jika kita menganalisis pengaruh mempelajari buku terhadap diri kita sendiri, kita akan menemukan bahwa hanyalah intelek kita yang memperoleh manfaat dari pembelajaran tersebut, dan bukan batin kita.

🌷Ini adalah Kekurangan belajar dari buku-buku di dalam  pertumbuhan spiritual.

🌷 Meskipun hampir setiap orang dari kita dapat berbicara dengan sangat baik mengenai hal-hal spiritual, namun ketika menyangkut tindakan dan menjalani kehidupan spiritual yang sesungguhnya, kita mendapati diri kita sangat kekurangan.

🌷Untuk menggerakan semangat, dorongan itu harus datang dari jiwa yang lain.

— Jiwa suci 🌷Swami Vivekananda

***

🌷Ya...Memang sangat sulit melakukan latihan rohani- membina  diri  ketika hidup di dunia. Saya tidak perlu sebut semua halangan & hambatan nya , seperti: Sakit, duka, miskin ...
Tidak akur dengan pasangan hidup, anak yang tidak patuh & keras kepala, dll.

🌷Akan tetapi masih ada jalannya : se- sekali, menyendirilah dan berdoalah kepada NYA, berusahalah dengan sungguh sungguh untuk mencapai NYA

🌷Apakah kita harus meninggalkan rumah?  

🌷Hanya sementara, bila ada kesempatan, cobalah untuk bertapa satu atau dua hari.

🌷Tujuaannya adalah memutuskan semua kemelekatan dengan manusia yang duniawi beserta ucapan kata2 dari mereka  yang tidak ada gunanya

Jiwa suci Sri Rama K

***

🌷Manusia yang hanya memikirkan duniawi itu ibarat kursi sofa yang memiliki  PEER SPRING pegas .
🌷Selagi di duduki :  bantalan pegas sofa itu akan tertekan kedalam.

🌷Akan tetapi: Seketika kursi sofa tidak di duduki lagi,  maka spring pegas sofa  segera kembali mengembang ke bentuk aslinya.

🌷Demikian pula keimanan akan dirasakan oleh manusia yang berpikiran duniawi,  ketika berada bersama orang-orang baik dan suci.

🌷Tetapi Keimanan nya hilang se ketika dia meninggalkan kebersamaan nya dengan  orang-orang baik & Suci. 🌷  Dan Seketika itu juga pikirannya kembali menjadi tidak murni seperti sebelumnya.

Jiwa Suci SRI Rama K

***

Sekedar cerita : dulu sekali saya sangat menyukai buku2 spiritual dalam sebulan setidaknya 2 buku, juga gemar cari info di google membaca artikel2 spiritual, setelah ada ytube beralih mendengar hal2 spiritual (tapi tidak pernah menjadi spiritual), setelah secara pribadi mengamati perkembangan spiritual hanya bisa di dapat dari praktek/latihan/laku.
Laku Ruhani/spiritual memang akan membuat pelakunya jenuh, malas dll. Karena dampaknya sangat halus nyaris tidak bisa dirasakan secara langsung, hanya dengan ketekunan dan pengamatan diri sendiri kita akan dapat merasakan adanya perkembangan spiritual.

Dulu emosional sekarang lebih sabar
Dulu sering merasa khawatir sekarang tenang, juga perasaan takut menghilang.
Rasa cinta kasih/welas asih muncul dengan sendirinya.

(Pak Sutarman)

Senin, 03 Juni 2024

Berdiri di Antara Dua Kaki, Refleksi dari Sajogyo Institute

Hari Sabtu kemarin, KRL sangat penuh, dari Stasiun Juanda ke Stasiun Bogor nyaris seperti pepes. Aku berdiri dekat pintu, setiap pemberhentian stastiun, orang keluar masuk tak dapat tempat duduk, tapi setidaknya bisa mendapat tempat berdiri. Di antara perjalanan itu pula, aku masih menyempatkan diri untuk rapat mingguan project bareng Nial terkait evaluasi RAN PE oleh BNPT dan UN Women. Tahap proyek ini akan berada di tahap FGD bersama Pokja dan K/L terkait lainnya.

Sesaimpainya di Stasiun, sepertinya ini memang weekend paling padatku selama berkunjung ke Bogor. Aku berniat datang ke acara diskusi bertajuk "Nusantara Bergerak: Ekologi dan Pembangunan" yang diadakan di Ruang Sidang PSP3 Kampus IPB Baranangsiang, Kota Bogor. Untungnya, tempatnya bukan di IPB yang jauh di sana, tapi IPB yang dekat stasiun Bogor. Diskusi ini mendatangkan narasumber:

1. Azhar Ibrahim Alwee (National University of Singapore) dengan materi "Ecological Society: Insights from Sajogyo and Murray Bookchin"

2. Shakila Zen (Persatuan Aktivis Sahabat Alam/KUASA Malaysia) dengan materi "Reading Vedanta for Our Own Environment"

3. Roy Murtadho (Pesantren Ekologis Misykat al-Anwar Indonesia) dengan materi "Environmental Damage: Islamic Perspectives and Ecosocialism"

4. Shela Herlita (Sajogyo Institute Indonesia) dengan materi "Gendered Participatory Action Research: Establishment of Customary Women Institution for Coastal and Fishery Management in Aru Archipelago District"


Saat itu diskusi dipandu oleh Mas Eko Cahyono dari Sajogyo Institute (Sains), aku telat datang karena melewatkan materi dari Pak Azhar. Namun, ketiga materi lainnya sangat menarik, apalagi dari Mbak Shakila dari Malaysia dengan logatnya yang kental. Berbagai pemikiran dijelaskan, aku telah merangkumnya dalam catatan terpisah, tapi di tulisan ini, aku ingin bercerita yang lebih ke sifatnya refleksi personal, bukan materi diskusi.

Setelah diskusi tersebut dan diskusi mahasiswa-mahasiswanya Mas Shohib terkait "Ekspose Hasil Riset Ko-kreasi Mahasiswa di Nanggung", Bogor hujan deras Magrib itu. Diskusi selesai, aku duduk di luar, di pertemuan ini, aku tak menyangka pula bertemu dengan kawan lama, Habib dari Teater Eska yang sekarang bergiat di Sains, dan tambahan dia sudah menikah tahun 2023 lalu, istrinya orang Sains juga dan sekarang kuliah di Korea Selatan.


Sore itu, aku berkesempatan bertemu dengan Gus Roy Murtadho lagi bersama istri dan anak perempuan paling kecil beliau, Aisha. Aku sebenarnya di beberapa kesempatan bertemu dengan Gus Roy, tapi sungkan menyapa takut beliau sudah lupa denganku. Namun, Magrib itu, keraguanku terpatahkan, Gus Roy masih mengingatku dan malah mengajakku untuk main dan menginap di Pesantren Ekologi Misykat Al-Anwar  milik beliau. "Oh, Mbak Isma, saya kira siapa, IPB bukan, Sains bukan, oh iya, Islam Bergerak."

Gus Roy bercerita tentang aktivitasnya sekarang, jadi pengurus di Partai Hijau Indonesia (PHI) dan meninggalkan semua kelompok-kelompok gerakan yang dia ikuti sebelumnya, salah satunya Islam Bergerak yang beliau dirikan dulu. Entah kenapa, aku berkaca-kaca menulis ini, aku seperti terbawa pada suasana gerakan dan perjuangan yang tak mudah seperti yang dialami oleh Gus Roy, juga yang dialami teman-temanku yang lain di Islam Bergerak: Mbak Rizki, Mas Azka, Mbak Ella, dkk. Jalan yang terjal.

Ketika Gus Roy dan keluarganya akan pulang, beliau mengajakku ke Misykat, tapi aku ingat masih ada deadline RAN PE sama Nial dan tes PVA EF, dan aku meminta maaf untuk lain kali. Lalu, Habib mengajakku ke basecamp Sains di Jl. Malabar 22 Bogor, naik mobil bareng orang-orang Sains yang lain. Bangunan Sains sangat sederhana dan teduh, di depannya ada warung kopi juga.

Di sana aku ketemu Mas Eko Cahyono yang sedang ngobrol dalam lingkaran meja segi empat bersama dengan Mbak Shakila, suami Mbak Shakila (Mas Wan Khuzairey), Mas Ahalla Tsuro, Habib, dan aku sendiri. Yang menarik perhatianku adalah cerita Mas Eko. Begini cerita beliau yang kutangkap:

Dulunya, Mas Eko lulusan UIN Jogja juga Tafsir Hadir, dia sempat ngajar di universitas Kristen begitu sampai jadi wakil rektor apa ya (atau wakil apa gitu, aku lupa), jadi dia ngajar perbandingan Islam dan Nasrani dalam kitab-kitab. Ketika teman-temannya berkumpul, cerita mereka heroik-heroik, seperti ikut pembebasan lahan dlsb, dia juga mencoba mengangkat kisah pribadinya dengan heroik: "memberi kejelasan Islam" pada tempat kerjanya, haha. 

Namun, ketika dia bekerja di sana, dia tak menemukan sesuatu yang dia cari, dia merasa ada sesuatu yang kurang. Istrinya pun mengamati itu, istrinya mendukung apa pun keputusan Mas Eko asalkan suaminya bahagia. Suatu hari, kegelisahan itu terjawab, saat dia bertemu dengan teori-teori dari Pak Sajogyo. Awalnya dia bertanya-tanya, siapa ini Pak Sajogyo? Dia pun mendalaminya, dan teori membumi dan merakyat Pak Sajogyo adalah yang dia cari.

Akhirnya dia memutuskan untuk bertemu Pak Sajogyo dan berniat menjadi muridnya. Setiap malam sekitar pukul 10-12 malam, Pak Sajogyo mendermakan waktunya di ruang depan kantor Sains, dan orang-orang yang bertanya-tanya tentang apa saja boleh bertanya kepada beliau. Mas Eko tertarik dengan gagasan Pak Sajogyo terkait pertanyaan, akademisi seperti apa sih yang kita butuhkan di tengah kondisi masyarakat kita yang penuh dengan kemiskinan struktural seperti ini? Dia menjawab akademisi yang berjalan dengan dua kaki, satu kaki dia seorang akademisi yang paham bagaimana metode penelitian dan cara menulis yang baik; di satu kaki yang lain berbaur dengan problema masyarakat marjinal, terpinggirkan, dan teraniaya sehari-hari. Konsep yang hebat sih ini.

Mas Eko kemudian memilih untuk ke Pak Sajogyo dan meninggalkan pekerjaan sebelumnya yang boleh dikatakan cukup mapan. Pak Sajogyo kemudian bertanya, "Kamu mau cari apa di Sains ini? Ini lembaga kere, gak bisa kasi kamu apa-apa." Mas Eko hanya yakin di situ tempatnya, dia pun memilih pindah dari tempat asalnya ke Bogor, berguru pada Pak Sajogyo, juga dengan dukungan penuh dari istrinya, dia bertumbuh. Mas Eko bercita-cita menjadi akademisi yang berjalan di antara dua kaki. 

Dia juga pernah mengkritik Martin Suryajaya terkait buku "Kiat Sukses Hancur Lebur" sebagai sastra yang diperuntukkan untuk dirinya sendiri, sastra yang egois, dan tidak menggambarkan realitas masyarakat Indonesia keseharian yang masih dipenuhi dengan kemiskinan dan kebodohan struktural. Mas Eko bertanya, sebenarnya kita butuh akademisi, seniman, sastrawan, atau profesi lain yang seperti apa sih untuk menjembatani antara kondisi kerakyatan sekarang dengan basic profesi yang kita punya? Jawabannya berdiri di antara dua kaki tadi.

Akademisi yang gak sibuk riset untuk Scopus dan dirinya sendiri, akademisi yang bisa menjawab kebutuhan-kebutuhan jutaan orang miskin, kemiskinan adalah adalah realita

Ya, aku telah mencatat hal fundamental ini, entah bagaimana nanti implementasinya, aku akan berusaha.

Ini juga sebenarnya yang dilakukan oleh Bapak Hariadi Kartodihardjo (HK) guru besar Sosiologi Pedesaan, yang kabar kematian beliau kudengar esok hari usai berkunjung ke Sains untuk pertama kalinya. Ya, perjuangan masih panjang, masih sangat panjang....

Minggu, 02 Juni 2024

Terima Kasih EF, Aku Lulus C1/C2, Yeee!

Refleksi: Tadi pagi jam 9 aku ikut Personal Verbal Assesment (PVA), semacam ujian kenaikan level bahasa di EF. Ini stage PVA terakhirku dari A1 (beginner) ke C1/C2 (Advanced/Upper Advanced). Pengujinya kalau gak orang UK ya US, namanya Pak David. PVA kali ini beda juga dengan PVA lain, di mana penguji kasi pertanyaan terus aku jawab. Dia memintaku memulai diskusi apa pun dengan tema yang aku pilih sendiri. Aku langsung deg, ngomong apa ya? Karena akhir-akhir ini belajar spiritualitas, ya sudah, aku mulai dari sana. Aku jelasin spiritualitas yang beda dengan agama, dan balasan Pak David sebagaimana stigma masyarakat Barat yang sekuler, dia seperti tak tertarik dengan isu ini. Dia nganggap tema terkait agama dan spiritualitas itu egois, dia juga ngaku bukan orang yang taat beragama.

Jawaban dia membuatku langsung keder lagi, tapi ada pertanyaan lain yang kayaknya ngetuk hati dia, pas dia tanya: "Kenapa dalam spiritualitas kamu membutuhkan orang lain?" Aku jawab sebagaimana kata seorang guru, spiritualitas datang dari jiwa ke jiwa, hati ke hati, tak bisa tanpa orang lain, dan tak bisa hanya dari buku dan nonton Youtube. Dia juga tanya terkait orang-orang yang di jalan kaitannya sama agama, aku jawab itu bukan cuma urusan agama, tapi juga problem ekonomi-politik struktural (anjas). Terus di akhir sesi dia kasi komentar yang intinya, dia terbuka dengan tema apa pun, dan dia senang aku bisa berargumen tidak sepakat dengan dia.

Beginner


Elementary
Intermediate

Upper-Intermediate

Advanced/Upper-advanced

Hampir 20 bulan sudah aku ngikuti kursus di EF, ngadepi macet Jakarta tiap pulang kerja, dan ini puncak prestasi yang sudah kudapatkan. Kupikir dulu level basa Inggrisku sudah di tahap "lumayan", tapi pas dites EF, baru di beginner (A1), wkwk, what's the heaven sake. Sebab aku tahu ikut kursus ini berarti tiap bulan juga aku perlu saving banyak, aku serius dan bikin program sebelum kontrakku habis, aku harus sampai di level tertinggi. Dan doa itu dijabah sekarang. Alhamdulillah Ya Allah. Dan sebagai catatan, "pass" ini bukan tertinggi, ada yang lebih tinggi lagi, "strong pass". Aku sadar, grammar dan fluency-ku in speaking belum semaju itu, tapi aku sudah komitmen akan belajar bahasa sampai nanti, sampai mati, karena skill terbaikku hanyalah belajar. Yee, thank you Isma, you did!

Makasi juga Ci Desy Amelia, aku senang dan bahagia belajar di EF 🌷🌷🌷