Imajinasi ialah mainan antik yang kucari di sepanjang sudut rumah dan tak pernah ketemu. Padahal imajinasi itu ingin aku goreng dan kutambahi sambal yang banyak untuk meningkatkan nafsu makan. Kemudian kusajikan dalam otakku yang sering blingsatan jika tak kuikat dalam vas bunga, serupa mengikat leher sapi pada tiang kandang.
"Imajinasi... Imajinasi, kau di mana?" aku terus memanggilnya.
Sehari, sebulan, setahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun, hingga aku mengenduskan otakku kemana-mana; ia serupa kepik coklat yang mengeluarkan bunyi bintang saat tanggal 15.
"Bagaimana bunyi bintang itu? Kau mengarang?" tanyaku sendiri.
Mengarang. Iya, imajinasi adalah mengarang. Mengarang sesukaku. Tak peduli otakku setuju atau tidak. Dia terlalu bodoh di depan imajinasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar