Baiklah akan kumulai tulisan ini dengan kisah pre-test elektronika dasar yang membuat gregetan. Hanya karena salah mengartikan, harusnya buat simbol flip flop JK doang, tapi aku malah kerajinan buat yang rangkaiannya. Harusnya bisa dapat nilai 80 tapi malah 65! Nyesek banget.
Soalnya apa? Aku baru nyadar di praktikum eldas kemarin, kalau kita inhall, mengulangnya itu harus bayar >50 rb, gila, banyak banget itu. Kalau nilai nggak maksimal itu sayang! Ya, hari ini aku cukup senang, meski cuma sedikit aku bisa ikut merangkai kabel-kabel yang mbulet itu. Sebelumnya, aku kayak jadi patung kalau dibandingkan teman kerjaku. Dia lebih pintar.
***
Pindah ke kelas filsafat. Cukup menarik
sebenarnya materi tentang ilmu dan problem nilai. Apalagi pas Lina berkata tentang
pendapat si Foucault bahwa ilmu melahirkan kekuasaan, kekuasaan melahirkan ilmu
(mirip si gaek Bacon: knowledge is power). Dengan sok tahunya aku
ngacung trus tanya: ilmu sebagai kekuasaan kalau saya menganologikannya begini.
Ada pasien yang datang ke dokter, trus si pasien percaya aja sama si dokter.
Disini si dokter punya kuasa terhadap pengetahuannya. Lalu tentang dosen yang
juga punya kuasa terhadap mahasiswa. Atau kisah teman saya, keamarin itu saya
dan teman saya bersepeda ke sebuah candi dan kami duduk di sebelah arca. Ada
sesesorang lewat dan memberi tahu teman saya, "mas, jangan duduk
disitu, nanti rusak" lalu teman saya langsung pindah. Orang itu mungkin
seorang arkeolog atau siapa, yang jelas dia lebih tahu. Yang ingin saya
tanyakan, apa yang membuat ilmu itu menjadi kekuasaan?
Awalnya dijawab karena faktor ketahuan saja. Saya
tidak puas menggeleng kepala. Lalu dijawab sama Mas Allam (mantan PU LPM
Metamorfosa yang tak kusangka sekelas), dia bilang gini: ilmu adalah alat. Alat
itu yang dipakai untuk berkuasa. Kalau diibaratkan pisau, pisau bisa sebagai alat ia bisa
digunakan untuk membunuh, tapi ia juga bisa digunakan untuk memasak.
Jawaban ini aku cukup puas. Berarti, ilmu
adalah alat. Tools, instrument, weapon, etc. Aku jadi bayanginnya tuh
gini (implementasi), UAS dan UTS itu aku ibaratkan perang. Kalau aku tak punya
alat/senjata untuk perang gimana mau menang? Ditembak duluan deh, mati.
Trus, di akhir kelas dosen filsafatnya memberi
tanggapan. Ternyata, aku salah. Kekuasaan yang aku sebutkan tadi adalah
kekuasaan yang sifatnya tradisional, sifatnya mengintimidasi orang, menakuti orang lain.
Sedangkan si Foucault bicara tentang kekuasaan yang dalam diksinya Foucault itu
'normalisasi'. Ilmu pengetahuan itu dinormalisasi. Contohnya si tokoh kesehatan
X buat buku tentang merawat anak. Pengetahuan tentang merawat anak
dinormalisasikan seperti teori si X, dan jika tidak sesuai X maka dikatakan itu
salah. (Haha, meski salah setidaknya uneg-unegku keluar)
***
Kemarin juga, ARENA kedatangan tamu dari LPM Ekspresi UNY. Ada Mas Taufik Ekspresi dan empat anggota magang. Kita ngobrol-ngobrol tentang keredaksisan dan banyak hal. Salah satu celetukan yang menarik adalah: konsisten itu membosankan.
Kemarin juga, ARENA kedatangan tamu dari LPM Ekspresi UNY. Ada Mas Taufik Ekspresi dan empat anggota magang. Kita ngobrol-ngobrol tentang keredaksisan dan banyak hal. Salah satu celetukan yang menarik adalah: konsisten itu membosankan.
***
Ini pesan dari John Rimba. Hal paling menarik di
ARENA adalah tantangan-tantangannya. Tantangan saat meliput, wawancara,
hambatan, dll. kayak Mas Rimba yang hidup di jalanan untuk peliputan majalah,
atau Mas Folly yang jauh-jauh ke Klaten untuk wawancara. Lalu, hal paling mewah
menjalani profesi jadi juranalis adalah dipaksa untuk TERUS BELAJAR. Contohnya
gini, saat kamu ngliput tentang HAM, kamu akan belajar HAM, saat ngliput
kesehatan, kamu belajar kesehatan, dll. yang itu mungkin tak sesuai dengan
jurusan kamu. Yang penting juga, saat penulis atau wartawan melepas tulisannya,
ia tak berhenti sampai disitu. Jejak-jejak seperti catatan, foto, dan rekaman
harus tetap disimpan jika suatu waktu digugat. Kalau perlu data ini
diklasifikasikan dan ditempatkan di tempat khusus.
***
Inti dari tulisan ini adalah mari hidup dinamis.
--Is
ada namaku nih disebut-sebut...ahaha
BalasHapusEh, Mas Folly... yo kene, pengalaman yang di Klaten silahkan diceritakan. Apa yang paling menantang selama peliputan disana?
Hapus