Selasa, 28 Oktober 2025

Kabar dari Cibubur: Catatan Konser Rony Parulian

Judul ini terinspirasi dari cerpen Pramoedya Ananta Toer di buku Cerita-Cerita dari Jakarta. Salah satu cerpen di dalam buku itu adalah Kabar dari Kebayoran. Berkisah tentang Aminah yang telah kehilangan segenap kemanusiaannya di masa pasca-kemerdekaan. Ketika dia memutuskan untuk meninggalkan suaminya Saleh, ikut pria lain bernama Diman ke Jakarta Pusat; setelah Saleh menjual tanah dan rumah sumber penghidupan mereka. Saleh melakukan hal tersebut karena jika tidak dijual, pemerintah akan menyitanya.  

Di Jakarta Pusat, hidup Aminah tak lebih baik. Dia jadi tunawisma, gelandangan, dan perempuan tunasusila. Dia menawarkan komoditas tubuhnya bahkan pada harga serendah-rendahnya untuk bisa makan. Suatu hari dia ketemu adiknya Khatijah yang berpenghidupan lebih baik, hendak ke Pasar Baru. Keluarga Aminah masih tinggal di Kebayoran, dia rindu. Pas ketemu adik, dia kaget mendengar kabar kalau adiknya hendak menikah dengan suaminya, Saleh. Adiknya sendiri jijik melihat Aminah, hidup Aminah berada di kondisi paling dasar hidup. Tak ada cahaya, tak ada harapan, selain kesedihan. Kakek Pramoedya keren sekali menulis ironi hidup seperti ini.

Ya, seperti itulah, judulnya bagus, maka aku adaptasi untuk menulis cerita konser Rony Parulian ini. Konser itu bertajuk "Music Corner Cibubur" yang digelar di Main Atrium Ciputra Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat. Saat itu hari Minggu, 26 Oktober 2025. Aku menyimpan jadwal Rony sebulan manggung di Jakarta, yang jadwalnya padat hampir setiap hari--bahkan di waktu tertentu, semisal kucatat tanggal 8 November mendatang, sehari bisa dua konser. Minggu itu, pas bangun, aku sedih karena piket kerja di hari Minggu, dengan tiba-tiba jadwal keluar. Aku tugas liputan Wamendagri Bima Arya di Kantor BPSDM Pancoran, Jakarta Selatan jam 4 sore. Padahal, di jam yang sama, aku ada acara Kampung Stories, Festival Kampung Muka, di Pademangan. Tour kampung kota yang diadakan oleh anak-anak Karangtaruna Ancol, dan Antropologi Bumi. Usai dapat kabar liputan, aku langsung hubungi panitia, minta maaf gak bisa datang, dan mendoakan semoga acaranya sukses.

Sebelum liputan, aku udah planning, paling gak kerangka beritanya udah jadi 20 persen, nanti sampai sana tinggal masuk-masukin bahan. Prosesnya kayak orang masak, kita udah siapin sebagian bahan dan alat-alat sebelumnya, nanti bahan tinggal diolah, dan disajikan. Sesuai rencanaku, aku cukup amazed karena jadwalku berjalan dengan sangat lancar dan rapi. Bahkan aku bisa melakukan solat Ashar dan Magrib tepat waktu, karena aku punya kecenderungan untuk (mohon maaf Ya Allah) meninggalkan solat kalau ada acara yang melibatkan mobilisasi cukup tinggi. Aku merasa, dari satu kegiatan ke kegiatan kayak dimudahkan. Di sini aku mengambil pelajaran: Kalau kamu tenang dan menerima, Tuhan akan memudahkan. Jadi ingat lirik lagu ciptaan Rony yang dinyanyikan Judika, "Tenang".

Perjalanan dimulai dari kos ke Stasiun Juanda pakai transportasi Gojek. Lalu naik KRL menuju Stasiun Duren Kalibata, dari stasiun jalan 800 meter ke Kantor BPSDM. Waktu itu liputan Bima Arya yang memberi arahan ke Sekolah Pimpinan Korps HMI Wati (Kohati). Hal penting yang bisa kubagikan, Bima cerita terkait buku The Great Wave: The Era of Radical Disruption and the Rise of the Outsider karya jurnalis pemenang Pulitzer, Michiko Kakutani. Inti buku ini, dunia sudah berubah drastis di segala bidang, dari politik, ekonomi, budaya, hingga hiburan. Para outsider bisa datang tanpa pemberitahuan sebelumnya yang meluluhlantakan sistem mapan yang udah dibangun bertahun-tahun. Semacam fenomena Presiden AS Donald Trump dan Presiden Volodymyr Zelenskyy. Trump ini pengusaha, Zelensky ini komedian (macam Eko Patrio-nya Indonesia gitu), keduanya gak pernah menjalani karier sebagai birokrat, walikota, kepala daerah, Sekda, atau kepala dinas, tiba-tiba bisa menang di Pemilu. Ini semacam disrupsi bagi tradisi perpolitikan AS yang udah dibangun sejak lama.

Di bidang hiburan, Spotify dan Netflix udah gak didominasi oleh musisi US dan UK, muncul outsider dari Asia. Lagu-lagu dari Korea Selatan, Puerto Riko, sampai Afrika kini bisa kita dengarkan. Belum lagi pas demo 17+8 lalu, mereka yang tampil bukan lagi para aktivis yang ikut gerakan Cipayung, PMII, HMI, atau FPPI; mereka para influencer! dengan banyak pengikut dan punya tabungan kekritisan yang cukup, yang justru ditemui DPR! Tentu kamu masih ingat bagaimana Afutami, Abigail Limuria, Andovi, dll, tampil. Sebenarnya fenomena ousider ini mengingatkanku dengan gerakan rimpang yang santer di ranah gerakan. Memang dia fragmented, bebas, fleksibel, dan karena itu, gerakan ini jadi lemah dan secara keberlanjutan masih dipertanyakan. 

Kembali ke Rony, berkat dia, aku jadi tahu Cibubur, haha. Pengalaman baru lain, aku naik kereta Lintas Raya Terpadu (LRT) pertama kali dari Stasiun Cikoko ke Stasiun Harjamukti. Menurutku ini menarik sekali, aku juga bisa ke Bandara lewat LRT dengan biaya yang lebih ekonomis. Pas sampai ke fasad Mal, poster Rony yang potongannya sekilas mirip Charlie ST 12 itu (wkwk, canda Ron), udah berjejer-jejer di sepanjang gerbang mal.

Aku sampai di Mal Ciputra Cibubur tepat waktu, pukul 18.55 WIB. Mal sudah sangat ramai, penonton berjibun dari lantai dasar ke sampai dua lantai di atasnya. Lautan manusia nunggu Rony, ini juga bersamaan dengan peringatan Halloween gitu, meski agak aneh budaya Amerika itu sampai di Indonesia. Ini pengalaman kesembilanku nonton Rony, sudah tidak berambisi lagi untuk dapat tempat yang oke buat nonton mengingat itu tidak memungkinkan. Aku ambil posisi mayan jauh dari panggung utama, dekat sama gerai Starbuck yang mendekati pintu masuk lobi. Rony susah dilihatnya dari sana, haha. Tujuanku cuma buat enjoy the concert aja, jadi WeR1 yang baik, dan tetap sepenuh hati dukung Rony. 

Oh iya, yang radha membuatku dikit kecewa mungkin karena konser ini molor sampai satu jam dari yang ditulis di run down pukul 19.00 WIB. Entah apa alasannya, tapi penonton seperti nunggu lama, sambil mengikuti permainan dari MC yang mengulur waktu. Dari pemenang kuis sampai nyanyi-nyanyi. Aku sempat ngeh, karena penonton di depanku seorang anak perempuan coming of age berambut panjang yang ditemani ibunya nonton bareng. Dia berulang kali nunjukin jam hape ke ibunya. Konser baru dimulai pukul 20.03 WIB. Teriakan satu mal menyambut Rony. Ada yang bawa poster gede banget buat ditandatangani Rony. Niat banget itu yang bawa. Kalau kuperhatikan, panggung di Mal Ciputra Cibubur ini menjadi panggung paling kecil dan seuprit yang didatangi Rony sejauh ini, tapi gak mempengaruhi keaktifan Rony dan Ron The Room. Malam itu, aku mencatat, Rony menyanyikan 11 lagu:

  1. Butuh Waktu 
  2. Dengarlah Cinta
  3. Mengapa
  4. Angin Rindu (Rony bilang lagu ini untuk para perantau, yang jauh dengan kekasih, dan menjalani LDR.)
  5. Salahi Aku
  6. Tak Ada yang Sepertimu
  7. Satu Alasan. (Setelah nyanyi lagu ini, Rony bilang, "Saya itu bisa nyanyi karena papa.")
  8. Tetap Bukan Kamu (featuring WeR1)
  9. Sepenuh Hati
  10. Tak Ada Ujungnya
  11. Pesona Sederhana ("Lagu ini untuk wanita-wanita yang punya pesona luar biasa," kata Rony)

Aku perhatikan juga malam itu banyak yang teriak Rony! Terus Rony jawab, "Apa-apa? Gak usah teriak-teriak, pelan-pelan." Selalu melelah Ron kamu bilang gitu, haha. Dari 11 lagu itu aku full power nyanyi dari bagian belakang. Berkat Rony, aku merasa volume suaraku kalau diibaratkan sebuah sound system kayaknya mengalami kenaikan. Selalu puas bisa sing along bareng Rony dan WeR1, meskipun aku sendiri, anjay. Seneng rasanya. Niatku simple aja, mau jadi kakak perempuan yang baik buat Rony (entah di universe mana), dan akan terus dukung dia selagi masih bisa.

Malam itu, Rony sebagaimana style yang ingin dia citrakan: Pria dengan pesona sederhana. Dia mengenakan kaos warna hitam dengan gambar tokoh yang aku gak tahu siapa dan ada tulisan AC/DC Rony pakai celana hitam, sabukan, dan awal pakai kacamata, pertengahan session kacamata dilepas. Kalau aku searching lebih jauh, AC/DC itu ternyata grup musik hard rock dari Sydney, Australia, yang dibentuk 1973. Mungkin wajah di kaos itu mungkin salah satu personilnya atau terkait album mereka. Rony ngikutin AC/DC juga di Instagram. Yah, aku kenalnya lebih ke Pink Floyd, Ron, wkwk. 

Inilah kabar dari Cibubur versiku. Aku juga sempat refleksi gini pas sampai kos, terkait perbedaan yang menunggu vs yang ditunggu; star vs audience; apa sih yang membedakan? Kupikir juga karena karya, karakter, dan mindset. Entahlah, aku selalu seneng Rony bisa jadi dirinya sendiri dengan semua style-nya. Keep growing ya Ron. I lof you as always. 

Ditulis di Jakarta, Oktober, 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar