Orang-orang atau kawan-kawan dekat tahu, aku suka dengan Ada Band. Aku menyukai mereka sejak SD, mungkin kelas lima/enam sekitar tahun 2003, kala itu TV di rumahku masih hitam putih, Bapak juga sepertinya pakai ACCU karena rumah kami belum dialiri listrik (meski tetangga sudah). Saat itu malam-malam, aku yang tengah tidur di tikar bersama dua adikku (waktu itu adik terakhirku belum lahir); kami tidur di depan TV. Entah kenapa bayangan suasana itu masih jelas di pikiranku, juga di rumah kami yang berkayu.
Aku tak ingat lagu pertama apa yang membuatku suka dengan Ada Band, semua lagu yang saat itu kudengar malam itu masuk semua di telingaku. Entah kenapa lagu-lagu Ada Band begitu halus, indah, melidius, dan enak didengar. Kalau lagu-lagu mereka serupa makanan, tentu mereka akan jadi menu di inti pertama yang akan kuhabiskan. Dan di antara personil Ada Band yang kulihat, dari Om Dika, Om Marshal, dan Om Krishna, aku paling suka sama vokalisnya, Kak Donnie. Ya, dulu aku memanggilnya Kak, haha. (Aku menangis menulis ini, hehe).
Pencapaian dari mimpi anak-anak 21 tahun yang lalu. |
Kak Donnie barangkali orang pertama yang mengajariku soal toleransi. Mungkin kamu menganggap jika toleransi itu sesuatu yang terberi (take it for granted), tapi kupikir tak semudah itu, perlu proses panjang dan main yang jauh agar seseorang bisa menerima perbedaan. Di otak SD-ku yang masih naif kala itu, aku cukup sensitif dengan perbedaan terutama soal perbedaan agama. Aku sering menyayangkan ketika bertemu dengan orang lain yang agamanya tidak seperti agamaku, dan orang itu ya kok Mas Donnie.
Dia beragama Kristen. Bukan hanya Kristen KTP, dia adalah umat Kristen yang taat. Itu terlihat eksplisit pula dari asesoris yang dia kenakan, seperti kalung, tindik telinga, atau mungkin gelang ada tanda salibnya (kurang Kristen apa?!). Dulu aku sempat sedikit sedih. Tapi setelah dewasa, hidup di berbagai kota, bertemu dengan banyak orang dengan banyak latar belakang, range toleransiku jadi seluas dan sefleksibel itu. Bahkan, aku berani bilang, toleransiku udah beyond, bukan label lagi yang kulihat, tapi pada esensi di belakangnya. Misal, ketika seseorang beragama (entah apa pun agamanya), aku melihat baik tidaknya dari hubungan dia dengan Tuhan, hubungan dia dengan orang-orang di sekitarnya, dan hubungannya dengan diri sendiri. Itu hal dasar yang pokok dalam menganalisis tingkat keber-agama-an seseorang.
Honestly, aku belajar religiusitas dalam hati pertama kali dari Donnie Sibarani yang berbeda keyakinan denganku. Lagu-lagu Ada Band itu meski kesannya sebagian mellow-mellow gitu, kalau diniatkan dengan benar, itu lagu-lagu religius. Coba dengar lagu "Kau Auraku", "Surga Cinta", "Hitam dan Putih", "Nyawa Hidupku", "Langit Tujuh Bidadari", sampai "Haruskah Ku Mati" itu bisa dimaknai secara transenden.
Dan, kau tahu kawan, Kak Donnie konsisten dengan hal itu sejak aku mengenalnya pertama kali sampai sekarang. Dia anak Tuhan yang loyal. Bahkan, aku pernah baca di sebuah website dan Podcast, Kak Donnie memilih keluar dari Ada Band dan menjadi penyanyi solo karena dia ingin fokus menyanyikan lagu-lagu gereja. Dia ingin lebih banyak melayani gereja. Aku terharu sekali. Dia juga udah bikin album rohani.
Di awal, aku tak bisa memungkiri, aku kecewa Kak Donnie keluar, karena nyawa Ada Band adalah Kak Donnie. Semua masterpiece Ada Band ada di vokal Kak Donnie. Meski aku bisa paham sejak awal berdirinya Ada Band hingga sekarang sering berganti vokalis, tapi tetap track record prestasi terbaik ada pada formasi ketika berempat: Kak Donnie, Kak Dika, Kak Marshal, dan Kak Krishna. Gak ada yang menggantikan mereka berempat di hatiku.
Lof |
Ada Band ketika dipegang oleh empat orang ini adalah duniaku. Tanpa mereka mewarnai masa kecilku, barangkali aku akan gila. Mereka adalah pencarianku berkaitan dengan idola yang kutemukan secara otentik. Aku menyukai mereka bukan karena intervensi dari teman, keluarga, artis, atau lainnya, tapi dari pencarianku sendiri. Ini proses penting kayak ketemu jodoh coy. Ada Band berjodoh denganku karena murni dari intuisi dan kecerendunganku sendiri. Di mana aku merasa cocok dan klik, bahkan tanpa alasan.
Aku mau sedikit cerita, pas SD temanku berkisar teman-teman di sekeliling rumah yang beberapa juga teman sekelas di SD. Pas SMP, aku gak punya teman, ya, boleh dibilang literally gak punya teman sama sekali sehingga waktuku lebih banyak kugunakan untuk ke perpustakaan. Pelarianku yang lain adalah "Ada Band". Jadi, aku koleksi berbagai pernak-pernik tentang Ada Band. Album pertama Ada Band yang kubeli adalah Romantic Rhapsody, yang cover-nya merah, kubeli kaset bajakannya di pasar induk Kota Cepu, Blora, Jateng. Aku menyetelnya kala Bapak pergi, karena kaset-kaset yang disetel Bapak lebih sering lagu-lagu lama.
Koleksi lainku adalah pin yang bergambar Ada Band, aku lupa itu beli di mana. Kayaknya di Toko Pink, yang jual asesoris dan banyak pernak-pernik lucu macam DIY kalau di kawasan urban sekarang. Pin itu kubawa kemana-mana gaes. Hal loyal lain, aku selalu mantengin acara, semisal Ada Band tampil di TV. Sebab zaman dulu gak secanggih sekarang, yang kita bisa lihat update kabar di sosial media, dulu tuh manual infonya dari iklan di TV, atau iklan baris di acara-acara tertentu. Tiap kali Ada Band perform, gak peduli jam berapa, mau jam 1 malam/dini hari pun pasti aku jabani--saking cintanya.
Aku juga cukup curious sama komunitas pecinta Ada Band yang disebut ArmADA, ini bukan band Armada ya, beda lagi. Kak Donnie dkk pernah buat lagu judulnya "ArmADA Masa Depan" yang diperuntukkan khusus untuk para fansnya. Dulu sempat searching mereka di internet, dan ternyata di sebagian daerah punya komunitasnya sendiri, misal ArmADA Jakarta, ArmADA Semarang, ArmADA Surabaya, dll. Namanya fans kan ya, punya kisah yang unik masing-masing.
Sehat terus Kak Donnie |
Dulu, sekitar 21 tahun yang lalu, aku pernah berdoa dengan sangat keras, serius, dan sungguh-sungguh, agar aku bisa dipertemukan dengan Ada Band, khususnya dengan Kak Donnie Sibarani. Doa itu terwujud pada tanggal 9 Maret 2023, ada konser “Symphonesia: Musik Indonesia Lintas Era” di TIM Jakarta, salah satu pengisinya Kak Donnie; dan diorkestrai oleh Erwin Gutawa. Aku senang sekali bisa datang dan menceritakan pengalamanku ini di link berikut: I Have Been Waiting for 20 Years To See My Idol When I was a Child. Rasanya tentu saja, senang, senang, dan senang.
Sebahagia dan seterharu itu gw, wkwk |
Pas aku dinas ke Sorong, Papua, beberapa bulan lalu, sebenarnya di sebuah event, penyelenggara ngundang Kak Donnie juga seingatku, yang pas acara itu dihadiri Wapres Ma'ruf Amin dan MC-nya ngundang Daniel Mananta. Pertemuan kali ini karena ada acara kantor terkait internalisasi program BerAKHLAK di Hotel Grand Sahid Jakarta. Malam sebelumnya sempat nginep di Grand Sahid juga, setelah makan malam dari hotel yang anehnya, sekarang aku mulai punya intuisi untuk menjauhi daging tertentu (vegetarian kontekstual biar tak merepotkan, dan tubuh rasanya kayak otomatis menyesuaikan). Gak nyangka kalau bintang tamunya Kak Donnie, kaget pas lihat rundown acara dari Wamendagri.
Di akhir acara, Kak Donnie tampil. Dia pakai blezer hitam keabu-abuan dengan nuansa blink. Lagu pertama yang dia bawakan berjudul "Masih", kemudian lanjut lagu "Jadikan Aku Raja", "Yang Terbaik Bagimu", "Manusia Bodoh", "Karena Wanita Ingin Dimengerti", hingga terakhir, lagu yang bukan milik Ada Band, tapi aku lupa judulnya, lagunya cukup populer juga. Kak Donnie tampil dari depan panggung utama, terus lanjut muter ke penonton, menyapa penonton sampai bagian belakang.
Still adore you |
Pas nyanyi, Kak Donnie diajak foto bareng. Sayangnya, ketika aku minta tolong motoin ke orang, gak begitu jelas. Tapi aku berhasil berjabat tangan dengan Kak Donnie, Ya Allah, kek berjabat tangan kayak kakak sendiri, wkwk. Di akhir, aku kembali minta foto bareng sambil minta tanda tangan. Aku bilang ke dia, "Aku fans Ada Band sejak SD." Terus Kak Donnie bilang, "Oh ya? Pernah ketemu sebelumnya?" Aku bilang, "Pernah sekali di TIM." Dijawab, "Oh... Namanya siapa?" Aku bilang, "Isma." Terus ditulis di buku itu: To ISMA, dengan tanda tangan Kak Donnie.
TTD Donnie Sibarani |
Sebenarnya fenomena fans ini menarik ya buat dikulik. Kayak macam fandom gitu, aku sejujurnya gak menyalahkan orang mempunyai fans dengan idola mereka masing-masing, mau dari Korea, Jepang, atau negara-negara lain. Karena dari pengalamanku jadi fans Ada Band lumayan lama, sosok tertentu emang mengisi kebutuhan kita akan suatu emosi yang kadang sulit didapat dari orang-orang terdekat misal, kayak keluarga. Misal perasaan menyayangi, mengagumi, dan kebutuhan untuk memperhatikan. Yang aku kurang suka jika itu udah berlebihan dan membahayakan si idolanya aja sih, kalau wajar-wajar kek saya ini kayaknya gak buruk-buruk amat, haha. Meski diksi "idola" udah gak berlaku di saya lagi, karena idola top saya tetap Tuhan, pertama dan selamanya. Kisah ini untuk mengapreasi sejarah hidup sendiri, dan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya untuk Ada Band. Semoga selalu sehat dan sukses untuk Kak Donnie dan Ada Band.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar