Sebelum ke straight news,
saya akan menjelaskan pengetahuan dibagi menjadi dua:
Pertama, “pengetahuan tacit” yaitu pengetahuan yang masih
ada dalam benak dan pikiran saja. Kedua, “pengetahuan eksplisit” yaitu
pengetahuan yang sudah mewujud dalam bentuk tulisan. Pilihan dalam menulis pun ada
banyak, misalnya:
1) Menulis sastra (prosa: cerpen, novel, naskah drama, puisi, dll).
2) Menulis pengetahuan (panduan, catatan pembelajaran, media, video, dll)
3) Menulis informasi (berita, feature, indpeth, dll)
Nah, sekarang saya akan membagi ilmu yang saya dapatkan dari
kursus kilat dari Om Lamuk (di PKSI, 12/4/2015) dan proses yang lumayan panjang
di LPM Arena tentu saja tentang kepenulisan straight
news.
Secara singkat straight
news berarti berita cepat yang berisi informasi/kejadian/kegiatan yang di
sana menggambarkan peristiwa. Sebelum mengarah lebih jauh kita harus tahu apa
itu “informasi”? Secara sederhana informasi adalah sebuah siklus. Begini
bagannya:
siklus informasi |
Jadi, informasi itu bermula dari kejadian atau PERISTIWA
yang peristiwa tersebut diamati melalui panca indra dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mendasar dengan rumus (5W+1H: what, who, when, where, why, how). Dari pengamatan didapatkanlah
FAKTA, dari fakta dicatat menjadi DATA, dari data diolah menjadi INFORMASI,
dari informasi diambillah sebuah keputusan mau ditulis atau tidak? Setiap
keputusan tentu mengandung akibat bagi media/penulisnya kaitannya dengan konten
dan efek yang akan timbul di masyarakat. Jika ia ditulis maka akan tersimpan
dalam PENYIMPANAN, tercipta artefak berupa tulisan. Dari keputusan akan memutar
lagi kembali ke kejadian/peristiwa dan seterusnya.
Mengenai penyimpanan sendiri, sistem yang diterapkan di
Puskesmas menjadi contoh yang baik dalam metode pengarsipan. Jadi, tiap kali
pergi ke Pusekesmas petugas hanya tinggal menanyakan nama pada pasien setelah
itu dicari dalam arsip. Muncullah daftar riwayat pengobatan kita. Pun dalam
pengarsipan berita, perlu dibuat semacam itu. Agar sistematis.
Kita akan merujuk pada hal inti. Tentang menulis straight news. Secara sederhana
dijelaskan melalui bagan piramida terbalik berikut:
straight news |
Penjelasan:
#P1 (Paragraf 1): Ditulis 5W+1H nya, tentang apa? Siapa?
Dimana? Kapan? Mengapa? Bagaimana?
#P2 (Paragraf 2): Paragraf ini mendetailkan APA. Masuk pada
fokus dan angle yang dibidik.
Misalkan kronologi kejadian, proses, dan lain-lain. Misalkan: Pentas Noktah Merah dimulai dengan penamilan
musik etnik dari Gorong-gorong Institute……….
Jangan lupa cantumkan sumbernya, misalkan: pernyataan proses
ini menurut Jevi, pimpinan produksi. Atau menurut Harik, ketua Gorong-gorong
Institute.
#P3 (Paragraf 3): Ini lebih gampang lagi. Ia kutipan dari pernyataan
narasumber di paragraph 2. Misal:
“Noktah Merah merupakan proses perjalanan berkesenian
Sanggar Nuun di usianya yang ke-22,” kata Mumun.
Intinya tulis bagian penting yang diomongkan narasumber yang
mendukung angle kita. Jangan lupa
sertakan diski: kata, ungkap, papar,
ucap, tukas, jelas,dll.
#P4 (Paragraf 4): lebih kepada HOW, paragraph penutup, pengharapan, dan info-info yang mungkin
belum dimasukan.
#JUDUL. Tak harus di akhir sebenarnya. Yang pasti judul
adalah nyawa sebuah tulisan, pertaruhan mau dibaca atau tidak. Ketentuannya
judul maksimal delapan kata.
Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
- · Pastinya harus paham Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Tentang penggunaan titik, koma, huruf kapital, dan lain-lain.
- · Tentang pemilihan fokus & angle proses ini gampang-gampang susah. Intinya: aktifkan radar. Prosesnya seperti kamu duduk dalam sebuah ruangan dan kamu pilih satu benda untuk kamu kupas. Kalau kamu pintar dalam satu ruang bisa jadi banyak judul.
- ·
Prisnipnya media/informasi itu berpihak dan
punya kepentingan. Analisis wacana dan analsisis framing kuncinya terletak pada diksi yang digunakan. Kalau ingin
mengabarkan sesuatu yang positif gunakan kata kerja aktif. Kalau ingin
mengabarkan yang negative, pakai kata kerja aktif. Contoh:
Pariyem (31), pekerja rumah tangga asal Wonosari Gunung Kidul dianiaya majikannya…. (diksi “dianiaya” lebih nonjok daripada menganiaya, subjek ditempatkan sebagai korban). Kalau yang positif misal: Sanggar Nuun menggelar pentas TUK….. - ·
Tentang atribut (seperti keterangan kedudukan,
posisi jabatan, atau sebagai apa) bisa diberikan sebelum atau sesudah nama, misal:
Ahmad Jamaludin Pemimpin Umum LPM Arena mengatakan….. (rumus: nama + atribut)
Pemimpin redaksi LPM Arena, Lugas Subarkah……. (rumus: atribut + nama) - · kalau bisa di belakang nama ada umur dari narasumber. Agar pembaca bisa menggambarkan (berimajinasi) sendiri orangnya kira-kira seperti apa. Misal Ulfa (21) -> rumusnya: nama (umur)
- · Gelar dan sapaan sepeti S. Si, Dr., Prof., atau ibu, bapak, tak usah ditulis. Ini untuk mengantisipasi karena pembaca itu beragam. Ketika kita mencantumkan sapaan bapak Jamal misalnya, pembaca yang lebih tua dari Jamal apa patut memanggil Jamal bapak? Nah untuk itu kita “netral” dalam gelar dan sapaan.
- · Dalam penulisan unsur DIMANA harus lengkap tempatnya dimana. Jika bisa se-detail mungkin. Harus rinci. Misalkan: Pentas kolosal Noktah Merah Sanggar Nuun dilaksanakan di gerbang budaya Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga. Tidak boleh cuma ditulis di UIN Sunan Kalijga, atau di Yogyakarta (ini sangat luas) apalagi di Indonesia.
- · Unsur KAPAN, terkait waktu, bisa diletakkan setelah kejadian (setelah unsur APA) dan untuk menyingkatnya digunakan kurung dan angka. Masing-masing media berbeda formatnya, lebih sering memakai rumus (tanggal/bula), contoh (19/4) atau (tanggal/bulan/tahun), contoh (19/4/2015).
- · Hindari penggunaan istilah asing! Jurnalis dan dunia akademik tugasnya bukan memiskinkan bahasa Indonesia! Misal: support bisa ditulis dalam dukungan, lighting padanannya tata cahaya, rund down sinonimnya jadwal, dan banyak lainnya. Kalaupun mentok harap dikurung miring! Misal: dalam jaringan (online).
- · Kalau ada kepanjangan/singkatan, tulis dulu panjangnya apa baru dikurung agar lebih sistematis dan jelas. Misal: Bahan Bakar Minyak (BBM), Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), dan lain-lain. Tujuan lain juga agar tidak ada kata yang hilang, misalkan dalam kasus diksi sinetron, itu sudah menjadi seperti diksi yang utuh padahal ada kepanjangannya yakni sinema elektronik.
- · Setiap menulis berita usahakan selalu berikan solusi. Ini bukan opini, tapi kita bisa menggunakan corong lain dari pendapat narasumber atau sesorang yang ahli.
Contoh sederhana:
Film Rebelion, The Other of ARENA
Minggu (19/4), Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga mengadakan acara nonton bareng film dan
bedah film “Rebelion”. Acara yang diadakan di gedung pusat mahasiswa (student
center) UIN-Suka ini berlangsung selama tiga jam. Mendatangkan sutradara
film Sabiq Ghidafian Hafidz (26), pembedah film Gore Verbinski (51), filsuf dan
analis sosial Slavoj Zizek (66), dan jurnalis Ryszard Kapuscinski (82).
Film yang berkisah tentang sejarah
LPM Arena dari awal pendirian, pembredelan, hingga zaman postmomdern sekarang mencoba
mengungkap kembali sejarah ARENA yang tercecer. Mengambil latar belakang tahun
1998 di masa keruntuhan Soeharto, film ini menguak wacana independensi media
dan kembang kempis media di masa itu.
“Film bengal ini sebagai wujud
pengabdian total ARENA tehadap dunia pendidikan dan untuk jurnalisme pada
khususnya,” kata Sabiq. Film ini mendapat pujian dari Gore akan idenya yang
radikal dan pemain-pemainnya yang berbakat. “Idealismenya mengingatkan saya
pada masa muda, saya juga sangat terkesan pada akting Jamaludin si jurnalis,
juga Opik si provokator, mereka benar-benar menghayati perannya,” ucap Gore.
The
Other menjadi stempel yang dikatakan Zizek untuk ARENA. The Other sebagai konsep pemikiran ARENA
yakni “kancah pemikiran alternatif” terejawentahkan dalam film ini. Namun,
Zizek mengkritik film ini sangat Marxist sekali. Sedangkan jurnalis Perang
Dunia II asal Belarusia Kapuscinski lebih menekankan pada konsep eksistensi
jurnalis akan dia dan beritanya.
“Untuk menilai sesuatu, Anda harus
mengalaminya secara langsung. Ini semboyan mutlak yang harus dipegang oleh
semua jurnalis handal, anak-anak ARENA harusnya juga seperti itu,” harapnya.
Dalam ceritanya juga sepanjang
karirnya Kapuscinski memegang teguh semboyan itu,meski ia harus melalui bahaya
besar dan pengasingan yang tidak banyak dari rekannya sanggup melewatinya. “Di
film ini saya seperti melihat aku yang lain,” tambahnya. (Isma Swastiningrum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar