Bertempat di Museum alam dan ekologi pesisir pantai parangtritis, malam itu selasa (21/1) pentas teater dilaksanakan. Para tokoh dalam resital ini adalah anak-anak baru sanggar nuun di kemah seni V. Ada empat kelompok. Dan inilah penampilan kami...
Kelompok yang dibimbing oleh pak Munir ini bercerita tentang
kehidupan sosial para penghuni pasar. Settingnya di komplek pasar Beringharjo.
Bercerita tentang seorang pemulung (Mila) yang dihina oleh Yu Djum (diperankan
Richa seorang penjual kue), penjual emas, dan penjual baju,
yang pada hobi gossip dan ngrasani orang. Nah, pas yu djum mau pergi dompetnya
jatuh. Pemulung memungut dompet itu. Pas dia kembali, pasar ribut, siapa yang
ngambil dompet Yu Djum? Pemulung tua ini dituduh mencuri dompet itu. Pemulung
dihakimi, tapi ada seorang pembeli baik hati yang menjelaskan kronologi kejadian
sebenarnya. Akhirnya Yu Djum sadar dan penjual di kompleks pasar beringharjo
sadar dan mau berbaik hati menerima dan menolong si pemulung. Selesai.
Kritik dari sudut pandang aku pribadi. Pertama, kenapa
pemulungnya lama banget megang dompetnya? Logisnya kalau nemu dompet kan kalo
nggak disembunyiin, yaa koar koar “ini dompet siapa?”, ada jeda yang lama
sampai dompet itu diketauhi siapa pemiliknya. Kedua, seperti yang dikatakan Mas
Rendra Narendra, konflik yang dibangun terlalu cepat dan terburu-buru. Bahasa
yang dipakai menurutku juga banyak sarkas :D
Kedua: Bunga
Kehidupan
Bismillah… ini kelompokku, haha. Pembimbingnya Mas Okta dan
Mas Ilham. We are Okta Negara’s Childs YUHUU. Kalau ngomongin proses, panjang
banget. Dari pertama observasi, penggabungan ide menjadi pesan moral yang
ingin disampaikan. Dari ide ke plot cerita trus ke naskah trus ke peng-adeganan
sampai ke pentas. Naskah ini berawal dari ide cerita-cerita anak-anak kelompok
kita yang dikolaborasi. Berkisah tentang Satria (Ilham) yang menaruh hati pada
Flow (Melia) sejak di SMA, berkali-kali menyatakan cinta tetap di tolak. Suatu
hari Satria melanjutkan sekolah di Syria, karena konflik hebat ia kembali ke
Indonesia dan kini Satria satu kampus dengan Flow. Dari sahabatnya Flow yang
beernama Juwita (Madam), Satria mengetahui bahwa Flow sekarang sakit keras,
umurnya tak dapat bertahan lebih lama lagi. Ditambah pacar Flow yang sering
menduakan Flow dari belakang bersama selingkuhan pacar Flow (Arum). Dan, Cuma
satu cara agar Flow bisa sembuh: bunga kehidupan. Bunga itu akan menjadi obat
yang bisa menyembuhkan Flow. Namun, tidak mudah mendapatkan bunga itu.. Satria
harus naik ke puncak gunung Kamulyan, disana ia bertemu dengan seorang kakek
tua (Sofyan) yang memberinya tongkat dan bertemu pendaki yang terluka (Isma). Ia
juga bertemu juru kunci (Irfan) yang melarangnya mengambil bunga sakral itu,
tapi Satria tetap mengambilnya dengan syarat ia harus menerima risiko setelah ia
pulang nanti. Akhirnya, Flow bisa disembuhkan, namun Satria menjadi gila
(sebagai risiko ia mengambil bunga kehidupan) di RSJ. Yaa, semua demi Flow.
Satria dan Juwita |
Silahkan dikritik teman-teman. Mungkin terkesan film
Ind*si*r banget. Inilah karya kami, yang meski belum maksimal dan banyak
kesalahan, semoga bisa diterima. Secara lebai, aku ingin bercerita.. pagi,
siang, malam kita latihan. Dari pembacaan, simulasi, musik, kostum, sampai penyiapan
property. Nggak peduli hujan, ujian,
capek kita terus melakukan persiapan. Hingga puncaknya yang kau lihat itu…
Terima kasih yang sangat khusus dan besar, secara pribadi
(dan kelompok) aku ucapkan kepada pembimbing kami Mas Okta Firmansyah dan Mas
Ilham Mauilidin. Makasih untuk waktunya, tenaganya, ilmu-ilmunya. Maafkan kami
juga kalau kami masih kayak anak kecil, nggak disiplin, nggak serius, ndableg,
dll-nya (pengen nangis rasanya). Makasih Mas Okta. Makasih Mas Ilham. Makasih
teman-teman. Makasih.
Oya, kelompok kami dapat kejutan juga pas dengan
kehadiran Mas Abdi pas di panggung, yang kemudian menjadi polemik dan debat saat pembahasan usai pementasan. Aku tahu niatnnya baik, tapi waktu dan
caranya saja yang belum tepat. Tapi ra popo...:D
Bercerita tentang anak buta bernama Jimin (Andy). Ia dikeluarkan
dari sekolah. Bapak (Dayat) dan adiknya Jajang (Chandra) yang pintar merasa
malu punya anak dan kakak seperti Jimin yang gobloknya minta ampun, tapi ia
punya ibu (Isti) yang baik, yang selalu membela dan menyayangi Jimin. Karena
sang bapak merasa malu, akhirnya ia menaruh Jimin di dinas sosial gitu. Disana
ia disambut oleh bapak-bapak pegawai panti (diperankan Coy). Nah, di panti ini Jimin menemukan bakatnya dalam
bernanyi, ia kenal dengan guru musik yang letoy, Bokir, dan teman-temannya yang
lain. Ada yang lucu nih, masak dialog dalam kelompok Bunga kehidupan diapakai:
“Bokirrr, kau menuntut ilmu disini juga?” wkwkwk. Nah, suatu hari karena
bakatnya ini, Jimin jadi penyanyi terkenal. Ia masuk Koran. Tetangga orang tua
Jimin (Ninik) memberi tahu bapak dan ibu Jimin, mereka sangat bangga sekali
pada Jimin. Kemudian, Jimin pulang dan orang tua mereka menyambut Jimin dengan
perasaan bangga dan bahagia. Sedangkan adiknya jajang, jadi anak nakal, liar,
yang suka mabuk-mabukan… yang nggak jelas nasibnya.
Ditutup dengan menyanyi bareng, lagu D’cinamons gitu :D
Ditutup dengan menyanyi bareng, lagu D’cinamons gitu :D
Jujur, idenya aku suka dan logis. Kritiknya… mengulang apa
yang dikatakan Mbah Tohir, responnya belum dapat. Pas ada yang bilang “Assalamu
alaikum” gak direspon, aktor sibuk dengan perannya sendiri. Sang ibu bukan
kepanasan adegan yang diperankan tapi kepanasan karena panggung. Property belum
digunakan secara maksimal.
Oya, menurutku lagi lebih kenak banget kalo si Jimin itu masuk TV bukan masuk koran (seperti di glady resik itu, tai kenapa konsepnya diganti?) kalo lewat TV lebih WOW gimana gitu :D
Oya, menurutku lagi lebih kenak banget kalo si Jimin itu masuk TV bukan masuk koran (seperti di glady resik itu, tai kenapa konsepnya diganti?) kalo lewat TV lebih WOW gimana gitu :D
Teater ini berkisah tentang seorang menantu bernama Intan
yang mempunyai suami bernama Roni, anak bernama Nisa dan mertua yang sudah tua.
Keluarga Roni kaya raya, namun ibunya cerewet pada menantunya si Intan, dan
konfliknya juga Roni suka mabuk-mabukan, dan Nisa tipe anak apatis yang gaul
geto. Suatu hari, Intan pulang dari bekerja, mertua marah-marah (mencereweti
Intan), trus si Roni pulang dalam keadaan mabuk, Intan nangis, trus Nisa pulang
dari klayapan-nya. Sang ibu menasehati Nisa, eh.. Nisa nutup kuping, dan pas
selesai dia bilang: “udah ceramahnya?” -_- Trus, tiba-tiba seorang polisi
datang menangkap si Roni. Ia didakwa telah menggunakan narkotika dan harus
ditangkap. Ibu Roni shock saat melihat anaknya ditangkap. Penyakit jantungnya
kambuh dan ia meninggal dunia.
Dan… (jeng, jeng, jeng…) ternyata si Intan menantu yang
kurang ajar. Ia yang melaporkan suaminya sendiri ke polisi dan ia yang menaruh
bubuk pencepat jantung ke mertuanya. Kini, rumah mertuanya sekarang
dikuasainya… Selesai :D
Yaa, kurang lebih seperti itu teman-teman :) Kritikku…
Mertua (nenek) suaranya kurang ke-nenek2an.. Trus, kalo aku amati yang jadi Pak
Roni mabuknya kok lebih keluar pas latihannya yak? :D Then, blokingnya juga. Lebih bagus kalo
neneknya pas kejang-kejang itu lebih ke tengah. Menurut aku pribadi gitu sih :D
Overall, terlepas dari segala kekurangan dan keterbatasan,
kalian keren teman-teman.
Mari kita lanjutkan perahu kita lagi…
BIMILLAHI MAJREHA WA MURSAHAA…
Parangtritis, 21 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar