Tangal 31 Desember 2013
(penutupan tahun), aku mendadak jadi guru ngaji di sebuah TPA masjid Al Huda,
Sidoharjo, Samigaluh Kulon progo, YK. Gara-gara agenda susur air terjun Arena
nih, hahaha. Ia, kita kan nginepnya di bangunan dekat masjid, nah tiap sore itu kan ada TPA
gitu di masjid ini. Bapak dan ibu pengurus masjid menyuruh kami (anak-anak
Arena) buat ngajar ngaji. Awalnya sih aku gak pengen ngajar, soalnya nyadar banget
bacaan Qur’anku belum lancar (beneran, kadang malu sendiri).
Nah, teman-teman Arena: Mas Andy,
Mas Folly, Mbak Nisa, Mutia, Muza, Fafa,
dll pada ngajar dari iqro sampai Al Quran.. Trus aku disuruh salah seorang
kakak Arena buat ikutan. Kebetulan ada dua anak yang belum ada pendamping,
masih kecil berumur 4 dan 6 tahun (mungkin), akhirnya aku dan Maya maju. Aku
bersedia soalnya Iqro :D Ternyata dua anak ini kakak beradik. Maya ngajar
kakaknya “Mas Ali” dan aku ngajar adiknya “wisnu”. Dan disinilah hal yang
membuatku terharu muncul….
Pertama, aku nanya “adik siapa
namanya?” dijawab dengan lucu dan pandangan kemana-mana, “Wisnu”. Trus aku
Tanya ngajinya sampai mana? Trus kakaknya ngasi tahu, jilid satu halaman
sebelas. Aku ajar dia pelan-pelan. Emang sih susah, mesthi sabarrrr banget
ngikuti mood-nya Wisnu. Dia itu kesulitan ngomong “Ja” dia slalu ngomong ja
jadi “da”. Aku pancing-pancing nyuruh
dia bilang “jajan” eh malah “dadan”. Aku terusin ngajinya, dia nggak fokus,
matanya kemana-mana nggak ngliat iqronya, aku nyuruh dia ngikuti… dan diikuti
sih, tapi rada susah juga, dia asyik sendiri. Sampai aku rayu, “Wisnu
sayaanggg”.
Nah, kakaknya selesai aku ikutan
berhenti ngulang Wisnu. Trus tiba-tiba Mas Andy cerita..
“Kasian dua anak ini
ter-ALIENIASI”. Katanya membuatku penasaran…
“Ter-alienasi gimana Mas?”
“Ya gitu, mereka dikucilin sama
teman-temannya..” Rasane langsung JLEB.
Aku bertanya-tanya kenapa?? Apa karena otak Wisnu dan Ali kalah sama
kecerdasan anak-anak yang ngucilin itu? Atau gimana????
Trus aku dekatin Wisnu, aku ajari
dia ngaji lagi… Aku ambil note dan pulpen warna, aku ajari Wisnu nulis. Aku
gunakan pendekatan-pendekatan yang dimengerti anak kecil dengan menghadirkan
benda-benda nyata bukan konsep abstrak nggak jelas. Misalkan, saat nulis “sa”
aku bilang…
“Wisnu… kita buat mangkuknya dulu
yaa… Trus, di atasnya ada nasi tiga.. Nah, ini sendoknya (harokat fathah)” Aku rangkul,
aku tuntun tangannya, ehhh… dia ketawa sendiri :D Trus aku latih dia nulis
sendiri. Pendekatannku cukup berhasil, meski gak sempurna dia buat huruf O di
dalamnya ada nasinya lima dan sendoknya satu.. :)
Mas Andy datang.. dia bikin
gambar naruto buat Wisnu.. tapi kayaknya Wisnu kagak kenal nih kartun deh..
Trus aku ajak dia gambar hal yang lain.
Naruto dan "sa" |
“Kita nggambar yuk Wisnu.. gambar
apa yaa? Gambar Wisnu saja yaa…” Aku rangkul, aku tuntun tangannya lagi.. Dari
kepala, mata, hidung, telinga, baju.. Pas nyampe baju aku nanya Wisnu, ini
kaosnya gambar apa: “Pesawat” katanya samar-samar.. Trus kita nggambar
pesawat.. sambil aku bercandai, “Wisnu suka pesawat yaa?”. Trus celana, aku
lihat celana Wisnu, aku nanya, “ini gambarnya apa?” . Aku jawab sendiri, “robot
yaa”. Aku tuntun dia gambar robot. Aku nanya lagi: “Wisnu mau main apa?” Nggak
dijawab, dia asyik ngliatin teman-temannya. “main bola aja yaa” kataku.
Akhirnya jadi… Trus, pas mau aku kasi nama.. Wisnu bilang “Mas Ali-Mas Ali”.
Akhirnya aku namai gambar itu dengan nama Mas Ali dan nama Wisnu dibawahnya..
Wisnu :) |
Trus, lanjut ke gambar kedua.
Bingung sih mau gambar apa? Trus aku ajak dia gambar rumah. Aku nanya, “rumah
Wisnu kayak apa?”, “pintunya berapa?” (tiga, tapi cuma ku gambar satu), “ada
jendelanya gak?” (geleng-geleng/tidak). Tangannya aku tuntun, kita mensketsa.
Nah, Mas Ali menambahi rumahnya dari “gedeg” (sejenis dinding dari anyaman
bambu), aku bingung gambarnya.. trus Mas Ali ngajari aku buat sempel dindingnya
beberapa biji, seperti ini: “ (=II=II=)”. Trus, aku dan Wisnu nglanjutin buat
dindingnya.. Aku konkretkan dan imajinasikan lagi: “sate tidur, sate berdiri,
sate tidur, sate berdiri (=II=II)” haha, dia tertawa, kita sketsa sampai
dindingnya penuh. Trus aku nanya lagi, “Di depan rumahnya Wisnu ada apa?”,
dijawab “krambil”, aku kagak ngerti krambil itu apa, trus Maya ngasi tahu,
“krambil itu (pohon) kelapa”. Trus kita gambar deh pohon kelapa. Aku nanya,
“ada apa lagi?”. Dijawab, “kandang wedus”. Ohh, kambing. Kita gmbar kambing
dengaan rumput dibawahnya. Trus aku nanya lagi: “ada apa lagi?” dijawab, “wit
Lombok”. Kita gambar tanaman cabai.. cabainya kata Wisnu warnanya merah, jadi
panjang-panjang :D
rumah Wisnu |
Trus, tanpa lelah.. aku ajak dia
nggambar lagi. Aku ajak dia nggambar ibunya Wisnu. Aku Tanya-tanya…
“Ibu Wisnu cantik nggak?” dia
geleng kepala
“Ora, elik..” jawabnya frontal
“Wisnu nggak boleh bilang gitu.
Mama Wisnu cantik, nanti bilang yaa ke Mak.e.. ‘Mak.e cantik deh’” Eh, dia
malah ketawa :D
“Ibu Wisnu pakai kerudung nggak?”
“Iyo, nganggo”
“Bajunya kaos atau nggak?”
“Kaos”
“Celananya pendek atau panjang?”
“Pendek”
“Ibunya Wisnu lagi apa?” dia diam
asyik ngliat sekitar..
“Ibu Wisnu lagi nyapu yaa?”
sahutku sendiri
Seperti inilah hasil gambar kami
:D
mama Wisnu |
Gambar selesai. Aku, Maya, Mas
Andy ngomongin mereka berdua. Pengen nangis aku rasanya, kasian anak sekecil
itu nggak punya teman. Temen-temennya pada ngejekin, gak mau dideketin. Padahal
mereka udah mau deketin buat ikut main, tapi teman-temannya slalu menghindar. .
yeah, I can feel that. Wisnu dan Ali
udah terbuka, tapi merekanya yang nggak mau nerima -_- Sampai aku dekati
teman-temannya itu (murid mas Andy), aku geret tangannya buat nemenin Wisnu dan
Ali, mereka malah menggeliat. Dideketin, menjauh. Dideketin, menjauh. Ya Allah…
begitu berat beban psikologis mereka :(
Tak terasa hari udah sore, kita
bagi-bagi jajan. Aku kasikan rotiku yang Alhamdulillah masih sisa dua ke Wisnu
dan Ali. Awalnya mereka menolak, pas ngliat teman-temannya mau dibagiin
jajannya Mas Andy mereka jadi mau. Trus, mereka pulang.
Yang aku salut.. mereka masih
ceria, wajah mereka masih terlihat bahagia (tapi entah juga perasaannya). Masa
kecil itu jadi masa penentu terbesar karakter seseorang ketika dia besar
(setidaknya menurutku). Aku nggak bisa bayangin, kalau Wisnu dan Ali digituin
terus sama teman-temannya, besarnya dia akan jadi seperti apa Allah? Sudah
besar pun harusnya seseorang itu juga harus ngaca, gak usah “ngina” lah
istilahnya atau “ngremehin” atau “ngucilin” orang lain seolah dirinya yang yes, paling oke, dan
nganggep karakter-karekter orang yang mereka tahu orang yang mereka hina dan
remehin itu kagak bisa nglawan kayak sampah atau patung yang kagak punya
perasaan. Justru, perasaan mereka lebih sensitif daripada mereka yang katanya
punya perasaan.
Wisnu, Ali… dear… yang sabar yaa,
teruslah ceria, teruslah bahagia. Kakak yakin suatu saat nanti kalian akan
memiliki teman-teman yang baik, yang mau bermain dan berbagi dengan kalian. Semoga Mas Ali yang mempunyai cita-cita ingin
menjadi seorang “petani” berhasil. Jadi petani yang besar, yang sukses, yang
mampu menjadikan Indonesia menjadi lumbung padi dunia.
Kak Isma akan selalu merindukan
kalian… yang pintar ya Dek…
Kulon Progo, 31 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar