Ini juga untuk petama kalinya aku
datang ke ISI Jogja. Keren juga sih :D Kalau dari UIN lumayan jauh.
Pas nyampe sana.. ketemu dengan
banyak mahasiswa seniman. Harga tiket masuknya 10 ribu. Sekitar jam 8 pm, acara
dimulai di auditorium jurusan tater ISI.
Panggungnya berbentuk prosenium
gitu. Aku, Madam, Mbak Aim, Ucup, Mas Ilham, Mas Mumun, Richa duduk di tengah. Panggung
gelap, layar terbuka. Oya, sebelumnya pentas “orang asing” ini adalah naskah
karya Rupert Brooke yang diadaptasi D. Djajakusuma dengan sutradara Medi
Saputra. Sekilas cerita: “Ada seorang pejalan melalui kota kecil dengan membawa
sebuah koper dan pakaian yang mentereng. Namun ia tersesat dalam sebuah hutan
hingga kemalaman. Ia sangat gembira melihat lampu menyala menemukan rumah.
Siapakah orang itu? Mungkin hanya tamu. Siapakah orang itu? Mungkin orang kaya.
Siapakah orang itu? Mungkinkah pencuri. Siapakah orang itu?”
Latarnya di sebuah rumah di
hutan. Lightingnya keren sih. Musik ilustrasinya juga. Jadi, ada sebuah pemuda
berpakaian orang kaya membawa sebuah koper. Ia datang ke rumah seorang bapak
dan ibu tua yang mempunyai anak seorang gadis yang pincang.
Pemuda itu masuk ke rumah, disana
si ibu rumah memberinya makan dan minum. Pertama aku terkecoh, pemuda mentereng
ini aku kira buronon, soalnya sering banget ngliat jendela kayak orang
dikejar-kejar, tapi apa yang terjadi selanjutnya?? :) Pemuda kaya ini bercerita
banyak dengan sang ibu, dia juga mendekati anak gadis pemilik rumah tadi. Ia
katakan bahwa gadis cantik sepertimu harusnya tinggal di kota dan menjadi
seorang putri. Tapi sang gadis marah-marah, ia tunjukkan kakinya yang digigit
anjing. “Adakah putri yang tangannya kasar dan kakinya pincang? Ada? Tidak!”
hardiknya.
setting-nya :) |
Kemudian.. ayah si pemilik rumah
datang, ia habis berburu di hutan tapi tak mendapat apa apa. Sampai di rumah
tak ada makanan. Sang pemuda menyambut
bapak tadi dan berbicara dengan ibu dan bapak pemilik rumah. Ia bertanya
tentang anak keluarga ini. Ibunya menjawab, ia punya dua anak tapi yang pertama
mati tenggelam. Ia menunjukkan koper yang berisi banyak uang. Pemuda tadi
berkata bahwa, “Bapak dan Ibu bisa kaya dengan uang ini”. Ia juga melepaskan
jam tangan mahal yang semuanya terbuat dari emas, ia tunjukkan dan ditaruh di
dinding agar semua bisa melihat jam berapa. Karena hari telah malam pemilik
rumah menyuruh si pemuda untuk beristirahat.
Nah, di sini konflik terjadi.
Keluarga ini bertengkar untuk membunuh si pemuda agar mereka berhenti hidup
miskin dan kaya raya. Sang gadis mengambil pisau untuk membunuh, tapi sang ayah mencegahnya, “Jangan, biar bapak
saja” katanya. Saat masuk ke kamar, sang ayah tidak berani membunuh sang pemuda
karena belum minum tuak. Dia harus minum tuak dulu agar pembunuhannya lancar,
akhirnya sang ayah keluar untuk mencari tuak. Sang ayah menghimbau: “Tunggu aku
pulang. Biar aku yang membunuhnya”.
Sang ibu dan sang anak gelisah.
Tiba-tiba terdengar ketukan dari pintu. Ternyata si Ujang, pria necis yang
menyukai si gadis. Haha, lucu banget nih tokoh. Kocak, pakai nyanyi lagu-lagu
dangdut gitu, hehe :D Dia kesini dengan membawa makanan, tapi tak selang
beberapa lama ia disuruh pulang.
Sang ibu dan anaknya masih terus
gelisah. Akhirnya, sampai puncaknya si anak mengambil pisau. Dialah yang akan
mengeksekusi pemuda kaya tadi. Ibu disuruh membantu menyekap. Masuk ke kamar
tidur, dan dibunuhlah pemuda itu hingga meninggal. Sang ibu menangis menyesali
perbuatannya. Kemudian.. terdengar suara ribut dari luar. Sang bapak datang
dengan seorang temannya.
Disini hal menusuk terjadi. Teman
sang bapak bercerita tentang seorang
pemuda kaya berpakaian mentereng masuk hutan ingin menemui orang tuanya yang
telah lama berpisah. Pemuda kaya itu bercerita akan membawa keluarganya yang di
hutan untuk hidup di kota, di rumah yang megah, dan uang yang banyak. Dan tak
disangka bahwa orang tua pemuda kaya tadi adalah temannya sendiri (sang bapak),
ia berkata, “Akulah orang pertama yang akan memberinya ucapan selamat. Sudahkah
pemuda tadi datang ke rumah kalian?” Tanya teman bapak pada pemilik rumah.
Betapa terpukulnya sang ibu dan
sang anak, ternyata yang mereka bunuh adalah anak sekaligus kakak yang dianggap
tenggelam dahulu. Yeahhh.. sad ending…
Teaternya realis, isinya tragedi.
Seorang tokoh yang baik, dengan keberuntungan baik tapi nasibnya menyedihkan.
Pelajaran moralnya, coba mereka nggak serakah pengen jadi orang kaya dan lebih
sabar...
Yogyakarta, 6 Januari 2014
*Diposting pas ngopi bareng sama mas taufiq, fafa, fa'i, dan mutia di Kebun Laras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar