(tulisan pengantar untuk IHT 2 LPM ARENA tanggal 16-18 Januari 2015 kemarin-kemarin... di Kampus Fiksi Divapress... semoga berguna)
Santai saja bacanya, nggak usah terlalu serius, haha. Baik,
saya akan memulai tulisan ini melalui
sebuah cerita (anggaplah) nyata. Begini, pada suatu hari anggota ARENA bernama
Lugas mengikuti sebuah peristiwa yaitu “Diskusi ARENA”. Dalam diskusi itu Lugas
“mengamati orang-orang yang aktif berbicara” lalu memotretnya ke dalam sebuah
potret khayalan. Dari hasil potret khayalan, lugas membingkainya. Ia
mengkonstruksi (membentuk) potretannya tersebut dan menghasilkan tulisan
berjudul, “Harimau-harimau ARENA”. Timbullah makna dari tulisan Lugas bahwa
anak ARENA itu orangnya aktif dan kritis-kritis.
Di lain sisi,
saat Lugas mengikuti “Diskusi ARENA” tersebut, temannya yang dari (katakanlah
teman Lugas ini berasal dari pers tandingan) LUPA Pers yang bernama Roim Kriwil.
Si Roim ini juga ingin membuat berita terkait diskusi ARENA untuk ditampilkan
di portal pers LUPA. Sama seperti Lugas, Roim melakukan pemotretan khayalan.
Namun, potret yang diambil Roim bukan yang aktif berbicara tapi “anak-anak yang
diam dan yang tidak aktif”. Dari potret itu Roim membingkainya, kemudian menuliskannya.
Terciptalah tulisan berjudul, “Nyanyi Sunyi Diskusi ARENA”. Dari situ timbullah
makna bahwa anak ARENA dalam berdiskusi itu pasif. Sunyi dalam dialektika.
Nah guys, bagaimana sebuah peristiwa yang sama
dibingkai atau diberitakan secara berbeda oleh media yang hasilnya adalah
pesan/makna yang berbeda itulah yang dinamakan analisis framing. Secara basa Inggris frame kan berarti bingkai ya? Bisa dibayangkan bingkai fotolah.
Tiap bingkai itukan berbeda-beda ya, ada yang bentuknya ailepyu, lingkaran, kotak,bentuk gitar atau yang minimalis gituh. Anggap saja satu bentuk bingkai
mewakili satu media. Prinsipnya adalah bingkai itu tak pernah sama, meski
gambar yang dipotret itu sama. “Semua tak
sama, tak pernah sama,” begitu kata Padi. Kenapa tak sama? karena sudut
pandang/cara melihat tiap orang berbeda-beda
Intinya secara
serius analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media membingkai realitas. Pembingkaiannya disebut konstruksi. Analisis ini memandang realitas kehidupan
sosial bukanlah realitas yang natural, tapi hasil konstruksi (catet!). Paradigma konstruksionis adalah paradigma produksi (pertukaran
makna). Secara sederhana proses pem-framingan itu begini: peristiwa =>
dipotret => dikonstruksi => ditulis => mendapatkan makna tertentu.
Dalam analisis framing, tak lepas dari
teori kontruksionisme yang dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Erving Goffman
bahwa manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural.
Kategori besar elemen framing sendiri yaitu:
- 1. Level makrostrutural: bagaimana peristiwa dipahami oleh media.
- 2. Level mikrostruktural: bagian atau sisi mana yang ditonjolkan dalam sebuah peristiwa dan bagimana juga yang dilupakan/dikecilkan oleh media.
- 3. Elemen retoris: bagaimana fakta ditekankan melalui pemilihan kata, kalimat, gambar, atau grafik.
Jogja, 15 Januari 2015
*Diolah dari berbagai sumber. (IS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar