Simposium "Kondisi Kerja, Resiliensi Keseharian, dan
Solidaritas Kontemporer" di Auditorium Komunikasi FISIP UI, Depok, Selasa
(3/12/2024). Sesi I dengan narasumber Vedi R. Hadiz (University of Melbourne), Syarif Arifin (Lembaga Informasi Perburuhan Sedane/LIPS), dan dimoderatori oleh Diatyka W. P. Yasih (ARC UI):
|
Vedi R. Hadiz
|
1. Acara ini bagian dari visi ARC dalam menghubungkan dunia akademik
dengan apa yang terjadi sehari-hari, dan mereka yang mengorganisir. Mendiskusikan
dua buku, pertama oleh keseharian buruh oleh teman-teman LIPS. Ini seperti buku
harian, yang dialami sehari-hari, kalau tidak hati-hati akan terjebak ke
kehidupan sehari-hari aja. Kedua, harus perlu direfleksikan ke kondisi
ekonomi-politik dan kesejahteraan.
2. Mas Iip menyampaikan, LIPS mengorganisir para penulis,
ada tiga seri. Totalnya 37 penulis di berbagai sektor (buruh rumahan, IRT,
dll), yang gak ada gig ekonomi dan perkebunan. Tempatnya di berbagai tempat,
ngomongin perlawanan sehari-hari, soal kesadaran terbentuk, dan bentuknya
bermacam-macam, ada yang membuang barang reject ke selokan, gembosi mobil HRD,
bolos kerja, dll. Dalam Islam ada istilah iman bisa naik dan turun, tapi
bagaimana kesadaran itu terbentuk yang penting. Buku ini digarap empat tahun,
seleai pada 2024.
3. Bagaimana kesadaran terbentuk? Dari teman. Bagaimana teman sebaya
mempengaruhi, dari teman nongkrong, teman kos, teman kantor, dll. Kedua, dari bagaimana buruh
menggunakan waktu luangnya, rata-rata buruh yang nulis ini generasi baru.
Menggunakan media sosial untuk melampiaskan kemarahannya, ini menunjukkan
mereka hidup di situasi yang baru. Kalau di pabrik sudah pasti kejam, orang
berdiri seharian, dipotong gaji, dll, tapi itu tidak semua jadi kemarahan.
4. Menyebut Kurawa sebagai atasan, karena di TV ada cerita
Mahabharata. Ada penulis nulis, "Aku Si Malaikat Pencabut Nyawa",
yang memilih temannya untuk dipecat. Di on air kebanyakan cerita klenik, makin
rajin orang nonton. Tahun 2011, blokade jalan tol Jakarta-Cikampek; ada pula
gerebek pabrik dengan tuntutan jadi buruh tetap. Ada juga pemogokan di Batam; juga kisah pemogokan yang melibatkan 1.300 perempuan.
5. Kemarahan itu menemukan artikulasinya dari berbagai
macam. Ada cerita soal sekolah malam, isinya diskusi perburuhan. Ada tulisan
unik, buruh yang ngorganisir pertemuan rutin, sejak 2006. Awalnya baca Quran,
Iqra, 30 menit belajar Iqra, selebihnya belajar perburuhan. Lalu bagaimana
mereka menyusun strategi perburuhan.
6. Salah satu isu yang santer tentang upah minimum. Juga
status buruh tetap dan tidak. Strategi lain bertemu dengan orang-orang yang
memberikan materi.
7. Pertarungan berikutnya, tentang kebijakan negara. Misal
belum maksimalnya tenaga kerja fleksibel. Mencari artikulasi lain dari
penjahat-penjahat dia. Di pabrik orang dihukum berdiri karena tidak mencapai
target diskusi.
8. Bagaimana salah satu guru merekam tawaran kepolisian
menerima PHK, hape sebagai media perlawanannya. Dia belajar berserikat, meski
keluarga melarang.
9. Dalam keseharian juga ada sesuatu yang memediasi
kemarahan.
10. Materi selanjutnya dari Vedi R. Hadiz. Dia menyampaikan,
proyek buruh dari pengalaman sehari-hari ini sangat berharga. Dari aspirasi dan
pemahaman buruh, selama 30 tahun belajar terkait gerakan buruh, upaya ini adalah
lanjutan dari upaya-upaya sebelumnya. Tahun 80an punya konteks sendiri.
Sekarang di konteks demokrasi, serikat buruh sudah banyak, bentuk-bentuk
industri juga semakin banyak. Profil demografis buruh juga berubah, pengalaman
hidup sudah sangat berbeda, misal tak mengalami otoritarianisme, dan tantangannya
beda. Tingkat relegiusitas juga tak setinggi sekarang. Leksikon yang
beresonansinya juga beda.
11. Bagaimana membangun organisasi yang efektif ini yang
penting, bagaimana dia menyebar, sehingga daya tawar tinggi. Tapi apakah hal
internal yang bisa meredam militansi secara sengaja, misal fragmentasi dari
buruh. Misal kenapa mereka saling bersaing? Mereka juga belajar Pancasila, tapi
juga membawa orang untuk patuh pada penguasa.
12. Kita biasa berpikir, semata-mata, masa demokrasi dan
otoriter untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Akhir 60an dan awal 70an,
rezim domestifikasi buruh, awalnya ditujukan untuk menghilangkan sisa-sisa
generasi buruh yang kiri. Itu belum keuntungan sebesarnya, tapi rezim
pengendalian buruh. Memang kita berpikir, rezim yang berlaku demi keuntungan
buruh, tapi juga untuk kebutuhan politik yang lebih luas, untuk menciptakan
populasi masayarakat yang patuh pada neoliberalisme ekonomi yang bergerak dalam
sistem demokrasi. Yang dibutuhkan adalah kepatuhan, yang tak hanya dari
kekerasan, tapi juga dari ideologinya.
13. Ada pertanyaan: Apakah ini betul-betul kebijaksanaan yang dimaksudkan
untuk menguatkan dan mensejahterakan buruh? Atau hanya alat mobilisasi untuk
yang lain. Kepatuhan itu penting, tapi mobilisasi ini juga penting di masa
demokrasi. Misal keputusan MK yang menganulir Omnibus Law. Kalau itu terjadi,
akan terjadi kesenjangan elite gerakan buruh, sehingga kepercayaan pada
pimpinan buruh terganggu ketika ada hal-hal oportunistik yang masuk.
14. Pak Vedi: Ini tanggapan cepat saya, perlu ditempatkan ke ekonomi
politik yang positif untuk pengembangan gerakan. Hubungannya dengan politik
elite? Juga bagaimana dia terstruktur secara internal.
15. Soal kepatuhan, dengan mempertimbangkan value change
yang complex, bukan kepatuhan ke otoritarianisme, tapi juga elite politik dan
elite perburuhan, yang tak punya hubungan dengan aliansi? Buruh dijejali dia
harus loyal ke negara bangsa juga ditempa hidupnya adalah perjuangan yang
individualis yang berdasarkan kerja keras dia. Hal ini membuat buruh di sektor
tertentu enggan berserikat karena mereka secara individu berjuang.
16. Irfan (KPSI) : Soal fragmentasi, kadang kemarahan di
grass root tak tertranslatekan dengan baik. Ada dialog sosial dengan pengusaha
tapi di grass root isinya kemarahan, ada ketidakadilan, ada ketidaksenambungan
ini, mereka pecah bikin serikat lagi. Ini root cost dari ketidakpercayaan.
Bagaimana memutus rantai tersebut? Juga menyambung nasional dan grass root?
17. Pak Vedi menjawab: Pemimpin mesti accountable 100 persen pada konstitusi
tapi sulit jika masa depan tergantung pada elite politik. Harus ada kemampuan
grass root memecat kepentingan yang tak mewakili grass root dan hanya mewakili
dirinya sendiri saja. Accountability pada grass root. Kemampuan pura-pura
bicara pada grass root untuk bahan ke elite.
18. Mas Iip: Ada kontribusi dari fragmentasi, gue harus melawan, tapi
serikat problem, jadi bagian pemecahan, tapi itu bagus untuk belajar lebih
demokratis, transparan, dll. Ini penting untuk diperhatikan. Nasihat-nasihat
dari pabrik banyak misal bersyukur dibandingkan orang yang nganggur, dll. Itu
juga datang dari teman sebaya, nanti gimana kalau pabrik collapse. Ini yang
membuat ada kreativitas baru, teman-teman ini berserikat dengan media-media
baru. Menggunakan pertemuan seperti liwetan dll, alat-alat peredam jadi alat
pengorganisasian baru. Mobilisasi anggota buruh memanfaatkan kepatuhan untuk
kepentingan pimpinan. Karena tak terjadi demokratisasi internal, mekanisme itu
yang tak tersedia. Ada banyak istilah "instruksi", jadi kepatuhan
bertambah.
19. Banyak yang mengatakan analisis ekopol itu pesimis, tapi
itu bisa mengklarifikasi apa yang harus dilakukan. Penting belajar artikulasi
kemarahan, tapi memoderasinya juga penting. Di rezim produksi yang semakin
kompleks. (Joke Mas Iip untuk temannya: Dia udah belajar ekopol sebelum lahir, wkwk).
20. Vedi gagal mengartikulasikan dan dia pesimis.
Teman-teman buruh menggunakan analisis itu untuk finansialisasi. Buruh banyak
bergantung pada uang, di mana perbankan dan non-perbankan menawarkan lebih
banyak orang untuk berhutang. Entah itu pinjol atau hutang lain yang membuat
dia meninggalkan serikat. Mereka bergantung pada jam kerja, misal susah ngajak
orang ke serikat, karena dijebak utang, bergantung pada lembaga keuangan. LIPS
sedang mengorganisir buruh menulis. Analisis ekopol, bagaimana diterjemahkan
dalam kehidupan sehari-hari dan perlawanan-perlawanan, tak hanya militansi juga
ada bentuk kepasrahan, karena kekuatan gak muncul.
21. Ada yang unik dari tulisan buruh ini, ada salah satu
buruh rajin ikut pengajian dari Bekasi ke Karawang naik motor. Pernah ikut
pengajian jam 1 malam, berangkat jam 8 malam. Jokowi dan Kapolri kadang juga
ada. Kata kunci yang selalu diulang, "takdir itu indah", ini yang
diartikulasi dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dia lagi sakit maag. Uniknya,
si buruh ngajak ikut pengajian dan mau ikut, seperti perempuan-perempuan
berkerudung. Sistem kontrak ini kejam, kalau leksikon agama itu ada, tapi pas
melawan buruh juga punya leksikon sendiri.
Refleksi: Tiga tahun di pemerintahan, rasanya otakku emang
sudah terkooptasi dengan logika-logika pemerintahan. Analisis ekopol membuatku
bangkit kembali dengan caranya sendiri. Aku seperti kembali ke default-ku yang
asli.
*
SESI II: Presentasi Organisasi Perburuhan
Narasumber: (1) Ayu Rikza/Destructive Fishing Watch: Buruh
Anak Buah Kapal, (2) Catur Widi/Rasamala: Buruh Tambang, (3) Salma
Rizky/Transnational Palm Oil Labour Solidarity: Buruh Perkebunan.
|
Sesi II
|
1. Ayu memaparkan, penelitian DFW tentang ABK di Jakarta dan Bali, DFW
melakukan riset yang berlanjut, meneliti dan melakukan assesment terkait buruh
anak buah kapal. Ketika orang makan sushi dengan harga 50-100 ribu, tapi dia
tak tahu darimana ikannya berasal. Menarik lebih jauh, itu hasil kerja buah
anak kapal. Mereka punya pengalaman yang spesifik daripada buruh yang di darat,
mereka akan mencari calo dari kenalan untuk bisa bekerja. Kenapa laut jadi opsi
terakhir? Ini pekerjaan mudah, tak ada seleksi dan sertifikasi. Mereka
diberikan kepada perushaan, mereka tak membutuhkan tingkat pendidikan tertentu
juga. Tahan dengan cuaca keras, hingga dapat gaji. Rasionalisasi sangat mudah,
daripada gak ada uang, kita mau kerja di laut. Ini kebanyakan kondisi ini
dimanfaatkan oleh calo, perusahaan hingga negara. Saya tawar mereka rendah, dua
punya empat babak: (1) buruh anak kapal terdapat kantung asal ABK dari Tegal,
Serang, Pekalongan, Banten, ada irisan dengan asal buruh migran. Di Benoa
ditemukan, orang lokal tak jadi ABK, dari Jawa, Sumatra, Sulawesi. Gaji bukan
jadi dorongan hidup, lebih ke survival. Di fase pertama ABK rentan, mendapat
penipuan, banyak calo atau penyalur. Calo dia punya jejaring kuat ke berbagai
wilayah. Calo menyediakan penampung, selama ABK ditampung, mulai iming-iming
gaji. Akan diperkerjakan di sini selama waktu tertentu dengan tambahan gaji ini
dan itu. Mereka tertipu, karena ada kebutuhan lain yang tak diakomodasi. Ada
cashbon, yang dihitung utang, dan dibayar dari gaji mereka. Di masa ini ABK tak
tahu, menurut teman-teman ABK, yang berkali-kali pun masih tertipu. Buruh juga
diisolasi, hanya kerja di pelabuhan. Mereka juga dibilangi laut itu keras.
Mereka juga seringkali diperalat nahkoda, dijanjikan diberi keamanan, BPJS,
dll, tapi ini omong kosong. Ketika sakit, mereka tak dapat asuransi. Pihak
kapal jarang memberikan perawatan terbaik, bawa ke RS tak mau. Mereka sakit
berbulan-bulan. Ada pula yang memanipulasi ABK tak perform. ABK tak dapat gaji,
kadang dokumen juga ditahan. Simpul yang rumit di ABK. Situasi sangat suram,
teman-teman di laut bisa berbulan-bulan. Saat melaut teman-teman, nangkap tuna,
ombak sangat besar. Ada teman jatuh, tinggal saparo, dimakan hiu, dimakamkan
seadanya. Mereka juga homesick, ada yang bunuh diri, mau bunuh diri. Di Muara Baru,
kenapa tak ada mau ABK? Karena kotor dan berat. Berusaha mengurai itu. Riset
DFW tak hanya di level struktural, tapi juga bagaimana buruh punya dawa tawar.
2. Sebagai perempuan, meneliti ABK yang dominan laki-laki
itu lumayan berat. Tantangan ada perbedaan signifikan antara peneliti perempuan
dan laki-laki. Sering dapat harrashment, ada strategi, peneliti bisa ikut
bekerja sama, hingga terdapat ruang aman. Peneliti perempuan punya kepekaan
terhadap reproduksi sosial. Di lapangan minimal 2 minggu.
3. Salma Rizky menjelaskan tentang perlawanan dan
solidaritas buruh kebun di kancah perjuangan reproduksi sosial. Kondisi buruh
kebun punya ide investigasi dan pola-pola perlawanan. Ada kebun, perumahan, itu
ada di ruang yang sama. Perkebunan ini sangat boros, sistem monokultur, satu
tanam. Jarak juga diatur, di setiap kotak ada sistem kerja, buruh punya kerja
spesifik sendiri, yang memetik buah, yang motong dahan, dan motong dahan. Ada
racun-racun kimia yang digunakan tiap hari, oleh buruh perempuan lepas. Ketika
lihat ruang ini, misal kebun di Sambas, mereka masih minum dan makan di
fasilitas yang sama.
4. Karena ada kedekatan ruang, kita perlu akses ke tempat
kerja, semua hal dalam kontrol perusahaan, dan peran negara terasa hampa. Kita
juga perlu tahu ada aktor asing RSPO. Mereka menyediakan proses audit dan
kadang menjadi jawaban. Di perkebunan ada juga fragmentasi identitas dan
tinggal di bedeng-bedeng yang berbeda. Seperti apa serikat buruh di perkebunan
sawit? Ini sangat jarang terjadi dan susah. Saking kuat kontrolnya hingga
dibubarkan. Kedua, banyak serikat independen, mereka punya sistem yang orangnya
kadang itu-itu saja, ada yang puluhan tahun masih jadi pemimpin. Melihat pola
perlawanan, ketika bicara masalah kesehatan, ternyata perjuangan upah saja gak
cukup kalau harga naik. Juga akses lain seperti rumah sakit, ada pola
perlawanan terhadap reproduksi sosial. Bagaimana serikat mendorong sekolah?
Banyak masalah sosial, misal lagi masalah air tercemar, mereka cari aliansi ke
kawan-kawan setelahnya. Mereka berburu, tapi melakukan investigasi. Jadi meluas
permasalahan, narasumber merasa, akses atas pengetahuan, mereka diberi doping
lain, misal susu kental manis, lalu minta ganti susu bear brand. Upaya meminta
akses, mana BPJS saya?
5. Saya senang memulai dari pertanyaan personal, bisa
meluaskan masalah ke hal yang paling privat.
6. Catur menyampaikan, dia ke Morowali November 2022, sampai
sana pertama yang dilihat wilayah pertambangan, kalau orang Jawa ke sana,
komplain industri 20th lalu, hunian buruh terkonsentrasi yang mayoritas
semi-permanen. Di sana harga lebih tinggi, minyak yang harusnya 9 ribu jadi 15 ribu. Lalu sinyal hilang ketika malam. Juga,
tiap hari ada bunyi ambulans lalu lalang, untuk buruh kecelakaan. Kalau gak
klinik ya ke rumah sakit. Berapa kali kenalan dengan buruh, yang disebut
departemennya, di mekanik, di lain-lain. Dalam rekruitmen ternyata terpusat.
Kemudian baru ditempatkan ke perusahaan tertentu. Tidak seperti kawasan
industri pada umumnya, dia rekruitmen utama. Teman-teman juga bercerita, 2022,
ada tetangga teman, lima tahun kerja di SNI, mutasi ke Hosni. Karena satu grup
ternyata berlaku umum. Mutasi antar perusahaan di sini terjadi, ada mutasi
6.000 buruh PT Osmi ke CSP. Pemindahan tak hanya satu dua orang tapi juga
masal. Dugaan di awal, karena ini membangun, reorganisasi buruh terus
dilakukan, caranya dengan mutasi. Misal di smelter, daripada rekruitmen baru,
cari yang lama. Mekanik yang tadinya di smelter ke pembangunan.
7. Di MIPP karena hilirisasi, meski tinggi 7-12 juta,
ternyata setengahnya ditopang dari upah lembur. Banyak juga yang di bawah UMP,
tunjangan perumahan, dan kesehatan. Ketergantungan pada kerja panjang itu jadi
prioritas untuk nunjang kebutuhan yang kadang lebih mahal. Buruh seperti
komoditas dikontrol dan dipindahkan sesukanya. Ada perkembangan terbaru di
fleksibilitas buruh terutama di perusahaan nikel. Buruh TKA BAB di lapangan
karena tak ada toilet. Situasi itu tak ada pilihan lain.
8. Pengalaman berdinamika, karena panjangnya kerja, ketemu
teman aja itu sulit. Semua menggunakan lembur.
9. Nanda (Tangerang) : Posisi hari ini belum ratifikasi 188,
tentang konvensi awak kapal? Ada ratifikasi tentang itu? Juga belum ada
pengalaman organisirnya?
10. Ermin (mantan buruk ABK): Punya pengalaman ABK 2023, di ABK ada
serikat yang bela. Nyeritain 4 bulan di laut mengharap uang banyak karena cuma
dapat 500 ribu, kenal di Facebook. Kontekan WA, kalau serius dijemput, keluarga
mengizinkan. Terus menuju Muara Angke, di mess warga, milik calo. Setelah tiga
hari pembekalan, bawa alat makan, lalu berangkat ke tengah laut. Awalnya dapat
pinjaman 4 juta, cuma dikasi 1,3 juta. Istri nanya, kenapa cuma segini? Tinggal
keamanan, mess, asuransi, dll. Setelah di laut, mabuk laut, "Min napa lu?
Mabuk laut? Di darat sering mabuk.". Lalu minum air laut sembuh dari mabuk
laut. Ditawarkan calo, mancing di laut sehari 30 kg, sehari 270 ribu.
Kenyataan, mancing dapat dua ekor. Fasilitas tidur juga tersiksa, tidur di
palka, freezer dingin, kerja 12 jam. Tidur siang gak terjamin, ombak nyiram
kita, jam 3 dibangunkan kapten, ngerjain pancingan, di saat berat saat
menjaring, imannya hampir berapa ton. Ada kejadian, kepatok ular meninggal,
ditaruh freezer. Gak mau makan. Gak ada sinyal di tengah laut, punya
halusinasi, ombak rata ini air bisa diinjek saya lari. Di dalam kapal 4 ton
cumi, 4 milyar, ABK cuma dapat 900 ribu 12 jam kerja. Ada hantu-hantu gak jelas
dan lebih galak.
11. Diatyka: Di era sekarang, produksi rumit, fleksibilitas
juga naik. Dengan pengalaman di sawit dan ABK, sejauh mana pekerja dengan
perusahaan utama. Apakah nahkoda dikerjakan dengan mekanisme yang baik?
12. Sunan: Yang sawit, di basis Kasbi lumayan banyak dari
Sumsel sampai Kalbar, ada di beberapa daerah bagus di Sumsel, hak buruh
lumayan. Masalah besar di Disnaker, di Sumatera udah banyak serikat, tapi
cerita mereka udah melempem karena banyak kongkalikong. Ada yang dari kakek,
anak, sampai cucu kerja di perkebunan sawit. Puluhan tahun mereka
berputar-putar di situ. Seminimalnya bagaimana serikat bisa buat PKB. Yang di
tambang, di migas bukan yang pekerja tetap tapi yang outsourcing.
13. Ada buruh yang menolak mutasi karena kondisinya lebih
buruk, infrastruktur juga jelek. Pilihan: mutasi atau resign? Kalau resign gak
dapat pesangon. Ketika kolektif mereka punya bargain yang tinggi, sehingga
pesangon lebih tinggi.
14. Sawit ada efisiensi, misal rasio 1:10, 10 pekerja
ngerjain satu hektar. BHL (Buruh Harian Lepas) kebanyakan perempuan. Selalu ada
anak perusahaan yang menggunakan pestisida paling berbahaya.
15. Ada forum berbagi keluh kesah, senang ada pertemuan
seperti itu. Ada ABK yang kerja sampai 16 jam, ngejar uang pancing dan uang
sirip. Kapten sangat kontrol sekali, berkumpul kerja itu gak produktif. Ada
pikiran untuk buat sindikat. Ada yang perlu di-adress juga misal uang
transportasi, mark up anggaran konsumsi, dll.
*
SESI III: Presentasi Mahasiswa
|
Sesi III
|
1. Pemaparan terkait ojol, ojol punya solidaritas yang kuat
di dua lembaga.
2. Kerja Mulu, Kaya Kagak. Flexploitation.
3. Eksploitasi pekerja lepas desain grafis: beban kerja
berlebihan, minim edukasi tentang regulasi dan hak pekerja, upah rendah dan
tidak pasti. Saya punya kebebasan menentukan harga tapi kenapa alasannya
"untuk mengisi fortofolio".
4. Kesadaran kelas yang paripurna. Ada semangat sama kita
semua pekerja dan buruh.
5. Berserikat itu penting bagi pekerja.
6. Di satu sisi ada perlawanan sehari-hari dan proses yang
sama akan kepatuhan. Tapi kadang itu spektrum juga. Ada kepatuhan terhadap
logika kapital, juga kepatuhan logika aliansi elite, bisnis, dan politik.
Bahkan ketika berkumpul juga bisa ditangkap bisnis politik. Merefleksikan
terhadap logika kapital, tentang resistensi, baik di ojol, dll. Di konteks
individu juga bisa ditanyakan. Kenapa penting bahas kepatuhan, karena ada
kesadaran kelas. Ketika semua penelitian mempertanyakan kerja itu siapa, penting
melakukan pengamatan konstruksi identitas dalam pekerja. Dalam kepatuhan, yang
diulang berkali-kali adalah normalisasi. Dalam identitas dan kesadaran, kita
bilang kita pekerja tapi juga ada kotak-kotak. Di pabrik juga kuat, tetap dan
tidak tetap. Ini mempengaruhi kelas. Resistensi bisa di dua hal: ide (gak
bener) dan membayangkan (kita pekerja ya?). Ide didukung dengan hal-hal
material (serikat, asosiasi, dll). Secara inheren ada kesulitan berorganisasi
dan berserikat, tetapi organisasi juga berlevel.
7. Tenny: Jam kerja ojol bisa sampai 14 jam, cuma 95 ribu.
Ojol kerja lebih lama dari standar perburuhan. Kita bekerja harus konsisten,
minimal 8 jam. Kalau enggak, akun akan terganggu. Bekerja lebih lama dengan
pendapatan yang lebih sedikit.
8. Bone: Ada gak imajinasi teman freelance, paguyuban dalam
grup yang bagi ke grup, dan dikerjakan kolektif. "Serikat buruh perlu
peremajaan yang didukung gen Z!" Wkwk.
9. Serdadu: Ada aliansi Dobrak dan KON. Dobrak diinisiasi
oleh Serdadu. Berkembang jadi aliansi, dari Cilegon, Rangkas, Serang, dll.
Menuntut BPJS di Banten, teman-teman udah nerima. Kemitraan biang kerok dari
masalah keojolan.
10. Intelejensia akan jadi motor untuk kesadaran kelas.
(Gramsci)
11. Pengalaman komplit dalam bekerja menimbulkan kesadaran
penting, kalau tak ada yang mengartikulasikan itu sebagai problem, maka tak
akan ada suara bunyi itu. Tapi pengalaman sangat penting. Ini semacam kabut
risiko dan eksploitasi dianggap normal. Ada kondisi material, tugas komunitas,
asosiasi, serikat, dll, selalu ada overlap dari yang di pabrik dan di luar itu.
|
ARC UI
|