Pembimbing utama saya namanya Pak Rachmad Resmiyanto. Di salah
satu blog beliau, beliau menyebut dirinya sebagai “guru kecil”—tapi bagi saya
beliau guru besar saya; yang telah mengajari saya banyak hal. Saat jadi
mahasiswa fisika, saya tak pernah diajar oleh beliau. Beliau dosen pindahan
dari UAD, masuk UIN sekitar tahun 2016. Saya kenal beliau pertama saat datang
ke seminar ekonofisika. Itulah pertama kali saya tertarik dengan diskursus yang
beliau angkat. Ekonomi dan fisika (ekonofisika), tema yang begitu baru di
tempurung kepala saya. Sudah menjadi mimpi terpendam saya mengangkat tema itu.
Berharap beliau juga pembimbingnya. Dan Ya Allah, mimpi saya terwujud.
Sampai saya menulis ini, sudah beberapa kali korespondensi
yang telah kami lakukan. Baik di WA atau pertemuan langsung. Isinya selalu
penuh kegembiraan, humor, dan semangat “aneh”. Ya, aneh saja sih ngrasanya,
hihi. “Pak Rachmad sudah seperti bapak
saya sendiri”. Tiap kali bimbingan pas ketemuan langsung, saya yang aslinya
tidak banyak bicara dan lemot mengingat (sering lupa) selalu nyaman tiap kali
bimbingan sama beliau. Tak hanya kalem dan sabar dengan kelemotan fisika saya,
tapi juga beliau selalu memberi contoh dan ilustrasi yang tepat bin dekat. Tak pernah lama membiarkan
saya berada pada zona ketidaktahuan.
Banyak hal yang tak akan saya lupakan ketika bimbingan
dengan beliau. Salah satu yang berkesan, beliau pernah mengirimi saya file
skripsi yang ditulis dengan ringkas oleh mahasiswi IPB tentang ekonofisika;
judulnya “Solusi Numerik Persamaan Black-Scholes Kasus Opsi Jual Eropa dan
Amerika dengan Fluktuasi Saham Berlintasan Brownian”. Di WA beliau menulis: “Skripsi
ini ringkas mbak.” (21.44 WIB, 26 Januari 2018). Saya jawab: “Mantap. Oke pak,
siap.” Lalu, beberapa jam kemudian dengan semangat 45 saya meringkas skripsi itu
dari jam 12 malam sampai jam 7-an pagi. Tidak tidur dan saya tak merasa lelah.
Jam 08.27 dengan meminjam HP teman saya yang kameranya jelas, saya kirim ke
beliau. Lalu obrolannya seperti di gambar ini:
Ya Allah. Maafkeun
saya Pak, maafkeun… :D :D :D
Pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 00.57 WIB, Pak Rachmad
membuat grup. Nama grupnya “Pejuang Skripsi”. Sampai hari ini ada 16 anggota,
15-nya mahasiswa/i yang beliau bimbing; semuanya dari Pendidikan Fisika, dan cuma
saya sepertinya yang dari fisika murni. Di sana tempat share jadwal bimbingan, materi, dan diskusi. Awalnya grup bahasanya
kaku, tapi saya kayak gak tahu diri jadi pengacau biar grup ramai. Di beberapa
pesan, tak kasi tuh emot-emot gak jelas di WA yang banyak. Jadi gak serius-serius amat kan, hehe. Karena saya
paham, Pak Rachmad bukan tipe dosen yang tak bisa diajak bercanda. Postingan
fesbuk beliau saja selain berat juga penuh humor (ciye, stalking, ahaha). Beliau tipe dosen yang ingin dekat dengan
mahasiswanya.
Pak Rachmad sering memberi masukan pada anak bimbingnya di
grup tersebut. Entah itu bentuknya pdf, link,
atau buku-buku. Kayak saya pernah disarankan ke perpustakaan FMIPA UGM, cari
skripsi yang disarankan beliau. Besoknya saya langsung ke sana. Saking
semangatnya, saya dikatakan “militan dari faksi radikal” (we terharu).
Beliau pun berpesan: “kalau ingin kaffah militansinya,
disalin ditulis tangan. Atau dibaca agak keras, suaranya direkam.”
Yang menarik juga, beliau mengadakan pra presentasi sebelum
pendadaran pada anak bimbingnya. Jarang kan ada dosbing yang mau kayak gini? Dan hari ini, Senin (26/02/2018) jadi hari
pertama saya ikut presentasi pra pendadaran ini.
Presentasinya Mas Ceceng dari
Pendidikan Fisika. Tentang ilmu optik perspektinya Al Haitham. Banyak hal yang
bisa saya petik terkait presentasi:
Pertama, PPT hanya
alat bantu, kemudi tetap ada pada presenter. Presentasi yang baik ketika
dibawakan oleh orang yang bebeda, dia akan berbeda. Kalau sama, berarti semua
materi sudah ada di slide itu.
Meski kekurangannya kita kehilangan detail, kita bisa memanfaatkan notes di
bawah kanvas kerja PPT utama untuk menambah detail.
Kedua, tentang
kesalahan dasar yang biasa dilakukan saat presentasi/membuat presentasi: presenter
kadang jarang membuat kerangka peta pembahasan; pewarnaan, penempatan apa yang
mau ditonjolkan itu penting; beri foto terhadap bukti-bukti penelitian agar
meyakinkan; hindari bullet yang udah default di PPT; animasi transisi
diperhatikan agar kesannya nyambung (kasus animasi kertas dilucek, atau kaca
pecah dihindari, kalau konteks gak tepat malah membahayakan); untuk waktu, usia
tiap slide tak harus sama; ada yang
sesaat, ada yang lama; kalimat-kalimat diperhatikan.
Ketiga, ada banyak
cara, tergantung imajinasi. Bapak lebih suka PPT blank, baru menulis dan membuat ilustrasi dari yang template blank itu. Software presentasi yang bagus untuk yang sifatnya besar ke kecil
itu Prezi, otak-atiknya enak. Kalau PPT sifatnya hanya linier.
Usai presentasi Mas Ceceng, Pak Rachmad tanya ke saya: “Gimana
Mbak Isma skripsinya?”. Ya Allah, tiba-tiba rasanya saya ingin menangis ditanya
begitu sama bapak. Nyaris dua minggu skrispi saya telantarkan karena sibuk
organisasi, kerja nranskip dari NGO,
jadi notulen di konferensi pers dan diskusi, serta mengurus dan memikirkan
hal-hal yang kembang tebu mabur kanginan—sampai
imun saya down. Padahal saya punya
target awal Mei selambat-lambatnya harus sudah munaqosah dan selesai. Saya tak ingin
mengecewakan bapak dan orang tua, sungguh.
Menjadi anak bimbing bapak bagi saya adalah kado terbesar
selama saya kuliah di fisika. Saya tak mau memolor-molor ini lagi; semakin saya
menelantarkan semakin saya terpukul oleh diri saya sendiri. Juga ibuk di rumah
yang selalu berdoa pada saya: Is, sinau
sing sregep ben ndang cepet lulus. Memasuki semester X ini, saya sebenarnya
sudah jadi mahasiswa kadaluarsa, matelu (mahasiswa telat lulus) kalau istilah
di film Catatan Akhir Kuliah.
Bagi saya, menyelesaikan skripsi ini bukan sekedar melewati
tahap yang semua mahasiswa tingkat akhir mengalaminya, tapi lebih dari itu… sumbangsih saya untuk ekonofisika. Saya sangat semangat, bergairan, dan tertantang untuk itu.
Apalagi, saya sangat senaaannnggg dibimbing oleh dosen yang “gue banget”, baik
secara integritas, sikap, teladan keagamaan, dan keilmuan; yang di Jogja dan
Indonesia salah satu expert-nya di
bidang ekonofisika. Di buku beliau berjudul Ilusi
Ekonomi Modern beliau membuat madzab baru yang tak kalah bersanding dengan Madzab
Austria atau Madzab Frankfurt di Jerman, namanya Moneter Madzab Jogja.
Terima kasih Pa.
Isma ingin
rampung.
Perpustakaan UIN Lantai
2.
Usai pra pendadaran Mas Ceceng.
Senin, 26 Februari 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar