2018 seperti bukan tahun yang ramah bagi dunia permusikan Indonesia. Setidaknya ada dua keping duka yang saya baca sampai tanggal 5 Januari ini: 1) Edisi cetak Rolling Stone Indonesia bubar; 2) Musisi idola bapak, Yon Koeswoyo meninggal. Saya punya kenangan pribadi yang cukup dalam dengan grup musik Koes Plus. Sejak kecil, vokal Yon Koeswoyo yang unik, jernih, dan khas sering saya dengar.
***
Koes Plus adalah musik pertama yang kukukenal sebelum
kumengenal karya musik-musik lain saat kecil. Bapak sering memutarnya,
entah di pagi hari, siang, atau malam. Lewat kaset atau dia mainkan
sendiri. Entah yang liriknya Indonesia, Jawa, atau yang "Why Do You Love
Me". Tak hanya Bapak, keluarga besar Bapak di Bojonegoro pun pecinta
Koes Plus, lagu-lagu mereka jadi lagu wajib yang dinyanyikan saat kumpul
besar keluarga, sembari bapak/Lik Yon/Lik Heri memainkan organ.
Sungguh, mereka seperti Bambang Sunaryo Bersaudara.
Suara Mbah Kung Yon
bagiku ada ciri khas sendiri (magis, jernih, berkarakter) yang memberi
ruang spesial di bagian sub musikku, Cak Nun menyebutnya sebagai unikum.
"Unikum membuat seseorang yang memilikinya berposisi sebagai fenomena.
Ia memiliki dan menciptakan kursinya sendiri di dalam jiwa kita." Aku
sepakat jika Koes Plus disebut sebagai musisi kehidupan, bukan musisi
bentukan ala studio, textbooks, dan skolastik.
Lagu mereka sangat
merakyat, mudah dicerna, nada yang oke punya, suara jernih, dan selalu
menghadirkan perasaan yang sosial, guyub, dan meski mellow tetap
trasenden, seperti di video "Cintamu Telah Berlalu" karya the head
brothe of Koes Bersaudara, Tonny Koeswoyo ini--yang karya musiknya udah
ribuan. Koes Plus membalut simbol-simbol di dalam lirik menjadi begitu
egaliter dan semua menerimanya, seperti pada lagu "Bunga di Tepi Jalan"
yang bermaksud untuk tak hanya mengentas derita bunga-bunga yang bekerja
di pinggir jalan, tapi sekaligus memuliakannya di lirik "biarlah kan ku
ambil sebagai penghias rumahku".
Koes Plus sekarang hanya menyisakan
Mbah Kung Yok Koeswoyo. Bahagia dulu pernah melihat konsernya sekali pas
acara dies natalis Akamigas Cepu. Dia sudah tua, tapi semangatnya
tetaplah semangat kehidupan. Koes Plus telah memposisikan diri untuk
mengalir dan hidup bersama "mereka", semua lapisan kelas.
***
Salah satu Pop Jawa yang sering bapak putar di rumah
wong arep, ngundhuh klopo, ora biso menek
Mbok ojo, kondo kondo, klapane elek
Sore sore, lungguh ngebuk, do mangan tempe
Ojo ngece, omah gubuk omahe dewe
RIP Kakung Yoon... Terima kasih suara kakung udah nemeni saya sejak
kecil. Lewat lagu-lagu yang sering bapak putar. Di Jogja pun saya selalu
menantikan konser reinkarnasi Koes Plus lain di Gardena lantai 4.. Atau
gank bapak-bapak pas konser kecil di Kecamatan Gondokusuman yang
joget-joget dan nyanyi-nyayi nyanyiin lagu Koes Plus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar