Setelah makan malam penyetan di pinggir rel jalan timoho (sambil nungguin kereta lewat) bareng Fai, Faksi, Amri, dan Anis kami nonton. Masuk gelanggang, ngambil tempat duduk paling belakang sama Anis.
Dibuka sama MC, terciptalah setting rumah warna hijau pudar dengan jendela, dan tiga kursi-satu meja di depannya. Muncul tokoh bernama Mini yang berekspresi seperti orang kasmaran. Dari dalam rumah muncul suami Mini si Suminta yang kemudian duduk-duduk di depan rumah. Mini lalu pamit keluar dan muncul tokoh lain bernama Hamid.
Minta orang miskin, hidupnya sering hutang dan kekurangan. Tak heran jika penjual minyak dan mbok penjual sayur sering menagih ke rumah mereka. Juga kadang godaan lain seperti tokoh Sum yang jualan perhiasan itu menawarkan pada Minta untuk Mini.
Konflik lalu terjadi, saat Haji Salim datang dan berkata pada Minta jika Mini selingkuh dan berciuman dengan laki-laki lain, tidak lain dan tidak bukan sahabatnya sendiri si Hamid. Minta serasa tak percaya dan sakit hati. Kata Haji Salim: "Istrimu membelakangi Tuhan. Istrimu membelakangi agama."
ribut mana yang benar |
pemain |
Kritik yang berguna pula pas sarasehan datang dari Mas Adi. Dia bilang: 1) Ada penataan musik yang tidak pas saat adegan Mini sedang sedih. Soundtrack-nya Bubui Bulan, padahal itu lagu tentang kerinduan. 2) Naskah karya Utuy T. Sontani ini terbit sekitar 1954, banyak kontra dalam panggung, seperti Minta itu miskin, tapi kenapa bangkunya jati seperti itu? Sedangkan bangku seperti itu dulu hanya milik bangsawan Sunda. 3) Bangku seperti itu bukan budaya Sunda, tapi budaya Betawi. 4) kostumnya banyak yang tabrakan, jins itu baru masuk Indonesia sekitra tahun 60-an, sedangkan leging 2000-an. Terkait kostum juga dikritik sama Mang Aceng tentang kerudung yang dikenakan. Kata Mang Aceng ada yang namanya the power of hijab. Latar belakang dulu kerudung itu seperti apa?
Yang menarik juga mungkin kalimat dari Lailul Ilham (dia sutrada... tak kusangka kau Ham, haha). Wacana kenapa yang dipilih naskah ini? Kata dia: Ada satu hal yang diprioritaskan, apakah tnetang pesan/persepsi/kebenaran. Bahwa kebenaran tidak dibawa dari satu hal saja, kebenaran dibawa orang lain.
Dan kata Wahyu (tokoh penjual sayur) cerita sama saya kalau tahun 1956 waktu itukan kalau dilihat dari segi polittik, si Mini itu menggambarkan Indonesia, Minta itu Soekarno, Hamid itu Soeharto. Waktu itu juga kan kondisi seniman dianggap ngak-ngik-ngok. Si Utuy sampai keluar negeri dan tak menerbitkan naskah ini di Indonesia karena mungkin nanti bakal diberedel. Ya, sebuah teks tak lepas dari "watak peradaban" yang diusung. Maksudnya dalam kondisi apa naskah dibuat? Zaman apa? Konteksnya bagaimana? --dan yang mengerti dan yang bisa melihat lebih jauh mungkin hanya seniman dan pembaca yang bacaannya luas, bukan bermaksud mendeterminasikan, orang awam pasti bingung ini maskudnya apa.
Sekali lagi, selamat untuk Aini, Kurniawan, Ihsan, Efendi, Rizki, dkk. Selamat untuk kamu juga Ham. Yaa.. selamat untuk keluarga besar Teater Eska.
Seperti kata si tokoh Udin, ini adalah perasaan yang simpel tapi tumit.
_Is
Tidak ada komentar:
Posting Komentar