Minggu, 27 April 2025

Sif Malam (Jalan Pulang)

Untuk Mas Irfan dan Mas Wiman

"Dan kesepian semakin mahir merawatmu...."

Halo Mas Irfan R. Darajat di Jogja, juga Mas Wiman Rizkidarajat di Purwokerto, kakak-kakakku di dimensi yang lain. Malam ini aku ingin ngobrol bareng kalian, sambil curhat gak papa ya, entah kenapa aku selalu bilang begini sebelum curhat. Seolah aku harus minta izin untuk mengungkapkan perasaan, meski sebenarnya itu tak perlu. Kalau mau cerita ya cerita saja, begitu kata sahabatku yang lain. Mungkin aku memang serentan itu membicarakan hal yang dianggap orang menyek-menyek.

Mas-masku yang baik, aku mengenal Jalan Pulang pertama jujur pas diajak Sidra wawancara terkait kolam musik indie yang spesifik. Waktu itu aku nemenin Sidra (yang sekarang anaknya mburuh di Australia itu) pas dia jadi anak magang Arena untuk wawancara Mas Irfan (vokalis JP) di Joglo Kopi Sorowajan, tempat ngopinya anak-anak UIN. Waktu itu kira-kira sepuluh tahun lalu, 2015, saat negara api (aka Jakarta) belum menyerangku. Aku merasa saat itu ada kedekatan sendiri terkait bagaimana Mas Irfan menceritakan lagu-lagunya, cerita kuliahnya di Fisipol UGM, bacaan-bacaan dia, penulis-penulis semasa angkatan kami, teman-teman kami yang saling beririsan, sampai isu-isu yang dibawa dalam karya.

Mulai sejak itu, aku mulai mendengarkan Jalan Pulang. Aku memulainya dari lagu "Pulau Laut", "Kartu Pos dari Moscow", "Rumah Dijual", dan "Mei". Aku bisa sangat panjang berbicara untuk setiap lagu ini satu per satu. Saat itu aku mendengarnya di YouTube, lagu-lagu itu entah kenapa sangat-sangat dekat denganku. Aku bahkan bisa melahirkan kalimat-kalimat yang tak kalah puitis yang terinspirasi dari lagu-lagu itu, dan membuatku kaget sendiri, bisa juga ya aku buat kalimat seperti ini. 

Jangkar lain yang membuat labuhan pada Jalan Pulang berumur panjang, ketika aku ikut Sekolah Urbanis yang diadakan RCUS, dan diketuai Mas Irwan Ahmett dan Mbak Tita Salina. Saat itu, aku ada tugas akhir, dan wawancara Mas Irfan lagi via Zoom. Dari obrolan itu, banyak-banyak banget kupasan bawang yang aku ketahui dari Mas Irfan dan keluarga, karena saat itu tema tulisanku soal orangtua. Aku tanya sampai ke detail, bagaimana orangtua Mas Irfan mempengaruhi karakter dan tingkah laku sekarang? Apa pemikiran Bapak yang selalu diingat? 

Mas Irfan saat itu cerita sangat banyak dan menyentuh. Dari dia yang sejak kecil suka sakit-sakitan, cita-citanya menjadi kenek angkot karena posisinya yang enak (semilir dekat pintu), lagu-lagu yang sering diputar di rumah ketika kecil, ayah yang kuliah doktoral di Jerman, pengen motor tapi tak dibelikan (pas dewasa baru sadar saat itu situasi keuangan sulit), obrolan dengan ibu yang intens, kakak laki yang keras kepala, kakak laki-laki yang punya banyak ibu (karena dirawat banyak saudara ibu), dan kakak laki-laki itu adalah Mas Wiman Rizkidarajat. FYI, keluarga Mas Irfan ini UGM hard core, ayah beliau profesor di UGM, ibu beliau pegawai UGM, Mas Irfan dan Mas Wiman juga kuliah di UGM. Kurang Kagama apalagi? Kagamanya Kagama ini mah.


Usai obrolan Zoom itu, aku langsung mengikuti Mas Wiman di Instagram, dan gak nyangka difolback (seneng waktu itu, haha, seperti ajakan perkenalan dan persahabatanku divalidasi, dan rasanya entah kenapa langsung bisa klop, kek sirkelnya nyambung). Istri Mas Wiman yang bernama Mbak Margi Ariyanti juga kebetulan anggota Jalan Pulang, beliau pegang piano. Mas Wiman dan Mbak Margi punya anak laki-laki lucu bernama Daya (nama lengkapnya Amerga Bhismadaya). Berbeda dengan Mas Irfan, Mas Wiman mengambil jalur akademisi alih-alih musisi. Eh, Mas Irfan sekarang dosen di UGM juga deng, berarti dua-duanya akademisi (dan musisi). Aku sering aktif memantau story-story beliau, Mas Wiman, tentang kehidupan kampus, kehidupan jadi dosen Unsoed, skena DIY Purwokerto, jurnal-jurnal yang beliau terbitkan, musik-musik blackmetal beliau, foto-foto Daya, sampai konten larinya. Beliau ini soal lari memang keren, sehari bisa sampai 10-20 kilometer dilalui, dan itu tiap hari. Gila sih, aku belum kuat tirakat sampai sana. Kisah olahraga lariku paling jauh di Jakarta gak sampai 5 km, dan itu frekuensinya bisa dihitung jari.

Seiring berjalannya waktu, setelah mengenal Mas Irfan yang berkecenderungan karakter khas negara Nordic, dan Mas Wiman yang berkecencerungan karakter khas Nusantara, aku tak tahu menyebutnya apa, tapi inti yang ingin aku bilang adalah kalian serupa kakak-kakakku di dimensi hidupku yang lain di luar saudara sedarah. Kedekatan kultural akan jiwa dan daya inilah yang kurasakan, selain obrolan seputar musik, hidup, dan buku di Instagram.

Sebenarnya di tulisan ini tuh, aku mau cerita tentang lagu "Sif Malam" dan bagaimana kisah itu relate denganku. Mas-masku, sejak tanggal 8 April 2025 lalu (ekhm, sesi curhatnya dimulai ini), aku dapat tugas dari kantor untuk rekap link berita dan dikirimkan antara jam 22.00-23.00 WIB, dan ini tiap hari. Ya Allah, setelah kujalani ini berat banget. Apalagi tadi habis dari Tangerang Selatan, perjalanan jauh, pulang capek, tapi harus kerja lagi. Belum ditambah lagi dengan ngedit berita, Ya Allah. Tapi pas aku dengar lagu "Sif Malam", aku merasa mak jegagik, brengsek! Ini musiknya gak ada obat! Ngena banget di aku pas di lirik: "Dia memang terluka, dia tak ingin bercerita atau berkeluh kesah, dia hanya ingin terus bekerja dan melupakan semua...." Terus dilanjutkan ke reff-nya, anjayyy! Keren banget! Gak ada lagu lain yang bisa mengerti pekerjaanku dari jam 10-11 pm ini selain lagu "Sif Malam"-nya Jalan Pulang.


Ya Allah, karena shift baru itu, jam tidurku terganggu. Kalaupun aku tidur, sering gak nyenyak. Aku kadang di kantor nyuri-nyuri tidur. Emosiku beberapa waktu jadi gak stabil. Aku mau complain tapi ya gimana? Meski aku pernah diajak ngomong Kapuspen terkait ini, tapi sampai sekarang gak diobrolkan lagi, dan gak dicari tandeman yang bisa gantian. Malam ini jujur adalah malam yang berat, dan lagu "Sif Malam" memahami dan menghiburku dengan sangat baik. Suwun mas masterpiece-nya.

Aku mau bilang makasi juga telah mengundangku lewat Ruang Pana untuk hadir di konser Jalan Pulang Sabtu ini di Beranda Svara, tapi karena beberapa hal, aku gak bisa datang. Sedih rasanya, jujur, Kalau Jakarta-Jogja sedekat Jakarta-Bogor, aku akan jamin duduk di saf paling depan, dan bernyanyi bersama kalian satu album "Dan Kisah-Kisah Lainnya", dari lagu "Kepada Ytc." sampai "Malam Nyari Sempurna".  Kapan-kapan kalian harus konser di Jakarta ya, kutunggu lho, kutunggu. Sebagai adik di dimensi lain, aku sayang kalian banyak, sayang kalian banyak mas-masku. Sehat terus dan jangan berhenti berkarya.

Jakarta, 27 April 2025, di Sif Malam, jam dua dini hari

2 komentar: