Anak itu terpekur kehilangan hari.
Semalam ia telah berimajinasi akan mengatakan sesuatu pada seseorang. Pergilah ia jam sebelas siang itu. Ia ingsutkan bunga yang tak tahu namanya, ditaruhkan di keranjang, lalu ia mulai menyeberangkan roda.
Di tepi jalan dekat pagar, ia mengambil bunga lagi. Ia memanjat pagar dan menyamun bunga warna kuning.
Sampailah ia di ujana dan memetik lagi bunga bougenvil warna orange.
Ia tata tiga varian kembang itu, berkeliling mencari tali, lalu diikatkannya menjadi satu.
Senyum meriakannya. Turunlah ia.
Tiba-tiba matanya sayu melihat teras yang sepi. Angin berbisik lekat di telinganya: sudah tutup.
Ia datangi pintu memastikan apa benar sudah tutup? Ternyata benar. Kepalanya tertunduk. Setengah dirinya tersisih. Ia berjalan pelan. Ia lepaskan tasnya di sebuah dudukan. Seperti ia lepaskan dukanya.
Dipanjatlah pohon tak terlalu tinggi di depannya itu. Mengembang analekta di kepala.
Matanya mengibaskan sedan.
Menyelesaikan sunyi yang belum usai.
Teduh. Sepi. Sendirian.
Jogja, 5 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar