Bapak saya mungkin bisa dibilang seniman serba
bisa. Dari seni musik, seni semen dan pasir (entah ini ada alirannya apa
enggak yang pasti rumah saya dipenuhi kreasi ukiran dari campuran semen
dan pasir menjadi patung atau relief), seni sampah (kebiasaan buruk
tapi kreatif dari bapak. Tiap jalan-jalan dan nemu sesuatu yang menarik
di jalan pasti diambil.. dari bungkus rokok, botol, kayu, batu di kali,
bungkus snack.. pasti di rumah dijadiin sesuatu. Batang pepaya yang udah
ditebang pun pasti orang-orang akan membuangnya, di tangan bapak pasti
ada sesuatu yang bernilai. Dan biasanya sampah itu dipotong pakai
gunting kemudian di lem di dinding rumah membentuk mading yang mungkin
orang akan menyebutnya rumah orang gila. Jujur, kebiasaan ini pun juga aku warisi, tiap kali nemu sesuatu di jalan yang ku rasa sreg pasti
aku kantongi, kayak bungkus permen kiss.. saya potong kata-kata
menariknya saya tempel di buku, haha). Pokonya beliau seniman terhebat
pertama yang saya kenal.
Bapak kelahiran tahun 1949, tapi
beliau masih kelihatan awet muda dari usianya. Bapak saya pensiunan
Satpol PP golongan III A. Cerita sedikit tentang masa lalu bapak saya,
bapak saya dulu termasuk kategori pegawai nakal tapi teguh pendirian dan
jujur. Jika salah mengaku salah, jika benar mengaku benar, itu
prinsipnya. Saat aparat di atasnya mengajak bapak melakukan kecurangan
seperti penggelapan uang (korupsi) bapak mentah-mentah menolaknya,
itulah sebabnya bapak dibenci dan tidak disukai aparat-aparat di atasnya
maupun teman seperjuangannya sendiri dan dipindah kerjakan ke daerah
lain. Bapak tidak takut, bapak tidak sungkan menggebrak camat, ribut di
berbagai tempat, mencaci aparat siapa pun itu secara ceplas ceplos jika
dirasa mereka salah dan beliau tidak takut dipecat. Bapak selalu
menyidir pedas sesuai kenyataan. Korupsi tidak hanya di kalangan atas,
pegawai kelurahan sampai RT pun pasti ada oknum-oknum yang nggak benar.
Saya sebenarnya enggan bicara korupsi, karena semakin sering dibicarakan
semakin parah. Cara yang efektif adalah KPK seharusnya bertindak
diam-diam dan melakukan pembersihan total. Tidak ada toleransi apapun
untuk meraka yang korupsi, copot segera! Berikan hukum yang setimpal,
kalau perlu diarak keliling jalan biar tahu malu (#hehe, jahat banget)
Dan ini adalah kaitan seni dan korupsi menurut bapak saya.. katanya:
“Is, delok yo, pejabat sing gak ndue
jiwa seni senengane korupsi. Isine.i muk duwek, duwek, duwek..” (“Is,
lihat ya, pejabat yang tidak mempunyai jiwa seni itu sukanya korupsi.
Isinya itu cuma uang, uang, uang..”)
Menurut bapak saya juga, orang yang
memiliki jiwa seni itu cerdas. Begitu pun dengan pejabat. Camat yang
punya jiwa seni dengan yang tidak pasti cara memimpinnya juga beda. Bisa
dilihat dari responnya di masyarakat, penataan dan keindahan kota,
branding kota, dan kebijakan-kebijakannya, dan lainnya. Pejabat yang
memiliki jiwa seni rasa berbaginya besar karena seni itu halus dan tidak
bisa diremehkan. Dan menurut pengakuan bapak saya, teman seangkatannya
yang mentalnya “yes man”, yang tidak punya malu sabot sana sabot sini,
kehidupan di hari tuanya kocar kacir sampai ada yang hancur. Ada yang
tidak dapat pensiun, dicopot secara tidak terhormat, sakit parah, dan
denda-denda alam lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar