Hai Kak Cyntha, ini buku ketiga kakak yang kubaca setelah "Mimi Lemon" dan cerpen Kakak di buku "Museum Teman Baik" yang keduanya diterbitkan oleh Post Santa. Di kumcer "Manifesto Flora" terbitan Gramedia ini ada 23 cerpen. Di tulisan ini, aku akan bercerita padamu langsung seolah kau membacanya. Aku akan bercerita kepadamu tenttang apa-apa yang berhasil kutangkap dari apa yang kau ceritakan. Motifku membaca buku ini sebenarnya sederhana, aku masih ingin mencoba masakan kakak yang lain lebih dari sekadar "Mimi Lemon". Bagiku, sebagai penulis perempuan, kakak punya pendekatan dan kedekatan yang khas, yang tak bisa diisi oleh penulis laki-laki atau setengah laki-laki.
Aku menemukan buku Kakak ini di Gramedia East Mall Grand Indonesia Jakarta di lantai 3 itu. Kukira layout-nya telah berubah drastis. Lebih modern, tapi entah mengapa rasanya aku lebih suka dulu. Mungkin aku tergolong orang yang romantis, ya, kadang aku tak meragukannya. Aku mulai ya Kak.1. "Bapa, Ini Aku Grata": Tentang anak perempuan bernama Grata yang telah dipersembahkan ibunya ke gereja. Ibu Gatra selalu sedih dengan kenakalan-kenakalan yang dilakukan anaknya, terlebih ketika Suster Rosalin ikut campur. Konflik utamanya, bagaimana "Bapa" yang sosial sekaligus religus ini kakak permasalahkan. Ayah Gatra pergi tak bertanggung jawab begitu saja meninggalkannya. Sementara, Gatra gagap mengartikan ayah. Dia juga punya dendam kesumat dengan Suster Rosalin yang bengis dan mulutnya tak bisa dijaga itu. Bahkan Gatra kesal, suster setan itulah yang menamainya, yang berarti: perempuan yang diterima langit dan bumi. Kak, baca cerpen ini, aku ingat masa kecilku yang ambil air di sumur, lalu dituang ke bak mandi. Ambil airnya cukup jauh mungkin sekitar 500 meter. Kadang kalau cepat-cepat, airnya tinggal separuh.
2. "Apa yang Kau Tunggu, Ny. Liem": Ini cerpen yang paling kusuka Kak Cyntha. Tokoh Ny. Liem di sini sangat autentik, khas sekali manula menjelang usianya yang keseratus tahun. Ya, aku tahu hidup Ny. Liem berat. Dia semasa muda harus membesarkan Liong dan Liang, dua anaknya dengan berjualan baju keliling, sementara suaminya yang penjaga getek di sungai, tak pandai cari uang. Setelah tua, Ny. Liem ini sebagaimana adat Tionghoa, ikut tinggal di rumah kedua anaknya bergantian. Namun, entah apa yang Ny. Liem tunggu, dia ingin mati, tapi tak mati-mati, dan tiap kali mau makan, dia selalu lahap. Dia juga menyadari konflik kakak beradik Liong dan Liang, sampai memutuskan tali persaudaraan. Aku suka kemaharan Ny. Liem di akhir cerpen, "GOBLOK! KALAU AKU JAHAT PADAMU APAKAH ITU BERARTI AKU BUKAN IBUMU?!" Stunning tokoh ini, Kak.
3. "Tuan dan Nyonya di Jl. Abadi": Hm, perih lagi ini cerpennya Kak. Tentang seorang pembantu bernama Titin yang tinggal di rumah Nyonya (seorang desainer yang tokonya berada di Jl. Abadi) dan Tuan (seorang pengangguran yang ingin bangun bisnis tapi selalu gak jalan dan gagal). Yang menarik, bagaimana keduanya berbeda perspektif. Tuan menilai Nyonya mengekangnya, Nyonya menilai Tuan pemalas. Tuan ini juga tak banyak bicara, dia suka berburu sehingga Titin menemukan bedil di kamarnya. Tuan dan Nyonya punya anak bernama Amara, di mana Titin selalu membantunya membuatkan PR puisi, entah, kenapa Titin yang tak berpendidikan tinggi itu bisa buat puisi. Konflik lain, di sini Titin main serong dengan Tuan, lalu Nyonya marah-marah, membuat Titin minggat dari rumah itu.
4. "Mohon Tinggalkan Aku Sendiri": Ini juga unik, sudut pandang seorang Bapak yang sudah tua dan ditinggalkan istrinya. Dia mengirimkan email untuk ketiga anaknya, Ola, Mira, dan Guntur. Bapak ini kemudian menceritakan satu per satu karakter anak-anaknya, dari Ola si anak pertama yang merasa harus bertanggung jawab pada orangtua. Mira anak tengah yang seolah dianggap tak ada, dan tak diistemawakan seperti halnya anak pertama dan ketiga. Namun, anak ini paling sukses, dia jadi aktivis, tinggal di Australia, dan melebih saudara-saudara lainnya. Kemudian Guntur, kesayangan ibu. Dia menikah dengan orang Medan yang beda suku dan agama, tapi entah kenapa calon mertuanya saat itu mengizinkan. Lobi apa yang dibuat anaknya itu ayahnya tak paham. Di masa tuanya, si ayah ingin jadi manusia bebas, yang sudah tak ada tanggung jawab lagi. Keren juga POV ayah macam ini.
5. "Amerika I": Tentang pemudi, mahasiswa yang sekolah di jurusan (mungkin) Cultural Studies di Amerika Serikat. Dia merasa kesepian tapi juga sekaligus merasa betah, karena semua yang dia butuhkan ada di sini. Tokoh perempuannya khas Kak Cyntha sekali, aku membayangkan Kak Cyntha juga seperti ini karena tokohnya irit bicara, persis dengan tulisan-tulisan Kak Cyntha yang irit dialog. Si tokoh menunggu sahabat dekatnya Mamin yang menyambanginya ke AS dari Indonesia. Lalu mereka hang out dan ngechill bareng. Sayangnya, Mamin menderita penyakit kanker payudara, yang membuat payudaranya mengkerut penyakitan. Ini membuat suaminya tak lagi mau tidur dengannya, karena dia takut, dan akhirnya yang kutangkap mencari perempuan lain. Kasian Mamin. Saat perjlanan itu pula, si tokoh utama berteriak pada seorang Hispanik taik yang seenaknya sendiri, yang membuat tokoh mual.
6. "Amerika II": Melanjutkan tokoh perempuan kuliahan di AS, dosen si tokoh memberi dia tugas membuat film dan dikumpulkan sebelum liburan Thanksgiving. Si tokoh akhirnya ingin menggambarkan kehidupan manusia yang seperti mengenakan topeng, akhirnya dia memanggil seniman tari dan topeng beneran. Dia panggil penari laki-laki itu ke apartemennya yang berada di rubanah. Laki-laki itu dimintanya menari menggunakan topeng yang dipilih khusus: topeng bahagia. Si penari ini begitu pedenya, mengganti baju seenaknya di depan si tokoh perempuan. Usia perekaman itu mereka jalan sambil beli ice creaam dan foto-foto cantik. Lalu balik lagi ke apartemen, penari mengjarai tokoh perempuan menari, tetapi penari itu melewati batas, dia meremas payudara tokoh perempuan. Si tokoh perempuan tak berani teriak karena mana mungkin dia didengar, atau bagaimana jika penari ini membawa pisau dan pistol di tasnya? Dilema, setelah selesai dan penari keluar, si tokoh perempuan menumpahkan traumanya. Ya, meskipun tugas itu mendapatkan nilai tinggi. Gelap sih Kak Cyn.
7. "Bayang": Cerpen ini menurutku absurd Kak Cyn, tentang pulau garam (mungkin Madura, tapi bisa juga tidak). Di sana ada kisah percintaan yang absurd antara Salina dan Ali, yang juga sama-sama pekerja desa yang merawat tanah maritimnya, dan bersandar pada komoditas garam untuk hidup. Namun, ada pula kisah lain antara Romo Giri dan Mona, namun keduanya tak bisa bersatu, karena Romo kan gak boleh nikah. Di cerpen ini juga marak adegan Salina dan Ali ciuman. Aku juga tertarik kenapa judulnya "Bayang" sebagai kata benda dari "bayangan". Sejujurnya, aku tak begitu paham dengan pesan yang hendak Kak Cynthia katakan lewat cerpen ini.
8. "Melankolia": POV cerpen Kakak ini menarik, dari sudut pandang seekor anjing pada ndoronya, seorang perempuan yang suka membaca buku-buku puisi tiap pagi. Setiap bab yang ditandai paragraf yang berbeda ini serupa potongan-potongan moment ketika si anjing berinteraksi dengan pemiliknya. Aku suka dengan penggambaran bagaimana anjing ini sebatas jadi aksesoris di halaman belakang, meskipun aku lebih tertarik lagi dengan cerita-cerita non-antroposentris. Cerita-cerita kita begitu manusia sekali Kak Cyn, dan abai dengan kehidupan yang di luar manusia. Bahkan, majas pun kita manusiakan.
9. "Manifesto Flora": Pelik. Itu satu kata untuk menggambarkan cerpen ini yang juga kau gunakan untuk menjadi judul utama buku. Flora terlibat dalam keluarga yang sebetulnya home broken, ayah dan ibunya sibuk masing-masing dengan perusahaan mereka, melupakan anak-anak, dan waktu bertemunya hanya saat makan rambutan. Namun, ini pun bisa dirusak dengan tingkah melawan kakaknya Mahesa yang pemberontak dan seolah tak menganggap ayahnya ada, Mahesa di akhir cerita tak diakui anak. Sementara kakak kedua Flora bernama Ruby, gendang telinganya sangat tipis. Dia tak bisa mendengar hal-hal berisik, kupingnya sering disumpal headset, apalagi mendengar anggota keluarga narah-marah, iman telinganya tak sekuat itu. Sementara si anak bungsu Flora, dia di awal cerpen sudah membuat perjanjian, cuma boleh ada telepon rumah. Barangkali, rumah pohon memang tempat favoritnya. Meski di akhir cerpen dia paling menderita, menghubungi semua keluarganya tapi tak ada satu pun yang merespons. Sakit, Kak Cyn.
10. "Dari Terang Tiba-Tiba Hujan": Oh, ini juga kisah keluarga pula, tapi menyoroti kisah kakek dan nenek Satya. Mereka keluarga kelas menengah di mana Pak Wiranata suka main golf, dia tinggal di kompleks, dan masih punya power untuk mengubah sebuah taman kompleks. Namun, masalah utama di cerpen ini adalah cucu Pak Wira yang hitam, yang wajahnya tak seperti kakek nenek mereka yang putih. Mungkin malu, tapi di akhir cerita, Pak Wira akhirnya sadar dan menerima cucunya itu. Sementara Ibu Wira sering memberikan bacaan pada Satya alih-alih memperlihatkan tontoan kartun. Kakek, nenek, dan cucu itu suatu hari ke taman, mereka bermain-main bersama. Dramatisnya, Pak Wira kala hujan tiba juga mengajak Satya untuk main di taman. Pak Wira seperti berubah menjadi anak kecil lagi. Sementara ibu Satya di cerpen ini seperti tempelan, aku tak tahu alasan kenapa Satya menjadi hitam btw?
11. "Rumah Batu Kali": Gelap juga Kak Cyn, bahkan aku tak paham alurnya. Apakah rumah Ibu Kumala yang dibangun suaminya yang seorang arsitek di dekat kali ini meninggal atau gimana? Dan Ibu Kumala menyimpannya dalam rumah. Dari semua cerpen, ini yang aku paling gak paham Kak.
12. "Dokter Agnes": Nah, ini cerpen favoritku lainnya Kak. Entah kenapa, jurus kakak yang mengubah tata pikir atau arketipe linier manusia akan kecantikan itu seolah kakak balik total. Di sini dikatakan bagaimana sempurnyanya kecantikan Dokter Agnes yang seorang dokter kecantikan dan kulit itu. Kau bercerita tentang pasien-pasien mereka yang tak bersyukur atas wajahnya sendiri. Ada aja keluhan mereka tentang wajah. Agnes juga dipuja-puja kecantikannya, dia sampai diundang di acara TV untuk berbicara resep cantiknya yang sederhana: banyak makan sehat, air putih, olahrga, dll. Meski TV itu lancang menanyakan hal pribadi soal pernikahan. Setelah itu, Agnes memang menerapkan hidup sehat, setidaknya kalu lari satu jam tiap pagi. 45 menit untuk lari, lalu 15-20 menit berikutnya untuk menyapa hewan-hewan di kebun binatang tak jauh dari tempat Agnes lari. Penbaikan ini terjadi, selalu menjadi senjata Kak Cyntha untuk membuat plot twist, anak Agnes, Amanda wajahnya berbeda 180 derajat dengan ibunya. Dia sangat jelek, anaknya autis, dan Agnes menanggap itulah "kesempuranaan" sesungguhnya. Banyak orang yang pengen sempurna, dan Agnes jengah dengan itu.
13. "Dokter Arif": Arhg! Ketrigger aku kak dengan nama Arif ini, tak seperti namanya, di cerpen ini nama Arif justru bejat. Dia melakukan kekerasan seksual pada anak kecil yang menjadi teman main adik kandungnya saat main dokter-dokteran, dan Arif menjadi Dokternya. Arif melepas celana dalam anak perempuan itu, memberikan kain di selankangannya kemudian di tutupnya lagi, dan menganggap anak itu sembuh. Meski tak diapa-apakan, anak kecil tetaplah sadar jika dia telah dilecehkan. Pelecehan itu dilakukan ke anak yang secara taraf ekonomi lebih rendah dibandingkan juragan plastik. Saat ada TV baru, atau aku tak terlalu paham teknologinya apa, anak-anak dimiinta main ke rumah Arif, tapi si anak perempuan ini dilecehkan kedua kalinya dan lari. Namun, Tuhan memang adil, Arif di masa tuanya jadi gila, dan si anak perempuan yang telah menjadi dewasa itu menjadi jijik melihatnya. Meski tak dijelaskan dia seperti itu kenapa? Itu aja sih Kak, kadang bolong-bolong alur gini membuat pembaca berpikir lagi.
14. "Bekas Teman Baikku": Ini juga nyesekin Kak Cyntha! Aku bisa bayangin ginana rasanya jadi tokoh utama perempuan di cerpen ini. Anak yang dulu top di sekolah, berprestasi, sangat suka panggung, dan kelebihan terjadi padanya dari segi apa pun. Namun, semua itu ditampar oleh sahabat masa kecil yang dia sederhana, menerima hidup apa adanya, adiknya banyak sampai enam bersaudara, justru dia hidup di masa dewasa lebih sehat. Sahabat kecil ini bernama Juliana, dewasanya dia sudah sukses, dapat suami dan anak-anak baik; yang ini berkebalikan dengan tokoh utamanya yang tak menikah, percintaannya tak jelas bahkan pernah jadi simpanan. Setelah 30 tahun tak bertemu, mereka berjumpa lagi, dalam pertemuan itu Juliana sangat kaget melihat nasib sahabat kecil yang dikaguminya dulu. Tapi dia juga tak menanyakan lebih dalan terkait hidup yang dilalui sahabatnya itu, di akhir cerpen jadi sebuah tamparan keras, bagaimana Juliana justru memberikan bantuan uang pada sahabatnya itu. Teriris hatiku Kak Cyntha!
15. "Tante Tati dan Putrinya, Temanku": Damn, damn, damn! Kisah ini juga diceritakan dengan sangat apik oleh Kak Cyntha! Bahkan keluarga paling kokoh tanpa cela sekalipun gagal membuat masa depan anak jadi lebih baik, justru dia tumbuh dengan semua energi dan perspektif baik yang memakan dirinya sendiri! Perih ini jadi Paramita, anak Tante Tati. Si narator berteman baik dengan Paramita, dia tentu anak yang berhati malaikat seperti tanpa dosa, di pikirannya apa pun kebaikan. Namun, di sini juga kelemahannya, karena tak pernah merasakan kejahatan di dunia, dia menganggap semua pria baik, bahkan pacar-pacarnya yang berkelajuan anjing pun dianggapnya baik. Dari pemabuk hingga yang menghamili tanpa bertanggung jawab sampai akhirnya Paramita mati pun, Paramita masih berpikir baik. Ibunya merasa bersalah karena anaknya dibayangi akan menemukan suami sebaik ayahnya, yang itu ternyata tak bisa dia temui. Teman Paraminta inilah yang menulis kisah tentang Paramita dengan permintaan ibunda Paramita, Bu Tati. Teman Paramita tak bisa mengarang cerita, dia menceritakan kisah itu apa adanya. Salut Ka Cyntha dengan kemampuan membolak-balikkan hidup seperit ini.
16. "Setengah Perenpuan I": Kak Cyntha kembali lagi pada POV anak-anak, tentang anak laki-laki yang keperempuan-keperempuanan bernama Mesa. Dia ingin adik perempuan tapi ibunya tak bisa memberikan, sehingga dia main dengan tiga anak perempuan lainnya di sekolah dan membentuk gank bernama "The Lilies". Gank ini terdiri dari Mesa, Melati, Alma, dan Putri. Pemimpinnya adalah Mesa karena dia bisa menciptakan permainan yang kreatif, pintar, dan ahli gimnastik. Namun, orangtuanya keberatan dengan tumbuh kembang Mesa, karena ibunya menemukan surat dari Lily Heavenly (Melati), Lily Lavender (Putri), dan Lily Blossom (Alma), sementara Mesa sendiri Lily Melody. Akhirnya, Mesa pun dipindahkan sekolahnya agar dia berubah, ketiga kawan perempuannya sedih, termasuk guru mereka dari Selandia Baru bernama Bu Guru Jasmine, yang memperkenalkan mereka pada pekapeka dan menemani mereka membuat kebun binatang.
17. "Setengah Perempuan II": Aku membaca cerpen ini saat naik KRL menuju Depok untuk liburan, Kak. Seperti biasa, kisah-kisah Kak Cyntha mengiris. Berkisah tentang seorang menantu bernama Lidya yang memiliki mertua yang pendiam, tapi diam-diam penuh harap. Si mertua ingin cucu dari anak tunggal mereka Johan. Namun, Lidya seperti feminis lain, dia menikah bukan untuk tujuan prokreasi, tapi karena dia memang cinta sama Johan yang ditemuinya di toko bangunan. Lidya menganggap Johan seperti toko semen. Akhirnya, si mertua memancing Lidya lewat brosur untuk datang ke panti asuhan. Saat berkunjung kesana, terjadi chaos, anak-anaknya bertingkah laku di luar yang Lidya harapkan, hingga membuat Lidya kapok datang lagi. Dia juga menyimpulkan, dia tidak siap untuk diberikan karunia Tuhan berupa anak.
18. "Kau Tak Berhak Akan Dia": Ini juga seperti rangkaian dari kisah-kisah (maaf) orang autis yang dibenci lingkungannya. Dari POV anak berkebutuhan khusus ini, Kak Cyntha bercerita. Ayah kandung anak ini tak menginginkannya. Lalu si ibu menikah lagi dengan pelatih renang yang justru memperpanjang trauma si anak, menyiksana, dirudapaksa, hingga perceraian terjadi. Si ibu menikah lagi dengan Tuan Mari Makan, meskipun sepertinya baik, tapi tak kalah menjijikkan dengan banyak cincin dan giok di seluruh jarinya. Si anak terlambat dalam banyak hal terutama di bidang akademik. Dia juga tak punya cita-cita atau mimpi. Cita-cita diibaratkannya seperti sampah yang dia buang lewat jendela kereta saat perjalanan berlangsung, jleb ini sih.
19. "Dinda Bukan Puisi": Aku tak begitu paham dengan cerpen ini juga Kak Cyn. Singkat, si tokoh mengagumi Dinda yang sepertinya tak bisa didapatkan, lalu ceritanya menggantung. Dinda ini sesosok perempuan sempurna terutama secara fisik, tapi tak mudah, dia perempuan penuh misteri seperti puisi.
20. "Telpon Luar Negeri": Kisah-kisah dengan karakter manusia pengidap megalomania ini memang menarik juga dibahas. Aku sih amit-amit ya kak nikah sama orang berkarakter megalomania. Keputusan si ibu untuk tidak menikah dengan laki-laki megalomania yang katanya tinggal di Inggris, gaji 20 ribu poundsterling, dan punya istri penasihat ekonominya Tony Blair ini memang pengen kudamprat sekalian saking sebelnya. Pantas saja, POV si anak dalam kandungan bisa merasakan keresahan si ibu yang akhirnya meninggal saat anak masih kecil dan lahir prematur. Tentu ayah asli si anak lebih baik dari pria megalomania yang cuma peduli sama egonya sendiri, pelit, bahkan waktu tak mampu mengubah orang-orang seperti ini. Sebal aku, sebal.
21. "Rose": Aku membayangkan tokoh utama cerpen ini mirip seperti Rose Blackpink. Di cerpen ini, dia serupa OKB setelah menikah dengan konglomerat Mr. Cho, bahkan dia ditawari untuk beli rumah bentuk apa saja, serupa istana pun dibelikan. Dilema terjadi saat Rose berada di bursa properti, dia dianggap datang untuk memilihkan rumah bos, padahal dia merasa dirinyalah yang punya uang, dan penjaga itu cukup lancang menganggapnya demikian karena dia datang tak berdandan seperti orang mau kondangan. Akhirnya dibelilah rumah empat lantai, lebih dari satu hektar barangkali, yang diisinya dengan keluarga kecil, Mr. Cho dan anak perempuan yang sepertinya menderita ADHD bernama Amanda. Saat memilihkan sekolah internasional terbaik pun, Rose kebingungan, saking banyaknya iklan dan semua ingin jad yang terbaik. Namun, masalah Maureen, dia sangat aktif gerak dan nilainya hancur, meski PR yang dikerjakan di rumah dapat nilai baik (mungkin ada yang membantunya, curiga si guru pakai bahasa Inggris). Cerpen ini ironi lainnya, bagaimana anak yang diharapkan jadi lebih baik dari nasib ibunya justru menunjukkan tanda-tanda sebaliknya. Rose ini dulunya miskin, nama aslinya Rosminah. Keberuntungan mengubah nasibnya. Meskipun aneh juga Kak Cyn, darimana dia bisa berbahasa Inggris, dan keluarga Mr. Cho tidak ragu dengan latar belakang Rose? Padahal rata-rata orang kaya selektif banget dengan bibit, bebet, bobot. Keanehan lain, rumah yang dibeli begitu tak realistis.
22. "Kolokan": Kasus disabilitas diangkat ulang oleh Kak Cyntha. Ini tentang seorang ayah bernama Cahyo yang istrinya bernama Nindya divonis mandul, tapi malah si istri melahirkan anak laki-laki bernama Dirga. Cahyo adalah sopir taksi. Dia sangat senang mengettahui istrinya hamil, sering mengajaknya keliling kota pakai taksi, hingga istrinya melahirkan pun, dia sekuat mungkin hadir. Setelah lahir, sayangnya, Dirga mengalai kecelakaan saat main sepeda bersama temannya Iman. Kakinya dilindas truk yang membuat Dirga pincang hingga dewasa. Setelah dewasa, untungnya Dirga bukan anak yang membuat repot, dia bisa menghasilkan uang sendiri lewat internet dan hobi komik Jepangnya, bahkan ada perempuan yang menyukainya bernama Astrid. Penyesalan Cahyo di sini adalah, bagaimana dia begitu lama meninggalkan Dirga karena kerja, kesibukan dan tanggung jawab, mengaburkan cinta itu sendiri.
23. "Dua Perempuan di Satu Rumah": Siska yang telah enam tahun menikah dengan Norman, harus mengalami kesedihan tak terbayangkan karena Norman mati di jalan tol, tubuhnya hancur dan hanya menyisakan pakainnya saja. Selama masa berkabungnya itu, Siska mengelilingi rumah masa kecil Norman yang juga jadi rumahnya. Dia tak keluar kamar, bahkan saat lapar menuntutnya keluar. Namun, yang sedih tak cuma Siska, ada yang jauh lebih sedih dan kehilangan, dialah Bi Onah yang merawat Norman sejak kecil selama 36 tahun. Bi Onah tahu karakter Norman, rahasia-rahasia terdalamnya hingga kesukaan (makanan favorit) Norman. Bi Onah menceritakan semua hal itu pada Siska. Meski, hati Siska juga hancur, banyak pertanyaan memburunya, terlebih saat Bi Onah bilang pintu kamarnya jangan ditutup, karena Norman kecil tak bisa masuk (padahal udah meninggal). Yang lebih membuat perih, bisa-bisanya Bi Onah telah mencuci dan menyetrika pakaian terakhir Norman dari celana, atasan, hingga celana dalam yang Norman pakai? Yang bahkan Siska sendiri mual melihatnya. Yang menarik tentu pertanyaan-pertanyaan Siska, salah satunya, ada orang yang ternyata merasa jauh lebih kehilangan daripada dia. Dua perempuan itu ada di rumah yang sama.
👍 Yang kusuka:
1. Penceritaan subsconciousness, dia bisa menjahit tabu keseharian dengan baik.
2. Konflik rumah tangga dan kekeluargaan yang begitu karib tapi tak disadari. Orang tak perlu cerita revolusi bahkan ketika isu sederhana saja bisa diceritakan.
3. Tokohnya tidak karikatural atau sekedar tempelan. Tapi nyata dan autentik, terutama Ny. Liem.
4. Isu kelas menengah yang dijahit rapi.
5. Aku juga berpikir, sebelum penulis menulis ceritanya, dia sudah merancang terlebih dulu, efek seperti apa yang ingin dia tinggalkan di benak dan imajinasi pembaca.
👎Yang tidak kusuka:
1. Ceritanya semuanya gelap, dingin, dan kadang ini membuatku sebagai pembaca lelah.
2. Tapi ada juga tokoh yang karikatural: Niko dan Magda, Liong dan Liang. Ada tokoh yang bisa dikembangkan: Grata, Rosalin, Tuan, Nyonya, Amara, Flora, Ruby, Mahesa.
3. Sangat irit dialog.
💫✨⭐Kutipan dan kalimat menarik:
"Diam-diam aku memang menginginkan anak laki karena ingin melihat kemungkinan versi lain diriku yang lebih baik." (p.28)
"Tanganku lebih terampil daripada otak dan temperamenku." (p.31)
"Aku pernah cerita kepada Mamin bahwa orang-orang di sini suka sekali bicara walaupun isinya biasa-biasa saja." (p. 33)
"... yang penting berani dulu, isi bisa diasah belakangan." (ibid)
"Dugaanku, karena sering tersentil, ia lantas memberiku tanda plus." (p.36)
"Mamin tertambat pada lukisan-lukisan John Currin yang menurutnya sangat memahami bagaimana mental mempengaruhi fisik perempuan." (ibid)
"Tidakkah mereka seperti diriku juga, singgah kemudian betah? Asing kemudian biasa? Hilang kemudian menemukan diri yang baru?" (p. 38)
"Kereta melaju bagai mesin waktu." (p. 42)
"Jendela yang membolehkanku menikmati dunia luar.... "
"Matahari mulai berkemas pulang... Angin bungkam... Hujan memberikan kejutan sebelum pamit... Di taman, di bawah kubah pohon mangga."
"Anjing sebagai aksesoris lucu di halaman belakang. Dengungan kulkas dan AC yang konstan."
"Flora memeluk Flora." (p. 70)
"Kulitnya putih seperti arang itu gelap." (p. 82)
"Hanya kesan bersih dan profesional di ruangan itu." (p. 84)
"Monyet sedang tidak mengagumi kecantikan Dokter Agnes. Mereka hidup di dunianya sendiri." (Isma: aku tertarik dengan jenis penceritaan yang di luar manusia, yang non-antroposentris)
"Semuanya sama. Sangat memuja kecantikan, tidak ada yang memahami keindahan." (p. 88)
"Juliana hanya rendah diri." (p. 94)
"Aku tak ramah pada perubahan, begitupun perubahan padaku."
"Ia menonjol di sekolah karena dia nyaman menjadi biasa."
"Ia hanya berpikir praktis karena hidupnya selalu praktis."
"Tak mungkin orangtua Paramita kokoh itu bikin ulang."
"Anak yang teramat baik sampai setan-setan pun jatuh cinta kepadanya. Sudah melihat seringanya pun, anak ini masih berpikir setan itu lucu."
"Tergopoh Mama menggotong jemuran ke taman seperti seserahan kepada matahari."
Depok, 30 Mei 2025
Judul: Manifesto Flora | Penulis: Cyntha Hariadi | Penerbit: Gramedia Pustaka Utama | Cetakan: Kedua, Agustus, 2024 | Jumlah Halaman: x + 163








.jpeg)
.jpeg)



.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)


.jpeg)