The Holdovers (2023)
CGV Pacific Place SCBD |
Kalau dari plotnya, sebenarnya sangat tepat kalau film ini ditayangkan pas hari Natal, karena konflik trigger-nya adalah masalah Natal. Kala si tokoh utama Angus Tully (Dominic Sessa) terjebak di asrama sekolah karena ibunya tak mengizinkannya pulang di hari Natal karena ada masalah pribadi dengan suami barunya. Tully terjebak dengan si guru killer, Paul Hunham (Paul Giamatti) dan kepala dapur asrama, Mary Lamb (Da'Vine Joy Randolph).
Yang aku suka dari film ini adalah bagaimana sutradara dan plot memperlihatkan perkembangan karakternya secara perlahan, hingga di akhir film penonton bisa memaklumi kenapa Pak Hunham, Tully, dan Mary bertingkah nakal, memberontak, dan disiplin seperti itu. Ketiganya adalah orang-orang kesepian, yang mencoba bersama untuk terus hidup. Hunham yang mempunyai penyakit aneh bau badan, karena kimia dalam tubuhnya tak bisa dicerna; Tully yang orangtuanya mengalami perceraian dan ayah kandungnya yang dirawat di RSJ; Mary yang ditinggal mati anak laki-laki satu-satunya, membuat pentonton ikut merasakan penderitaan mereka.
Sutradara Alexander Payne memang brilian menciptakan tokoh-tokoh anehnya yang tak biasa. Hunham, guru klasik di Barton Academy beserta murid cerdasnya Tully, tersesat dan menikmati waktu di pusat kota untuk merayakan nakal yang janggal. Masa lalu keduanya terkulik, termasuk bagaimana Hunham pernah dikeluarkan dari Harvard karena menonjok orang yang telah mencopas karya akademiknya.
Agak Laen (2024)
Tiket Agak Laen di CGV Grand Batam |
Film yang menghibur. Banyak scene yang akan membuatmu tertawa, kalau kamu banyak masalah, menonton film ini bisa sedikit mengalihkan bebanmu, wkwk. Kupikir waktu tayang film ini cukup lama, dan aku punya kesempatan nonton di CGV Batam hari Senin malam setelah makan pecel lele di sekitaran sana, depan Kopitiam.
Karakter film ini utamanya berfokus pada tokoh: Bene Dion (Bene), Oki Rengga (Oki), Indra Jegel (Jegel), dan Boris Bokir (Boris). Mereka mengelola rumah hantu dari yang tidak ada seram-seramnya, menjadi rumah hantu yang viral karena keseramannya. Keseraman ini berawal ketika salah seorang pengunjung yang menderita sakit jantung meninggal di sana. Dia bersembunyi di rumah hantu karena disuruh sembunyi di sana sama selingkuhannya.
Si bapak hidung belang yang meninggal itu pun dikubur di rumah hantu tersebut. Ketika kuburan dikencingi, rumah hantu mendadak ramai, dan penghasilan wahana rumah hantu itu pun meningkat secara pesat. Si Oki jadi bisa membayar anggunan pinjaman sertifikat tanah yang digadaikan, si Bene bisa usaha biaya nikah sama Naomi, si Boris bisa kasi DP ke orang yang janjiin dia masuk tentara, dan si Jegel yang pikirannya agak lain bisa nutup kesulitan ekonominya.
Di sisi lain, menurutku film ini menangkap bagaimana nasib pekerja sektor informal di kawasan wahana-wahana permainan, termasuk di rumah hantu. Kukira banyak sekali nasib orang-orang seperti empat sekawan di film ini yang nasibnya sangat-sangat tidak menentu, dan bagaimana mereka harus berjuang membiayai berbagai kekompleksan hidup: ibu yang sakit, biaya pernikahan, memperoleh pekerjaan yang lebih mapan, dan lain sebagainya.
Kalau kamu penyuka pasar malam, bakal kerasa banget ini penderitaannya, hehe. Namun, in the end, meski dipenjara, akhirnya tetap indah, karena memang kehidupan tokoh-tokohnya terlepas dari tuduhan ini-itu, berkah. Apalagi pas ke Batam, aku sempat main ke Costarina yang banyak banget wahana permainan di dekat pantai, tapi mangkrak. Menarik untuk digali lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar