Kamis, 24 Februari 2022

24 Februari 2024

Kemarin saya ngelakuin kesalahan fatal di kantor dan risikonya datang hari ini. Saya salah nulis tahun Indonesia Emas, yang harusnya 2045 entah gimana ceritanya saya saltik di luar kesadaran jadi 2024. Gara-gara itu Kapus dan Kabid ditegur Menteri, terus Kapus dan Kabid bikin klarifikasi ke grup wartawan. Saya mengaku salah. Saya minta maaf. 

Entah kenapa akhir-akhir ini atau saya kadang memang cukup sering lupa dengan detail-detail seperti ini. Iya, saya lupa cukup sering. Dan saya cukup senang dapat hiburan dari kolega sebelah yang menyetel lagu Sesuatu di Jogja-nya Adhitia Sofyan dan Sementara dari Float. Setidaknya saya seperti diajak pulang walau hanya lewat lagu.

Senin, 21 Februari 2022

Membangun Ulang Cita-Cita

Semalam gw tidur malam terlalu malam, pagi terlalu pagi (iya-iya lagunya Payung Teduh). Di sela-sela itu gw mengatur ulang pikiran gw biar benar, sehingga langkahnya juga benar. 

Malam itu gw dan Bu Magda sama-sama melakukan editing buku penyintas 65 Bu Moehajati. Lalu di proses itu Bu Magdalena Sitorus menghubungi Bu Uchi Dialita, kemudian Mbak Truly di Prancis. Dari Bu Uchi gw mendengar cerita-cerita yang "anjaaay, kok bisa ada ya cerita kesadisan manusia macam ini!!!" Yap, terkait Luweng Grubug yang jadi tempat pembantaian PKI dan Luweng Jomblang tempat pembuangan korban Petrus, keduanya ada di Gunungkidul, Jogja. Ke Jogja lagi, gw mesthi ziarah kesana.

Usai itu cerita sama Mbak Lita, Mbak Ayu, dan Mbak Sri, bestie-bestie kos terkait film "27 Steps of May" yang bercerita tentang korban pelecehan seksual dan pemerkosaan. Dari cerita Mbak Lita, si korban sampai gak keluar rumah sampai 7/8 tahun melakukan rutinitas yang sama. Hingga suatu hari bolongan kecil dan pesulap membantu melerai traumanya. Film ini slow motion, banyak diamnya, dan dari diam itu penonton diajari untuk merasakan sedih, sepi, dan tersiksanya korban. Film ini banyak dapat penghargaan.

Trus cerita lagu-lagu Amigdala yang "Kukira Kau Rumah" atau "Tuhan Sebut Sia-Sia". Si vokalisnya Aya Canina mengalami kekerasan seksual juga sama mantan pacarnya yang juga anggota band Amigdala. Gw rasanya mau meledak-ledak sama cowok-cowok kagak punya otak kayak gini. Bisa-bisanya itu dilakukan orang terdekat yang kerja, berkarya, dan berproses bareng. Babi sih itu. Gw bangga si Aya setidaknya punya power akan ilmu, puisi, dan karya-karya diciptakannya. Great job, Ya! Dari lu dan teman gw sastrawan Jogja yang sekarang jadi dosen di UNY itu (yang ngikuti elu), gw jadi terlecut untuk lebih berkarya dengan baik lagi. Gak peduli gimana pun kondisinya.

Usai cerita-cerita ditemani kerupuk upil dari kampung Jombang Mbak Ayu, kami pun ke kamar kos masing-masing. Gw pun terpantik buat ngatur hidup gw ulang, yoii man, karena gw gabisa hidup atas dasar rutinitas aja. Gw perlu gairah pengetahuan yang besar biar jiwa gw terus hidup. Akhirnya gw bikin step-step mimpi kecil-kecilan. Mikir apa yang gw lakukan setelah ini dan ini?

Gw buka ulang akun Academia gw yang banyak diisi sawang, ternyata selama di Jakarta gw gak pernah ngurus ini akun. Trus gw buka notifikasi yang buat gw penasaran, yang buat gw penasaran tentu sesuatu yang gw suka. Gw nemu akun-akun sobat edgy gw yang bikin ngiri,  iya, misal itu si kolega gw Dipa yang dapat beasiswa Anthro ke Belanda. Yang tulisan panjangnya terbit di ISEAS sama Inside Indonesia. Sedang gw masih di sini-sini aja, wkwk.

Gw download tulisan Mas Geger Riyanto yang judulnya menarik "Lima Belas Tahun Pencarian Pengakuan". Tulisan ini selain jadi refleksi juga ngingetin gw untuk semakin menjadi lempung yang terus menempa diri jadi bentuk terbaik yang gw ingini. Tulisan sebenarnya obituarinya Mas Geger tentang Radhar Panca Dahana, meski jujur agak aneh kalau Mas Geger nulis soal perasaan gitu (karena masih serasa kaku), tulisan itu rasanya nyentuh.

Mimpi gw setidaknya sampai umur 80th
Gw juga tiba-tiba kirim message ke Prof. Keith Hart, yang sebagian besar mendedikasikan dirinya melajari ekonomi informal di dunia. Gak disangka dia balas e-mail gw paginya. Balesnya cepet. Sumpah gw terharu banget:

Isma,

I will be 80 next year. I am active as a writer, but no longer teach. I have over 220 pieces on Academia, many of them concerning the informal economy. If you any questions or points after reading some of this, I will be happy to engage with you. If you want to send me something to read, you should contact me .....

Gokils sih semangat belajar ini orang, bagi gw dia adalah guru. Dan gw pengen jadi scholar yang tekun belajar, riset, neliti, baca, dan nulis kek dia sampai umur gw 80 tahun. Prof. Keith, thank you!!! Gw akan coba niru map hidup elu Prof!!! Makasi udah ngasi gw peta dan cita-cita hidup yang menyenangkan, yang kiranya akan terus gw syukuri seumur hidup.

Gw hari ini juga buka IG-nya Mbak Dewi Candraningrum yang dari namanya aja macam kembaran gw yang lain, haha. Gw follow dia dan demi apa blio folback gw, hiks. Gw ngefans sama Mbak Dewi sejak dulu, menurut gw dia perempuan dan ibu yang keren. Gw pengen jadi perempuan yang cerdas, pintar, dan nyeni juga kek dia.

Dan hari ini gw baca tulisan yang to the bone banget soal cita-cita yang harus dilepaskan dari Mas Geger di web Deutsche Welle. Tulisan ini seolah bilang ke gw: "It's okay lu berpisah sama cita-cita lu Is, it's okay. Yang penting lu senang dengan apa yang lu lakuin sekarang, yang penting jiwa lu hidup, you love what you do and you do what you love!" Dan itu cita-cita hidup gw sekarang.

Ps: Kalau gw nanti lupa sama cita-cita gw, gw akan ke tulisan ini lagi. Tulisan yang akan jadi penanda kalau gw pernah punya mimpi, hidup, dan cita-cita. Terinspirasi dari sosok-sosok yang gw suka.

Kementerian Dalam Negeri

Lantai V Pusat Penerangan

Jakarta

Jumat, 18 Februari 2022

Aku Pengen Hidup Cuma untuk Sekolah dan Gak Mikirin Uang

Petojo Enclek XI hari ini diguyur hujan

Temanku merekomendasikan mendengar:

"Jakarta Pagi Ini" dari Slank

Saat aku rindu Jogja dan orang-orangnya

Dan kenangan-kenangannya

Jika ada kehidupan yang kuinginkan lagi

Aku ingin hidup isinya sekolah dan sekolah saja

Gak mikir pekerjaan

Gak mikir ngitung uang

Gak mikir biaya ini dan itu

Yang mulai kupikirkan selesai sekolah

Yang bisa hidup tanpa uang

Yang bisa hidup karena bekerja dan bukan karena uang

Tapi gak bisa ya

Ujung sekolah di mana pun tetap cari uang

Udah kenyang di titik nadir gak punya uang

Paling malu minjam uang

Sering uring-uringan kehabisan uang

18 Februari 2022

 Menata dan menentukan niat dan pikiran yang benar lebih penting sebelum ngelakuin apa pun.

Senin, 14 Februari 2022

14 Februari 2022

Ya Allah, tak apa sebanyak apa pun beban dan cobaan yang Kau berikan, asal aku dikuatkan untuk menyelesaikannya secara baik dan bertanggung jawab. Lebih baik banyak beban tapi aku mampu, daripada sedikit beban aku tak mampu. Yang kucari adalah aku ingin menghindari rasa sakit (literal sakit), aku tak begitu peduli bagaimanapun semesta pada akhirnya membalas. Itu saja Ya Allah.

Sabtu, 12 Februari 2022

12 Februari 2022

 I.

Pepatah bab kesetiakawanan:

Memperindah kain brokat dengan bunga, banyak terjadi di mana-mana

Menghantarkan arang di musim dingin, jarang terjadi di dunia ini

(Berarti memberi bantuan pada orang mampu, yang sebenarnya tidak butuh bantuan tersebut

Berarti memberi bantuan pada saat orang sungguh-sungguh membutuhkan bantuan)

II.

Bila ada seseorang yang mengangkat ayahnya dengan bahu kirinya dan ibunya dengan kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu, dan orang-orang tersebut mengelilingi Puncak Sumeru seratus ribu kalpa lamanya sehingga darah yang keluar dari kakinya membasahi pergelangan kakinya, orang tersebut belum cukup membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya.

 

Sumber: 

I. Kesadaran Hidup untuk Merubah Nasib

II. Sutra Bakti Seorang Anak

Sedikit Baju, Banyak Mandi

Nyanyian umur panjang dari Hua Tuo, tabib legendaris dari Tiongkok kuno:

1. Sedikit daging, banyak sayuran

2. Sedikit gula, banyak buah-buahan

3. Sedikit garam, banyak sayuran

4. Sedikit makan, banyak cuka (acar)

5. Sedikit bicara, banyak berbuat

6. Sedikit risau, banyak istirahat

7. Sedikit marah, banyak tertawa

8. Sedikit baju, banyak mandi

9. Sedikit nafsu/serakah, banyak sedekah

10. Sedikit naik kendaraan, banyak berjalan kaki

Sabtu, 05 Februari 2022

5 Februari 2022

 "Sak bejo-bejone wong kang lali, isih bejoo wong kang eling lan waspodo."

Jumat, 04 Februari 2022

Alam Mengajarimu untuk Hidup Sunyi

"Buah dari kesunyian adalah peribadatan. Buah dari peribadatan adalah keyakinan. Buah dari keyakinan adalah kecintaan. Buah dari kecintaan pelayanan. Buah dari pelayanan adalah perdamaian." Bunda Teresa

Rabu, 02 Februari 2022

2 Februari 2022

Gw baru sadar, Pak Mamat bapak kos gw mukanya mirip banget sama Pongki Barata, wkwk  

@pongki_barata

Arsip status:

Jujur gw penasaran sama proses kreatifnya Pongki Barata, yang menciptakan 80% dari lagu2 hits G-Coustic (yang akhirnya jadi Jikustik). Yah, khas2 seniiman Jogja pada masanya. Kalau gw perhatiin karya2 Pongki, misal di lagu "Puisi" gitu ya, sebenarnya gak puitis-puitis banget secara lirik; yang buat lagu itu puitis tuh nadanya dan vibenya. Sendunya Pongki tuh beda. Sama kek lagu Setia; Seribu Tahun; Maaf; Putri; Untuk Dikenang. Semenjak Pongki keluar dan digantikan Brian pada 2011, seingat gw sempat sekali lihat konsernya di Harlah Pertamina Cepu dulu, dan ttp lagu Ponky yg sering dinyanyikan. 

Kalau komennya netizen Youtube: Anak 90-an ya? | Ho'oh. 

Diary 02022022: Motif Mempengaruhi Tindakan

Beberapa hari ini aku kepikiran masa-masa dan waktu-waktu gelapku ketika masih kecil dan remaja. Ketika masih SD, SMP, dan SMA. Ada moment-moment tertentu yang tak akan pernah kulupakan seumur hidup.

Saat SD, aku pernah membuat salah tak sengaja menjatuhkan tutup termos es. Lalu termos es itu jatuh ke sambel dan membuat banyak jajan jadi kecipratan sambel. Lalu penjual jajan yang sekaligus memonopoli penjualan di SD-ku itu memarahiku di depan para anak-anak lainnya. Suara marahnya keras, membentak, dan membuatku sangat down

Usai kejadian itu, dari kelas III sampai kelas VI (lulus SD) aku tak pernah membeli jajan di tempat orang itu lagi. Sampai Ibuku bertanya kenapa aku tak membeli jajan di tempat Mbak itu, aku tak pernah ingin memberi tahu apa alasannya. Setelah kupikir-pikir begitu kuatnya aku, jika itu diumpamakan komitmen, meski sampai kelas berapa pun, aku tak ingin membeli di tempat itu lagi sekali pun itu tempat jajan satu-satunya di sekolah. Ya, segitunya aku saat kecil, segitunya. Motif itu barangkali rasa sakit dan malu, tindakanku adalah tidak membeli jajan.

Apa aku marah juga? Barangkali. Saat itu aku merasa tersakiti. Dan tidak membeli jajan di tempatnya adalah caraku bersikap defensif akan begitu rapuhnya aku. Begitu takutnya aku ketemu Mbak penjual itu kala SD.

Saat SMP, jika ada tugas yang membentuk kelompok aku selalu sedih. SMP aku merasa tak punya teman satu pun yang ikhlas berteman denganku. Kala itu ada pelajaran yang mengharuskan kerja kelompok. Aku tak mendapat grup untuk kerja kelompok itu. Cuma aku sendirian, sendirian, dan selalu sendirian. Lalu guruku menasehati seluruh isi kelas gara-gara aku sendirian, guruku saat itu bilang, "jangan membeda-bedakan teman." Waktu itu aku menahan tangis sebisanya, berat, sangat berat menahan tangis saat itu.

Hingga jam istirahat berbunyi dan guru itu pergi, aku lari ke depan kelas. Di depan kelas tangisku pecah. Aku menangis di sana sendirian sesengguhkan, banyak anak-anak kelas lain lewat tapi tak kuhiraukan. Jika tangisku saat itu serupa air terjun, saat itu tengah meluap-luapnya. Tangisku sepanjang istirahat, hingga saat itu ada teman yang mendekatiku. Dia memberiku uang sebesar Rp5.000 (saat itu uang sakuku Rp1.000). Temanku ini anak orang mampu, pintar, dan terkenal. Namun aku membenci uang itu dan tak suka dengan perlakuan temanku itu. Aku menganggap uang itu malah seeperti hinaan. Setelah dia menaruh uang itu padaku, dia pun pergi. 

Suatu hari juga di jalan saat SMP, saat aku pulang sekolah, tetangga jauh mem-bully-ku, aku dengar dia mengatakan, "Cah raine koyok taek.(Anak yang wajahnya mirip tai.)" Hingga hari ini kata-kata itu masih kuingat. Kata-kata itu membuatku jadi sering merasa tak percaya diri dengan wajahku. Kata-kata itu membuat makna diriku jatuh. Kata-kata itu membuat ku sungguh sangat sedih. Bahkan ketika tetanggaku yang dianggap rupawan itu meminta maaf, aku tak akan melupakan kata-katanya.

Saat SMA, aku tak pernah punya teman duduk yang tetap. Dulu pernah ada satu teman yang mau temanan denganku, tapi setelahnya menjauh saat dia tahu karakter asliku yang menurutnya tidak dia banget. Dia juga mengkritikku karena badanku bau, kalau makan bersuara, dan hal-hal yang ketika ini kamu alami kala SMA, kamu akan sedih. SMA kemana-mana aku sendiri. Ke perpus sendiri, ke kantin sendiri, ke musholla sendiri, kemana pun sendiri. Teman-temanku juga jarang mengajakku ngobrol. Aku menarik sendiri. Dan kebiasaan sendiriku terbawa kemana-mana, di mana pun aku pergi. Di Jogja, di Semarang, di Jakarta, tak ada bedanya. 

Kenapa aku sendiri? Karena sendiri tak membahayakanku. Karena sendiri tak ada yang melukai dan menyakitiku. Karena sendiri aku tak harus berpura-pura bisa bicara dan basa-basi. Aku tak takut sendirian, aku tak takut. Bahkan jika nanti aku selalu sendiri aku tak masalah. Aku sudah terbiasa. Pun ketika aku dijauhi, dihina, dirasani, digibah, dikatakan ini dan itu, aku tak masalah. Dari pengalaman sendiri itu, aku punya standar dan prinsipku sendiri. Suatu bentuk kemewahan paling purna yang kumiliki, tanpa intervensi dan tendensi.

Seberhasil apa pun aku nanti, aku tetaplah anak kecil yang ketika SD tak pernah jajan karena takut dimarahi penjual yang monopolistik; aku tetap anak remaja SMP yang terisak-isak di depan kelas karena tak punya teman kelompok; aku tetap anak SMA yang bau dan dijauhi; aku tetaplah orang yang dianggap aneh, anti-sosial, pendiam, dan suka menjauhi manusia lain.

Seseorang mungkin bisa bersimpati, memahami, atau bahkan mengkasihani tapi dia tak akan merasakan apa yang kurasakan; dan bagaimana itu membentukku sekarang. Haha, gelap banget diary ini. Enjoy aja lah.