Haha, tak terasa hari telah menunjukkan tanggal 31 Desember 2014. Lalu besok yang di belakang itu ganti 2015. Salah satu targetku, di tahun 2014 ini setidaknya tulisanku di blog lebih banyak daripada tahun 2013 lalu. Ya, meski narik nafas ngulur napas nge-realisasikanya. Meski hasilnya seperti ini setidaknya di tahun ini aku ada kemajuan dalam menulis. Entah itu di bagian mananya, aku merasakan itu.
Kadang aku pernah berpikir begini: menulis kalau tidak ada yang membaca, apa yang bisa dibanggakan? Aku senang karena beberapa kali ada orang-orang yang mengapresiasi beberapa tulisanku. Aku ingin berterima kasih untuk siapa saja yang sudi membacanya. Juga best regard untuk yang sudah mau mengkritik. Ali Bin Abi Thalib pernah bilang kira-kira gini: orang pandai jika dikritik dia akan senang dan mencintaimu, sedang orang bodoh jika kamu kritik dia akan membencimu. Thanks ya.
Kadang, urat malu itu harus diputus untuk bisa berani. Mungkin keberanian dalam tulisan bisa terwujud dalam 'berani mempublikasikan sejelek apa pun itu'.
Percayalah: tak ada hal yang lebih indah selain berpikir.
Isma Swastiningrum
Rabu, 31 Desember 2014
Sepuluh Kutipan #11
1. I
believe in one thing only, the power of human will (Saya hanya percaya pada satu hal: kekuatan keyakinan manusia)--Stalin
2. Anda tidak bisa mengajari sesuatu
kepada seseorang. Anda hanya dapat membantu orang itu menemukan sesuatu dalam
dirinya. -Galileo Galilei
3. Kata-Kata
membangun jembatan ke tempat yang belum pernah ditelusuri.(World Build Bridges Into Unexplored Regions)-Adolf Hitler
5. “Buku
yang bagus akan memberimu banyak pengalaman, dan sedikit saja kelelahan di saat
akhir. Kau menjalani beberapa kehidupan saat membaca.” William Styron
6. Cinta tak
lain dari sumber kekuatan tanpa bendungan bisa mengubah, menghancurkan atau
meniadakan. -Pramoedya Ananta Toer
7. Dicintai
dengan tulus oleh seseorang memberimu kekuatan, mencintai seseorang dengan
tulus memberimu keberanian -Lao Tzu
8. "Bukannya kau tidak bisa. Kau hanya
memainkan ini dengan acak tanpa memikirkan untuk menyelesaikannya. - Hye Sung
10. “Tidak
ada yang benar-benar bisa menggerakkan hati seseorang, selain dengan ketulusan
hati”. – Jang OK Jung
Kamu dan Jungkat-jungkit
Ini absurd. Mimpiku semalam, tiba-tiba saja aku dan kamu masuk koran. Aku melihat fotomu dan fotoku sedang berpose natural di sebuah pantai. Aku yakin fotografernya mengambil foto ini diam-diam. Kita duduk berdua berdekatan sambil duduk memainkan pasir. Dalam foto itu: raut wajahku tertawa, kamu tersenyum menunduk. Kita siapa?
Semua jadi semakin aneh. Aku tak mau terjebak dalam asmara absurd ini. Sore itu saat aku berjalan di gelapnya bantaran sungai, aku merenung. Aku sudah sedikit mantap untuk berhenti mengasamaraimu lagi. Kita berbeda, aku merasakan ke-njomplang-an, seperti halnya bermain jungkat-jungkit. Kamu di atas, aku di bawah. Di hati kecilku aku merasa tidak layak saja--kamu tahu lagi kan sifat jelekku ini, aku gampang sekali merasa inferior.
Ah, atau aku saja yang telalu paranoid? Penyair yang kehilangan arah itu kemarin bilang: kita dibuat "seolah-olah dijajah", padahal kita "merdeka"? Atau dengan kata lain, kita dijajah oleh rasa kita sendiri? Diri kita sendiri? Dalam konteks perasaanku ini, aku terlanjur percaya dengan kredo penyanyi tinggi gondrong teduh itu jika di dunia ini tak ada tempat yang sungguh-sungguh merdeka.
Mungkin kamu akan mengerti saat kamu mendengarkan lagu Dalam Doaku (puisinya Sapardi).
Sudahlah, selamat bersijingkat dengan hidupmu ya. Dan disini biarkan aku untuk tak berputus merenda aksara-aksara muskil yang dengan peluh dan rindu kusambangi. Aku tak akan mengganggumu dengan semua anomaliku.
Semua jadi semakin aneh. Aku tak mau terjebak dalam asmara absurd ini. Sore itu saat aku berjalan di gelapnya bantaran sungai, aku merenung. Aku sudah sedikit mantap untuk berhenti mengasamaraimu lagi. Kita berbeda, aku merasakan ke-njomplang-an, seperti halnya bermain jungkat-jungkit. Kamu di atas, aku di bawah. Di hati kecilku aku merasa tidak layak saja--kamu tahu lagi kan sifat jelekku ini, aku gampang sekali merasa inferior.
Ah, atau aku saja yang telalu paranoid? Penyair yang kehilangan arah itu kemarin bilang: kita dibuat "seolah-olah dijajah", padahal kita "merdeka"? Atau dengan kata lain, kita dijajah oleh rasa kita sendiri? Diri kita sendiri? Dalam konteks perasaanku ini, aku terlanjur percaya dengan kredo penyanyi tinggi gondrong teduh itu jika di dunia ini tak ada tempat yang sungguh-sungguh merdeka.
Mungkin kamu akan mengerti saat kamu mendengarkan lagu Dalam Doaku (puisinya Sapardi).
Sudahlah, selamat bersijingkat dengan hidupmu ya. Dan disini biarkan aku untuk tak berputus merenda aksara-aksara muskil yang dengan peluh dan rindu kusambangi. Aku tak akan mengganggumu dengan semua anomaliku.
Jumat, 26 Desember 2014
Untuk Dosen Filsafatku
:untuk pak dosen yang berwajah Tiong Hoa dan memilki tawa yang khas
Hari ibu kemarin adalah hari terakhir kelas filsafat di ruang 306 Saintek. Mungkin ini sedikit tulisan untuk bapak. Kesan-kesan saya. Sebelumnya, maaf ya Pak, mungkin saya adalah mahasiswa paling bandel dan berisik di kelas bapak.
Seingatku, di 14 pertemuan, hanya sekali aku absen ngomong dan sekali aku bolos kuliah. Mahasiswa yang tiap pelajaran bapak selalu gatel buat membebek, meski kebanyakan sok tahu dan nglantur kemana-mana. Aku sok ngomong tentang Nietzche-lah, positivisme-negativisme lah, Popper-lah, Foucault-lah, dll. Padahal setelah aku tahu lebih lanjut, kebanyakan yang aku katakan itu salah.
Kesedihaku satu, meski aku salah bapak jarang menanggapi argumentasiku seusai diskusi. Bapak hanya berargumen tentang papper dan bagaimana diskusi berjalan saja. Lalu menambahkan hal-hal yang belum terbahas dalam diskusi. Aku tak tahu apa alasannya.
Di tulisan ini, aku hanya ingin bercerita tentang kelas pertemuan terakhir saja. Waktu itu bapak membahas tentang materi integrasi dan interkoneksi dari sudut pandang yang 'tidak membosankan'.
Aku akan fokus saja ke perdebatan kita Pak. Saat aku bertanya pada Bapak begini
Is: "Apakah ada sistem filsafat Islam yang murni bersumber pada Islam itu sendiri?". (Aku tak mengerti bagaimana bapak mengartikan pertanyaanku ini. Entah pertanyaanku yang salah atau pertanyaanku membingungkan?)
Pak Mukalam: "ada dua paradigma, paradigma sekuler-radikal (menganggap sains yang meng-cover semuanya) dan paradigma relegius-radikal (menganggap agama itu sudah meng-cover semuanya)."
Is: "pertanyaan saya bukan soal itu, Pak. Tapi apakah Islam itu punya ajaran yang murni tentang filsafat?"
Pak Mukalam: "Tidak semua yang ada di Islam difilsafatkan, tidak semua yang di filsafat di-Islamkan. Filsafat kelahirannya tidak berasal dari Islam, dari Yunani."
Is: "Berarti, filsafat yang murni dari Islam itu tidak ada?"
Pak Mukalam: "Yang Anda katakan murni itu seperti apa? Filsafat Islam berkembang dengan membuka diri dengan dunia luar. Sebuah peradaban akan percaya diri kalau punya kemampuan. Saat ia bertanding dengan dunia peradaban lain, dia tidak merasa inferior. Kalau tidak membuka diri, sulit berkembang. Orang ber-agama pun, tidak ada orang yang beragama dalam kemurniannya."
Is: "Yang saya maksud tidak seperti itu, Pak."
Pak Mukalam: "Bagaimana-bagaimana?"
Is: "Gini, Plato kan punya filsafatnya sendiri, Sartre juga, terus yang dari Islam itu apa?"
Pak Mukalam: "Dari teori pencarian. ......Tuhan.... Akal universal...... Jiwa universal.... Dunia 1, dunia 2-10,...... alam semesta....."
Is: "?" (aku mantuk-mantuk)
Pak Mukalam: "Maaf jika kurang jelas. Mungkin Anda bisa membaca lebih lanjut tentang buku-buku filsafat Islam." (dalam hati: Ah, orang Yunani pun nggak paham maksudmu Is. Lalu muncul pertanyaanku lagi: bagimana dengan filsafat Indonesia?)
Karena jam udah usai, bapak menutup kelas dan memberi kisi-kisi bab UAS dan semua berakhir seperti biasa.
Namun, ada yang menarik tentang hal-hal yang kita bahas sebelumnya. Dari kelas bapak saya sering menemukan ide cerita untuk dijadikan cerpen bahkan novel. Trus tentang mimpi menjadikan UIN Sunan Kalijaga sebagai pusat fisika Indonesia bahkan dunia. Bapak memberi semacam peta sebagai rencana jangka panjang.
Jogja, 26 Desember 2014
Hari ibu kemarin adalah hari terakhir kelas filsafat di ruang 306 Saintek. Mungkin ini sedikit tulisan untuk bapak. Kesan-kesan saya. Sebelumnya, maaf ya Pak, mungkin saya adalah mahasiswa paling bandel dan berisik di kelas bapak.
Seingatku, di 14 pertemuan, hanya sekali aku absen ngomong dan sekali aku bolos kuliah. Mahasiswa yang tiap pelajaran bapak selalu gatel buat membebek, meski kebanyakan sok tahu dan nglantur kemana-mana. Aku sok ngomong tentang Nietzche-lah, positivisme-negativisme lah, Popper-lah, Foucault-lah, dll. Padahal setelah aku tahu lebih lanjut, kebanyakan yang aku katakan itu salah.
Kesedihaku satu, meski aku salah bapak jarang menanggapi argumentasiku seusai diskusi. Bapak hanya berargumen tentang papper dan bagaimana diskusi berjalan saja. Lalu menambahkan hal-hal yang belum terbahas dalam diskusi. Aku tak tahu apa alasannya.
Di tulisan ini, aku hanya ingin bercerita tentang kelas pertemuan terakhir saja. Waktu itu bapak membahas tentang materi integrasi dan interkoneksi dari sudut pandang yang 'tidak membosankan'.
Integrasi-interkoneksi UIN Sunan Kalijaga |
Is: "Apakah ada sistem filsafat Islam yang murni bersumber pada Islam itu sendiri?". (Aku tak mengerti bagaimana bapak mengartikan pertanyaanku ini. Entah pertanyaanku yang salah atau pertanyaanku membingungkan?)
Pak Mukalam: "ada dua paradigma, paradigma sekuler-radikal (menganggap sains yang meng-cover semuanya) dan paradigma relegius-radikal (menganggap agama itu sudah meng-cover semuanya)."
Is: "pertanyaan saya bukan soal itu, Pak. Tapi apakah Islam itu punya ajaran yang murni tentang filsafat?"
Pak Mukalam: "Tidak semua yang ada di Islam difilsafatkan, tidak semua yang di filsafat di-Islamkan. Filsafat kelahirannya tidak berasal dari Islam, dari Yunani."
Is: "Berarti, filsafat yang murni dari Islam itu tidak ada?"
Pak Mukalam: "Yang Anda katakan murni itu seperti apa? Filsafat Islam berkembang dengan membuka diri dengan dunia luar. Sebuah peradaban akan percaya diri kalau punya kemampuan. Saat ia bertanding dengan dunia peradaban lain, dia tidak merasa inferior. Kalau tidak membuka diri, sulit berkembang. Orang ber-agama pun, tidak ada orang yang beragama dalam kemurniannya."
Is: "Yang saya maksud tidak seperti itu, Pak."
Pak Mukalam: "Bagaimana-bagaimana?"
Is: "Gini, Plato kan punya filsafatnya sendiri, Sartre juga, terus yang dari Islam itu apa?"
Pak Mukalam: "Dari teori pencarian. ......Tuhan.... Akal universal...... Jiwa universal.... Dunia 1, dunia 2-10,...... alam semesta....."
Is: "?" (aku mantuk-mantuk)
Pak Mukalam: "Maaf jika kurang jelas. Mungkin Anda bisa membaca lebih lanjut tentang buku-buku filsafat Islam." (dalam hati: Ah, orang Yunani pun nggak paham maksudmu Is. Lalu muncul pertanyaanku lagi: bagimana dengan filsafat Indonesia?)
Karena jam udah usai, bapak menutup kelas dan memberi kisi-kisi bab UAS dan semua berakhir seperti biasa.
Namun, ada yang menarik tentang hal-hal yang kita bahas sebelumnya. Dari kelas bapak saya sering menemukan ide cerita untuk dijadikan cerpen bahkan novel. Trus tentang mimpi menjadikan UIN Sunan Kalijaga sebagai pusat fisika Indonesia bahkan dunia. Bapak memberi semacam peta sebagai rencana jangka panjang.
Untuk mereka yang wajar dan mereka yang punya impian:Aku sangat tertarik dengan tawaran misi bapak itu. Ini pekerjaan pribadi sekaligus kolektif. Agar rakyat bisa bangga dengan karyanya sendiri. Agar kalau mau belajar sains itu tak cuma di Eropa! Pusat teknologi nggak cuma disana. Di Indonesia pun ada! Semoga itu terwujud, aamiin.
-S1 lulus fisika umur 22th,
-S2 lulus fisika umur 24th,
-S3 lulus fisika umur 27th,
-umur 30th jadi profesor fisika.
-Umur 30-40th buat sebuah fondasi fisika di saintek UIN Suka yang mengajak siapa pun untuk belajar fisika bareng.
-Umur 40-50th, menjadikan fondasi itu sebagai pusat studi internasional fisika dunia (wow).
Jogja, 26 Desember 2014
Kamis, 25 Desember 2014
Sandiman Artifisial
Satu kekhilafan orang sudah cukup untuk menjatuhkan martabat bangsa--Roebianto Kertopati
Hatiku sedang tak enak, sedih habis ngantar bapak, ibuk, dan adik-adik pulang lagi ke rumah usai main dari Jogja. Nitikkin air mata, nggak tahu kenapa.
Lalu habis nganterin aku rencananya mau ke Gramed Sudirman buat beli buku diskon, tapi tutup karena hari ini hari natal. Sesuai kebiasaanku yang selalu ingin menggelindingkan roda, aku bersepeda... Dari Gramed menuju arah McD belok kiri. Disana ketemu dengan sebuah museum, namanya: Museum Sandi di Jalan Faridan No. 21 YK. Sandi (kriptografi) itu sendiri seperti password dalam sosmed gitu yang tugasnya ngamanin akun, dalam konteks ini sandi berfungsi sebagai pengaman data negara. Iseng, aku masuk. Bersyukur tak bawa HP dan alat eksis lainnya yang hanya akan mengajakku pada permukaan dan berakhir di sampah media sosial. Rasanya bawa gitu itu aku kayak hanya dapat eksistensi tapi nir esensi. Aku cuma bawa diri dan uang 27rb dari ibuk.
Setelah tanya satpam apakah boleh masuk? Jawabnya boleh. Aku masuk, ternyata HTM-nya gratis. Aku jalan-jalan di lantai satu, ouh, nampak mistis sekali di sini. Apalagi aku sendirian. Dingin dan remang. Aku nglihat diorama, replika, dan alat-alat sandi gitu. Di lantai satu ini kita bisa melihat alat-alat sandi (semacam mesin tik, telepon, logam gitu bentuknya, yang isinya huruf-huruf enigmatis yang penuh teka-teki). Selain itu ada patung dan diorama rumah sandi tempo dulu, ada ublik-nya. Naik ke lantai dua ada pengetahuan seputar sosok-sosok pendiri persandian Indonesia. Bapak sandi Indonesia itu adalah Roebianto Kertopati. Sosok yang inspiratif menurutku. Beliau ini sekolah sandinya katanya tidak formal, tapi melalui kursus. Dia seorang dokter, penyembuh orang sakit. Dia menguasai empat bahasa (Inggris, Perancis, Jeman, Belanda). Mottonya: BERANI TIDAK DIKENAL. Lalu di ruang tokoh ini terpajang foto-foto pemimpin STSN dulu dan sekarang. Di sebelahnya ada sebuah manequine, seorang pria yang disebelahnya dikisahkan berasal dari masa Yunani yang di belakang kepalanya digundulI dan ditulisi sandi untuk raja jaman Romawi dulu. Aku mengajaknya bicara, tapi dia cuma diam. Matanya aneh, kadang melihatku, kadang pura-pura nggak lihat. Mungkin aku menamainya Julius saja. Trus di ruang sebelahnya ada ruang multimedia gitu, aku ngotak-ngatik komputernya, nyobain games-nya seputar sandi (dan aku kagak bisa jawab! padahal udah level terendah). Apakah harus aku jawab dengan kata sandi juga bahwa: zpf yvofn yrhz.
Usai puas jelajah bangunan yang sepi ini, aku keluar, pamit sama resepsionis yang ramah banget. Trus jalan-jalan di bangunan luarnya. Wih, suasana feodal banget euy.
Usai ke museum sandi, mimpi lamaku yang ingin aku wujudkan adalah bermain ke kampung code (di bantaran Kali Code). Aku masuk kampung itu, memarkirkan sepeda lalu ngluyur sendirian. Dari awal aku masuk bagus, ada rumah dengan cat-cat dan gambar-gambar cantik warna warni. Tapi disini begitu sempit dan sesekali aku mencium bau anyir. Aku berjalan dan terus berjalan sambil mengamati lingkungan disana. Menarik sekali di hampir setiap rumah ada tulisan: Waktu belajar bersama 18.00-20.00 gitu. Dan satu-satunya tokoh yang kuingat ya YB Mangunwijaya!
Lalu aku menemukannya dalam jalan sempit paling ujung. Aku tiba di sebuah rumah kecil, unik, warna-warni yang banyak tulisan inspiratif tentang perbedaan dan penindasan (Romo marxist kayaknya #lol). Aku membaca tulisan di rumah itu: Perpustakaan Romo Mangun. Aku dekati rumah itu, sampai aku naik ke lantai dua. Aku sedih karena di situ sepi dan kelihatan tak diurusi. Atau aku salah hari kunjung? Di dalam banyak buku dengan beragam genre dan ingin sekali kuhabiskan.
Akhirnya, aku putuskan untuk duduk sebentar di emperan perpus, melenturkan kaki dan melihat aliran sungai Kali Code yang syahdu.
Karena waktu sudah menunjukkan dzuhur dan jam satu aku ada kegiatan. Aku cepet-cepet. Di buku depan, aku kesandung lagi baca tulisan Emha Ainun Nadjib di tulisan artikel judulnya Puasa: Menuju Makan Sejati. Yang berkesan di tulisan ini, ingat istilah: "Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang"? Nah, itu tidak cuma berlaku buat urusan perut doang, tapi juga hal-hal lain dalam hidup. Seperti bertindak, bekerja, dll. Aku belajar berpikir alternatif lagi nih, haha, wawasan jangan disempitin. Jam 12 am pas, aku keluar Togamas, tanpa beli apa pun, tapi tetap bisa bawa ilmu. Yuhu!
Pelajaran moralnya: kalau mau baca buku baru gratis, pergilah ke toko buku dan cari yang segelnya kebuka. Carilah buku bagus dan penulis yang bagus pula. Kemampuan membaca cepat sangat diperlukan dalam praktik kegiatan beradrenalin ini. Jika ingin merasakan sensainya, lakukan saja. Kamu akan menemukan mata-mata yang akan mengawasimu, haha. (Is)
Hatiku sedang tak enak, sedih habis ngantar bapak, ibuk, dan adik-adik pulang lagi ke rumah usai main dari Jogja. Nitikkin air mata, nggak tahu kenapa.
Lalu habis nganterin aku rencananya mau ke Gramed Sudirman buat beli buku diskon, tapi tutup karena hari ini hari natal. Sesuai kebiasaanku yang selalu ingin menggelindingkan roda, aku bersepeda... Dari Gramed menuju arah McD belok kiri. Disana ketemu dengan sebuah museum, namanya: Museum Sandi di Jalan Faridan No. 21 YK. Sandi (kriptografi) itu sendiri seperti password dalam sosmed gitu yang tugasnya ngamanin akun, dalam konteks ini sandi berfungsi sebagai pengaman data negara. Iseng, aku masuk. Bersyukur tak bawa HP dan alat eksis lainnya yang hanya akan mengajakku pada permukaan dan berakhir di sampah media sosial. Rasanya bawa gitu itu aku kayak hanya dapat eksistensi tapi nir esensi. Aku cuma bawa diri dan uang 27rb dari ibuk.
Setelah tanya satpam apakah boleh masuk? Jawabnya boleh. Aku masuk, ternyata HTM-nya gratis. Aku jalan-jalan di lantai satu, ouh, nampak mistis sekali di sini. Apalagi aku sendirian. Dingin dan remang. Aku nglihat diorama, replika, dan alat-alat sandi gitu. Di lantai satu ini kita bisa melihat alat-alat sandi (semacam mesin tik, telepon, logam gitu bentuknya, yang isinya huruf-huruf enigmatis yang penuh teka-teki). Selain itu ada patung dan diorama rumah sandi tempo dulu, ada ublik-nya. Naik ke lantai dua ada pengetahuan seputar sosok-sosok pendiri persandian Indonesia. Bapak sandi Indonesia itu adalah Roebianto Kertopati. Sosok yang inspiratif menurutku. Beliau ini sekolah sandinya katanya tidak formal, tapi melalui kursus. Dia seorang dokter, penyembuh orang sakit. Dia menguasai empat bahasa (Inggris, Perancis, Jeman, Belanda). Mottonya: BERANI TIDAK DIKENAL. Lalu di ruang tokoh ini terpajang foto-foto pemimpin STSN dulu dan sekarang. Di sebelahnya ada sebuah manequine, seorang pria yang disebelahnya dikisahkan berasal dari masa Yunani yang di belakang kepalanya digundulI dan ditulisi sandi untuk raja jaman Romawi dulu. Aku mengajaknya bicara, tapi dia cuma diam. Matanya aneh, kadang melihatku, kadang pura-pura nggak lihat. Mungkin aku menamainya Julius saja. Trus di ruang sebelahnya ada ruang multimedia gitu, aku ngotak-ngatik komputernya, nyobain games-nya seputar sandi (dan aku kagak bisa jawab! padahal udah level terendah). Apakah harus aku jawab dengan kata sandi juga bahwa: zpf yvofn yrhz.
Usai puas jelajah bangunan yang sepi ini, aku keluar, pamit sama resepsionis yang ramah banget. Trus jalan-jalan di bangunan luarnya. Wih, suasana feodal banget euy.
Jalan-jalan Di Kompleks Kampung Code
Usai ke museum sandi, mimpi lamaku yang ingin aku wujudkan adalah bermain ke kampung code (di bantaran Kali Code). Aku masuk kampung itu, memarkirkan sepeda lalu ngluyur sendirian. Dari awal aku masuk bagus, ada rumah dengan cat-cat dan gambar-gambar cantik warna warni. Tapi disini begitu sempit dan sesekali aku mencium bau anyir. Aku berjalan dan terus berjalan sambil mengamati lingkungan disana. Menarik sekali di hampir setiap rumah ada tulisan: Waktu belajar bersama 18.00-20.00 gitu. Dan satu-satunya tokoh yang kuingat ya YB Mangunwijaya!
Lalu aku menemukannya dalam jalan sempit paling ujung. Aku tiba di sebuah rumah kecil, unik, warna-warni yang banyak tulisan inspiratif tentang perbedaan dan penindasan (Romo marxist kayaknya #lol). Aku membaca tulisan di rumah itu: Perpustakaan Romo Mangun. Aku dekati rumah itu, sampai aku naik ke lantai dua. Aku sedih karena di situ sepi dan kelihatan tak diurusi. Atau aku salah hari kunjung? Di dalam banyak buku dengan beragam genre dan ingin sekali kuhabiskan.
Akhirnya, aku putuskan untuk duduk sebentar di emperan perpus, melenturkan kaki dan melihat aliran sungai Kali Code yang syahdu.
Alternatif Baca Buku Baru Gratis
Habis dari Kampung Code, kemudian, aku sepedahan lagi. Menuju ke perpus kota, aih, tutup. Ya, karena aku lagi pengen banget beli buku aku ke Togamas Kota Baru. Aku masuk, trus langsung menuju ke buku sastra para penulis kondang. Aku baca judul-judul buku itu dan harganya, gila, mahal pisan. Yaudah, aku ambil buku yang udah nggak segelan, pilihanku ada di buku sajak Terliye judulnya Dikatakan Atau Tidak Dikatakan, Itu Tetap Cinta, harganya 35K dan aku habis baca sekali berdiri dalam 15 menit. Aku membaca buku itu tak jauh dari pegawai toko. Buku kedua, Corat-coret Toilet - Eka Kurniawan (yang juga segelnya kebuka), ngakak banget baca buku kumpulan cerpen ini. Dari 12 cerpen, empat cerpen habis aku lahap.Cerpen pertama tentang hikayat orang gila yang kasian sekali, kedua tentang tokoh Cantik yang tak boleh keluar malam, ketiga tentang Maritje yang cantik tapi bloon (tapi lebih nekanin ke masa sejarah juga), trus corat-coret toilet itu, mbahas cerpen ini sama si Toto pasti nyambung deh, hahaha. Kisahnya tentang sebuah toilet mahasiswa yang dindingnya itu ditulisi bermacam-macam petisi/quote/bacotan gitu, dari yang berbau kritis, rasis, sampai hal yang konyol. Eka nyeritain ini lucu banget dan satirnya itu dapat.
Karena waktu sudah menunjukkan dzuhur dan jam satu aku ada kegiatan. Aku cepet-cepet. Di buku depan, aku kesandung lagi baca tulisan Emha Ainun Nadjib di tulisan artikel judulnya Puasa: Menuju Makan Sejati. Yang berkesan di tulisan ini, ingat istilah: "Makanlah sebelum lapar, berhentilah sebelum kenyang"? Nah, itu tidak cuma berlaku buat urusan perut doang, tapi juga hal-hal lain dalam hidup. Seperti bertindak, bekerja, dll. Aku belajar berpikir alternatif lagi nih, haha, wawasan jangan disempitin. Jam 12 am pas, aku keluar Togamas, tanpa beli apa pun, tapi tetap bisa bawa ilmu. Yuhu!
Pelajaran moralnya: kalau mau baca buku baru gratis, pergilah ke toko buku dan cari yang segelnya kebuka. Carilah buku bagus dan penulis yang bagus pula. Kemampuan membaca cepat sangat diperlukan dalam praktik kegiatan beradrenalin ini. Jika ingin merasakan sensainya, lakukan saja. Kamu akan menemukan mata-mata yang akan mengawasimu, haha. (Is)
Puisi The Paratrooper's Prayer (Terjemahan)
Sore ini saya ingin menerjemahkan sebuah puisi yang sangat indah berjudul The Paratrooper's Prayer karya André Zirnheld:
Doa Prajurit Payung
Berikan aku, Tuhan, dengan apa yang masih Engkau miliki
Beri aku sesuatu yang tak seorang pun memintanya
Aku tidak meminta kekayaan
Tidak juga kesuksesan, atau kesehatan
Orang-orang memintamu sangat sering, Tuhan, untuk semua itu
Yang Engkau tidak dapat meninggalkannya
Berikan aku, Tuhan, dengan apa yang masih Engkau miliki
Beri aku sesuatu yang orang lain menolak pemberian-Mu
Aku ingin ketidakamanan dan kegelisahan
Aku ingin kekacauan dan tawuran
Dan jika Engkau memberikannya padaku, Tuhan
Sekali dan untuk semuanya
Biarkan aku pastikan aku mempunyainya selalu
Karena aku tidak akan selalu memiliki keberanian
Meminta-Mu untuk mereka
Minggu, 21 Desember 2014
Tak Lebih Baik dari Sampah
Around Alternative |
Apa yang manusia cari dari
motivasi dan inspirasi? Bahkan sampai dilombakan sebegitu rupa, bermacam-macam
bentuknya? Hal itu yang coba saya pelajari. Saya sedikit menemukan jawabannya dari
seorang teman berinisial X (saya tak berani menyebut namanya, takut dia
keberatan). Dia adalah seorang aktivis, provokator, aktor di balik pergerakan, dan
mahasiswa yang tak mau dikenal.
Awal saya mengenalnya, dia
sederhana, tidak kaya. Dia seorang pemikir kiri. Bacaannya luas, link-nya banyak, humoris, dan bisa akrab
dengan siapa saja. Saya selalu iri padanya karena tiap hari saya perhatikan dia
selalu gembira.
Kebiasaannya nongkrong bersama
PKL, satpam, dan pegawai kecil sekitar kampus, berbincang bersama mereka, dan sesekali
bermain catur. X hidup di mana saja, bahkan pernah di pinggir jalan. Kuliahnya
dibiayai sendiri. Setiap hari kuperhatikan pekerjaannya adalah diskusi, menyebar
virus kesadaran, menulis, dan berbagi ilmu.
Di saat mahasiswa yang lain sibuk
memoles dirinya dengan berbagai simbol hipokrit, memperindah tampilannya
sendiri agar dikira dirinya keren benar. X malah mengajari saya ilmu psikologi untuk
membedakan mana orang yang “berpura-pura” dan mana yang “asli”. Karena dasarnya,
X menjelaskan tiap detik manusia selalu dibenturkan dengan dualisme antara
khayalan dia dan kenyataan yang tidak dia ketahui. Contohnya, saya berkhayal
dapat uang satu juta dari lomba #MenjagaApi dengan cara membagus-baguskan
judulnya dan membagikannya secara berlebihan, padahal kenyataannya tulisan saya
tak lebih baik dari sampah.
Motivasi yang tidak berasal dari
dalam (memakai diksi Marx) adalah sebuah “candu”. Motivasi berasal dari apa yang
benar-benar manusia itu cintai. Energi dalam dari perwujudkan apa yang ia cinta
itulah yang akan menggerakkan. Tidak hanya dirinya sendiri, tetapi juga
orang-orang di sekitarnya.
X mengajari saya bagaimana
berpikir alternatif, beretorika, dan bagaimana mengartikan diri dan hidup saya
dari berbagai sudut pandang luas. Agar saya tak seperti kodok yang keenakan
dalam belanga di atas tungku yang menyala. Dalam kenyamanan, tanpa sadar air
kian mendidih, saya melemah, dan akhirnya mati.
Sabtu, 20 Desember 2014
Kakek dengan Seribu Pekerjaan
Kakek meninggal ketika saya duduk
di kelas VI SD. Masih terekam jelas di ingatan saya, saat saya pulang sekolah
tiba-tiba saja tetangga saya bilang kakek saya dari pihak ibu meninggal.
Perasaan saya saat itu kosong, saya berjalan dengan cepat, dan di jalan sana
keranda kakek digotong orang-orang. Saya menangis teringat kakek yang selalu
duduk di kursi kayu kesukaannya itu dengan celana kolor hitam. Giginya ompong,
berambut putih jarang, dan senang tertawa. Dia sering mengajak saya bermain dan memberi saya uang koin.
Keisengannya, kakek selalu menggidali (menggosok
jari ke gigi lalu tangannya diusap ke orang) tangan atau pipi saya ketika
nakal.
Ibu sering bercerita mengenai
hidup kakek dulu. Kakek dengan seribu
pekerjaaan, begitu saya menyebutnya. Dahulu kakek adalah seorang mandor bangunan
yang sangat dipercaya dan disayangi orang Belanda pada masa itu. Pekerjaan kakek selalu membuat Belanda puas. Namun, suatu hari kakek
dipecat karena salah melaporkan. Harusnya kakek berkata “ya” tapi kakek berkata
“tidak”.
Berhenti jadi mandor, kakek
pernah berjualan payung kertas yang terbuat dari bungkus semen, lalu diukir dan
dicat, kemudian dijajakan keliling dari tempat ke tempat dengan jalan kaki berpuluh kilometer.
Kakek pernah berjualan es dalam plastik, dengan gotongan berat di pundaknya.
Saat es itu tak habis, kakek membagikannya dengan gratis kepada orang-orang.
Untuk orang yang haus dan tak punya uang pun kakek memberikannya dengan gratis.
Meski tak jarang, sesampainya di rumah, nenek memarahi kakek karena tidak balik modal. Kakek juga pernah berjualan kerupuk gendar kelililing kota, meski hujan dan apa
pun yang menghadangnya. Kakek juga pernah jualan mainan anak-anak dengan
berkeliling. Setiap kali saya bertemu dengan orang-orang yang berjualan seperti
kakek, saya ingat kakek.
Kakek mengajari saya tentang
kerja keras dan kedermawanan. Saya bisa membayangkan, bagaimana jika saya jadi
dia? Apakah saya bisa sekuat itu? Hal tersebut membuka mata saya, meski saya
tidak unggul daripada orang lain di bidang materi, setidaknya saya bisa unggul
di bidang kerja keras dan ketekunan. Dan berbagi a la kakek (meski kakek juga susah dan kekurangan) adalah bentuk
paling sederhana dari sikap kedermawanan.
#MenjagaApi