Terinspirasi dari dongengnya mas Opik :D yang super sekali,
haha. Sebuah kisah klasik dengan improvisasi dan perenungan yang dalam… Based on true story… --dengan
pengubahan dimana-mana-- :D
ADAM-HAWA
Jadi, dulu tuh gini… Di surga tuh Hawa BT banget gara-gara
di cuekin Adam. Hawa cemburu gara-gara Adam lebih sering godain
bidadari-bidadari surga daripada dirinya. Trus iblis ngrayu si Hawa buat makan
buah khuldi, dimakan sama si Hawa, dan dia dikeluarkan Allah dari surga. Nah,
si Adam galau ga ada Hawa (cintanya dia), iblis ngrayu buat makan buah khuldi,
dimakan tuh sama si Adam, Allah bersabda, “Adam keluar kamu dari surga!”.Dari
buah khuldi mereka belajar cinta. Si
Adam berkata, “Lebih baik hidup di dunia dengan cinta, daripada di surga tanpa
cinta” #eaa. Adam diturunkan di Hindus, dan Hawa diturunkan di Jeddah. Mereka
saling mencari, bersyair, bermain gitar (?) nyanyi lagunya D’Bagindas (?), Adam
melatunkan lagu buat si Hawa. Hingga akhirnya mereka bertemu di Arafah. Dengan gaya slow motion mereka saling berteriak melepas rindu (kayak di
film-film gitu), “adammm…”-“hawaaaa…”.
Cinta lahir sebelum agama itu ada. Asas dari semua agama
adalah cinta. Hingga Al Farabi menulis dalam syairnya yang keren (puisinya dibacain sama mas Arif, tapi pas aku cari teksnya di google belum ketemu)...
RAMA – SINTA (DAN
RAHWANA)
Rama dan Sinta saling berikrar untuk selalu setia. Namun,
ada seseorang bernama Rahwana yang menculik Sinta. Rahwana sangat mencintai
Sinta. Dewi yang ia sembah dalam mitologi adalah dewi durga (dewi yang memiliki banyak kasih
sayang). Sinta diculik di kerajaan Rahwana. Sinta dimuliakan disana, Rahwana
pun mengungkapkan rasa cintanya pada Sinta, tapi sayang, Sinta telah berikrar
setia pada Rama. Peperangan dimulai, Rama ingin membebaskan Sinta dan membunuh
Rahwana. Akhirnya Rama menang, Sinta bebas, dan Rahwana mati.
Namun setelah itu, ada kegelisahan di hati Rama yang
meragukan kesucian Sinta. Rama bertanya-tanya, “Apakah Rahwana menjamahmu?
Memperkosamu? Sudah di’apa’kan saja kamu sama Rahwana?”. Trus, Rama mendiamkan
dan menjauh dari Sinta. Kemudian, Sinta menjelaskan, “Rahwana cuma sekali
menyentuhku, saat ia meculikku, setelah itu ia tak pernah menyentuhku lagi, ia sangat
menghargai aku sebagai wanita. Jika kamu cinta padaku, kamu tidak akan meminta
apa-apa padaku sekali pun aku sudah tak suci lagi. Kau inginkan tubuhku yang
suci, sedang tubuh itu sendiri tak memiliki apa-apa, tak tahu apa-apa, dan tak
seorang pun di dunia ini yang tubuhnya suci. Kau menuntut kesempurnaan dariku,
sedangkan dirimu sendiri tak sempurna. Justru Rahwana dengan cintanya telah menunjukkan kebesran hati sesungguhnya. Meski nyawanya terbunuh di tanganmu, ketulusan cintanya tak akan terbunuh”.
-----
Dua cerita ini lucu dan dalam banget pas diceitain sama Mas
Opik, kita semua terpingkal-pingkal, eh, pas aku tuangin dalam bentuk tulisan
jadi gini, hahaha. Punten mas Opik. Inti yang ingin disampaikan cuma satu: CINTA.
-----
Oya, makasih buat makan malam bareng-barengnya mbak-mbak,
mas-mas di sarang revolutor sana. Pas hujan-hujan, malam-malam, perut
lapar, datang ayam goreng lagi. Kita
jejer-jejer nasi dan bersantap bersama. Ga bakal kelupa :D Diskusi tentang
teologi pembebasan dan logat kukuruyuk-nya belum selesai :D Kalian adalah
guru-guruku.
Yogyakarta, 13 Desember 2013
Adam dan Hawa, Rama dan Sinta, keren, terimakasih...
BalasHapusTerima kasih Mas Wahyu telah membaca :)
Hapus