Selasa, 22 April 2025

Problem ABC Scholarship Course: Kamu Punya Flow Kamu Sendiri

Ruang Refleksi
Hampir selama tinggal di Jakarta aku giat banget ikut kursas-kursus yang berhubungan semua dengan tips, trik, panduan beasiswa. Banyak yang kuikuti dan gak murah. Namun semalam aku seperti diingatkan blind spot yang gak kusadari dari menjamurnya jasa-jasa lembaga gibal-gibul seperti itu, dengan produk yang kadang gak sesuai sama iklan yang mereka tawarkan. Obrolan dengan mahasiswa NUS semalam tentang ABC course and scholarship memberiku pelajaran penting: Pertolongan itu lebih mudah, murah, dan dekat dari yang dibayangkan; yang membuat berat, mahal, dan jauh adalah kapitalisme (anjay kapitalisme) dan rasa gak enakan sebelum mencoba mencari pertolongan sama orang-orang terdekat.

Beberapa blind spot abc scholarship course gibal-gibul yang pengen ku-highlight: (0) mahal, (1) mereka punya rumus dan outline sendiri misal dalam bikin esai, tapi tanpa sadar itu mematikan kreativitas, dan membuat esaimu jadi generik karena sama dengan yang lain; (2) mereka gak kenal kamu, gak tahu latar belakangmu, mostly mereka kerja ya kerja; (3) apa yang mereka tawarkan setelah kamu jalani kadang gak sesuai kebutuhanmu; (4) personalisasi kamu sebagai "human" yang autentik itu direpress sampai dihilangkan; (5) paling nyebelin kalau itu sifatnya grup, akan selalu ada orang-orang yang udah jelas informasi ada di grup/panduan beasiswa, tapi tetap ditanyakan lagi. Stupidity at its best.

Sekarang aku ada di tahap trust issue (anjay trust issue) sama lembaga abc course scholarship. Apalagi lembaga yang kuikuti terakhir. Pertama, dia gak nepati janjinya untuk bantuku brainstorming ketika Zoom sama salah satu profesor di universitas Australia yang kubibrik. Bahkan setelah Zoom itu selesai, dia juga seolah biasa aja. Kedua, jam dia Zoom gak sesuai sama di iklan, dibilang pertemuan 1 jam, tapi dia seringnya cuma 30 menit. Dari 4 kali pertemuan, tiganya sekitar 45-30 menit. Ketiga, ini yang bikin aku hopeless. Kami Zoom pukul 9 pagi, semua masukan dia kuproses as soon as yang kubisa tiga jam kemudian. Kurang semangat apa? Aku juga nawarin jadwal pertemuan ulang di tanggal yang dia kosong, tapi gak direspons. Lalu ku-WA lagi dua hari kemudian gak direspons. Kubiarkan dari tanggal 14 April sampai 22 April sekarang gak direspons. Padahal penutupan beasiswa 30 April. Udah pengen cepat-cepet submit, tapi ya, ya udah. Terserah dia aja balasnya kapan.

Sekarang ada di tahap "nrimo ing pandum" dan manut sama skenario Tuhan, Yang Maha Teliti, yang membuat skenario hidup. Aku hanya alat Beliau saja di dunia ini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar