Aku telah berusaha sekuat pikiran untuk menyamakan frekuensi otak kita yang jarang bertemu. Juga hatiku yang kadang kupautkan entah di mana dalam bagian tubuh dan rohmu. Di lain sisi, di lain tempat, aku hanya menjadi bayanganmu yang lain. Aku begitu mencontohmu terlalu banyak. Dalam konteks mengasmarai, menjadi duplikat adalah ritus yang sangat menyenangkan. Dari sana aku merasa, aku tak sendiri. Namun, dari sana aku juga merasa menjadi orang yang bodoh. Hanya orang bodoh yang mencontek orang lain. Ya, kebodohan yang menantang. Ah, tidak. Kita tak pernah sama, tak pernah sama.
Desember sebentar lagi patah. 2016 akan menjadi jompo dan mati. Kesedihan dan kegembiraan kemarin hanya menjadi pulasan saja, yang memberi corak buku lukisan hidupku, hidupmu. Kamu semakin tua, aku juga. Salah satu yang kusuka dari kamu, meski kamu tua kamu tak pernah merasa tua. Hidup bagimu hanya seperti permainan yang lucu yang harusnya lebih banyak tertawa (to laugh is to life profoundly, kata Kundera). Kamu sadar cara bermain dan kamu tahu cara berposisi. Aku tak perlu lagi mengkhawatirkanmu menghadapi apapun. Kamu juga tak perlu mengkhawatirkanku. Kita sama-sama bebas dan soliter bukan?
Sekarang, saat semua perlahan pergi... Ada sakit yang sangat pada jaring-jaring persekawanan yang bersama kita ciptakan dengan yang lian. Bersamamu dan bersama mereka. Aku rindu lagi ketika melihat mata kalian yang pagi, suara kalian yang siang, dan keteduhan kalian yang malam yang tiba-tiba tak ada lagi. Jujur, aku shock di hari itu. Mau tumbang aku rasanya, sebentar lagi putus. Lagi-lagi kamu menjadi penyanggaku yang sangat baik. Kamu telah memberiku contoh terlalu banyak bagaimana menjadi seorang ubermensch.
Jika di akhir waktu, aku gagal membuatmu mencintaiku... kamu pergi dan memiliki hidup yang baru. Tak peduli gita kasih Otis Redding I've Been Loving You Too Long... Aku tak menyesal. Aku telah memiliki dirimu dalam diriku.