Rabu, 10 Juli 2019

Kritik Parsial Tulisan Berat

Sebagian sangat berambisi untuk menjadi serius, berat, atau setidaknya kelihatan menyerupai itu. Sebagian lagi puas dengan yang receh-receh, ringan, dan banal. Keduanya saling memusuhi, saling mengumpat di kandang kelompoknya sendiri.

Problem orang berambisi ingin terlihat serius dan berat dari struktur tulisan:

1. Banyak melupakan fakta, apalagi fakta sekitar, fakta terdekat, fakta masyarakat; lebih suka memakai fakta kadaluarsa ala-ala sejarah yang woh, besar, tonggak. Yang kontekstualisasinya kadang sangat sedikit. Parahnya kadang fakta itu mengaburkan kejernihan tulisan secara keseluruhan.
2. Banyak main jargon. Jargon tokoh besar, jargon moral, jargon motivasi. Beberapa memainkan emosi yang tidak perlu. Membuat lagi-lagi perspektif jadi bias. Mengesampingkan inti isi dan masalah utama.
3. Pembahasan yang terputus-putus dengan sulaman yang tidak rapi. Paragraf satu bahas A, paragraf dua bahas B, paragraf tiga balik ke A, paragraf empat ganti ke C, balik lagi ke A. Yang baca seperti diajak berputar-putar secara tidak efektif dan efisien.
4. Penyeleksian perspektif tokoh yang tidak selektif. Kadang fungsi nama tokoh cuma buat pamer dan numpang "nama besar" si tokoh saja.
5. Analisis, perspektif, contoh yang dikemukanan terlalu "umum", tak ada mata spesialisnya di sana, seumpama pisau ia tak cukup tajam, seumpama bunga ia tak jelas wangi bunga apa.
6. Didukung kata sifat yang tak sesuai penempatan. Hati-hati dengan kata sifat. Kata sifat berarti penghakiman. Rasa untuk personal.

Ini refleksi dari pengalamanku sendiri. Tak harus sepakat. Di luar semua itu, ada satu hal penting yang sering dilupakan: kesederhanaan.

Kalau kuibaratkan sungai, tulisan yang baik itu seperti: air yang dari hulu sampai hilirnya itu jernih, mengalir, sehat, dan enak dinikmati. Jernih karena berdasarkan fakta, realitas, dan asumsi yang bertanggung jawab. Mengalir karena sesuai dengan urutan-urutannya. Sehat karena berintegritas, tidak ada informasi sakit yang masuk ke tulisan. Enak dinikmati karena perspektif, analisis, dan gaya menulisnya yang segar.

2 komentar: