Senin, 09 Juli 2018

Simfoni Dvořák

Pertama kali kudengar simfoni Dvořák adalah saat kakiku kram setelah berjongkok selama satu jam di dalam kotak biru berukuran 16 x 35 nano. Simfoninya melompat ke dalam telingaku serupa kucing yang mengejar pasangannya saat lagi birahi. Dvořák tak berkata-kata, hanya simfoninya yang berkata. Semua energinya ada di simfoni itu. Aku lalu berubah menjadi sebuah biola dan hasrat-hasratku berubah menjadi sebuah piano. Kotak biru itu hanya menyisakan piano dan biola. Dvořák tak lagi terdengar. "Apa Dvořák menjebakku dengan romansanya itu?" pikir otakku yang menjelma tuts piano. Semakin aku berpikir, semakin piano itu mengeluarkan bunyi. 

Tuhan, aku tak mengerti partitur, apalagi memainkan piano. Namun aku menyukai bunyi Tuhan. 

Biola lalu menggesekkan dirinya sendiri. Berbunyi sedetik dan sangat indah.

Aku diam. Sekian jam. Tak terjadi apa-apa. Lalu perlahan menyusut dan aku menjadi manusia lagi. Dvořák datang lagi. Simfoninya berkisah tentang romansa yang terjadi antara kelas borjuis dan proletar.

Dvořák, aku hanyalah masyarakat kelas menengah, tapi caramu begitu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar