Senin, 26 Februari 2018

Pejuang Skripsi Ekonofisika

Ada dua tugas akhir yang tengah saya kerjakan. Pertama tugas akhir organisasi saya LPM Arena, saya dan teman-teman membuat satu majalah dengan tema warisan “berat” turun temurun. Kedua, tugas akhir fisika, skripsi. Keduanya saya kerjakan dengan semangat yang senangnya luar biasa. Beberapa kali meledak-ledak saking senangnya. Di tulisan ini saya hanya akan membahas di TA fisika saya, TA pertama lain waktu saja, hehe.
 
Pembimbing utama saya namanya Pak Rachmad Resmiyanto. Di salah satu blog beliau, beliau menyebut dirinya sebagai “guru kecil”—tapi bagi saya beliau guru besar saya; yang telah mengajari saya banyak hal. Saat jadi mahasiswa fisika, saya tak pernah diajar oleh beliau. Beliau dosen pindahan dari UAD, masuk UIN sekitar tahun 2016. Saya kenal beliau pertama saat datang ke seminar ekonofisika. Itulah pertama kali saya tertarik dengan diskursus yang beliau angkat. Ekonomi dan fisika (ekonofisika), tema yang begitu baru di tempurung kepala saya. Sudah menjadi mimpi terpendam saya mengangkat tema itu. Berharap beliau juga pembimbingnya. Dan Ya Allah, mimpi saya terwujud.

Sampai saya menulis ini, sudah beberapa kali korespondensi yang telah kami lakukan. Baik di WA atau pertemuan langsung. Isinya selalu penuh kegembiraan, humor, dan semangat “aneh”. Ya, aneh saja sih ngrasanya, hihi. “Pak Rachmad sudah seperti bapak saya sendiri”. Tiap kali bimbingan pas ketemuan langsung, saya yang aslinya tidak banyak bicara dan lemot mengingat (sering lupa) selalu nyaman tiap kali bimbingan sama beliau. Tak hanya kalem dan sabar dengan kelemotan fisika saya, tapi juga beliau selalu memberi contoh dan ilustrasi yang tepat bin dekat. Tak pernah lama membiarkan saya berada pada zona ketidaktahuan. 

Banyak hal yang tak akan saya lupakan ketika bimbingan dengan beliau. Salah satu yang berkesan, beliau pernah mengirimi saya file skripsi yang ditulis dengan ringkas oleh mahasiswi IPB tentang ekonofisika; judulnya “Solusi Numerik Persamaan Black-Scholes Kasus Opsi Jual Eropa dan Amerika dengan Fluktuasi Saham Berlintasan Brownian”. Di WA beliau menulis: “Skripsi ini ringkas mbak.” (21.44 WIB, 26 Januari 2018). Saya jawab: “Mantap. Oke pak, siap.” Lalu, beberapa jam kemudian dengan semangat 45 saya meringkas skripsi itu dari jam 12 malam sampai jam 7-an pagi. Tidak tidur dan saya tak merasa lelah. Jam 08.27 dengan meminjam HP teman saya yang kameranya jelas, saya kirim ke beliau. Lalu obrolannya seperti di gambar ini:
Ya Allah. Maafkeun saya Pak, maafkeun… :D :D :D

Pada tanggal 7 Februari 2018 pukul 00.57 WIB, Pak Rachmad membuat grup. Nama grupnya “Pejuang Skripsi”. Sampai hari ini ada 16 anggota, 15-nya mahasiswa/i yang beliau bimbing; semuanya dari Pendidikan Fisika, dan cuma saya sepertinya yang dari fisika murni. Di sana tempat share jadwal bimbingan, materi, dan diskusi. Awalnya grup bahasanya kaku, tapi saya kayak gak tahu diri jadi pengacau biar grup ramai. Di beberapa pesan, tak kasi tuh emot-emot gak jelas di WA yang banyak. Jadi gak serius-serius amat kan, hehe. Karena saya paham, Pak Rachmad bukan tipe dosen yang tak bisa diajak bercanda. Postingan fesbuk beliau saja selain berat juga penuh humor (ciye, stalking, ahaha). Beliau tipe dosen yang ingin dekat dengan mahasiswanya.

Pak Rachmad sering memberi masukan pada anak bimbingnya di grup tersebut. Entah itu bentuknya pdf, link, atau buku-buku. Kayak saya pernah disarankan ke perpustakaan FMIPA UGM, cari skripsi yang disarankan beliau. Besoknya saya langsung ke sana. Saking semangatnya, saya dikatakan “militan dari faksi radikal” (we terharu).
Beliau pun berpesan: “kalau ingin kaffah militansinya, disalin ditulis tangan. Atau dibaca agak keras, suaranya direkam.”
Yang menarik juga, beliau mengadakan pra presentasi sebelum pendadaran pada anak bimbingnya. Jarang kan ada dosbing yang mau kayak gini? Dan hari ini, Senin (26/02/2018) jadi hari pertama saya ikut presentasi pra pendadaran ini. 
Presentasinya Mas Ceceng dari Pendidikan Fisika. Tentang ilmu optik perspektinya Al Haitham. Banyak hal yang bisa saya petik terkait presentasi: 

Pertama, PPT hanya alat bantu, kemudi tetap ada pada presenter. Presentasi yang baik ketika dibawakan oleh orang yang bebeda, dia akan berbeda. Kalau sama, berarti semua materi sudah ada di slide itu. Meski kekurangannya kita kehilangan detail, kita bisa memanfaatkan notes di bawah kanvas kerja PPT utama untuk menambah detail. 

Kedua, tentang kesalahan dasar yang biasa dilakukan saat presentasi/membuat presentasi: presenter kadang jarang membuat kerangka peta pembahasan; pewarnaan, penempatan apa yang mau ditonjolkan itu penting; beri foto terhadap bukti-bukti penelitian agar meyakinkan; hindari bullet yang udah default di PPT; animasi transisi diperhatikan agar kesannya nyambung (kasus animasi kertas dilucek, atau kaca pecah dihindari, kalau konteks gak tepat malah membahayakan); untuk waktu, usia tiap slide tak harus sama; ada yang sesaat, ada yang lama; kalimat-kalimat diperhatikan.

Ketiga, ada banyak cara, tergantung imajinasi. Bapak lebih suka PPT blank, baru menulis dan membuat ilustrasi dari yang template blank itu. Software presentasi yang bagus untuk yang sifatnya besar ke kecil itu Prezi, otak-atiknya enak. Kalau PPT sifatnya hanya linier.

Usai presentasi Mas Ceceng, Pak Rachmad tanya ke saya: “Gimana Mbak Isma skripsinya?”. Ya Allah, tiba-tiba rasanya saya ingin menangis ditanya begitu sama bapak. Nyaris dua minggu skrispi saya telantarkan karena sibuk organisasi, kerja nranskip dari NGO, jadi notulen di konferensi pers dan diskusi, serta mengurus dan memikirkan hal-hal yang kembang tebu mabur kanginan—sampai imun saya down. Padahal saya punya target awal Mei selambat-lambatnya harus sudah munaqosah dan selesai. Saya tak ingin mengecewakan bapak dan orang tua, sungguh. 

Menjadi anak bimbing bapak bagi saya adalah kado terbesar selama saya kuliah di fisika. Saya tak mau memolor-molor ini lagi; semakin saya menelantarkan semakin saya terpukul oleh diri saya sendiri. Juga ibuk di rumah yang selalu berdoa pada saya: Is, sinau sing sregep ben ndang cepet lulus. Memasuki semester X ini, saya sebenarnya sudah jadi mahasiswa kadaluarsa, matelu (mahasiswa telat lulus) kalau istilah di film Catatan Akhir Kuliah. 

Bagi saya, menyelesaikan skripsi ini bukan sekedar melewati tahap yang semua mahasiswa tingkat akhir mengalaminya, tapi lebih dari itu… sumbangsih saya untuk ekonofisika. Saya sangat semangat, bergairan, dan tertantang untuk itu. Apalagi, saya sangat senaaannnggg dibimbing oleh dosen yang “gue banget”, baik secara integritas, sikap, teladan keagamaan, dan keilmuan; yang di Jogja dan Indonesia salah satu expert-nya di bidang ekonofisika. Di buku beliau berjudul Ilusi Ekonomi Modern beliau membuat madzab baru yang tak kalah bersanding dengan Madzab Austria atau Madzab Frankfurt di Jerman, namanya Moneter Madzab Jogja. 

Terima kasih Pa.

Isma ingin rampung.
Perpustakaan UIN Lantai 2.
Usai pra pendadaran Mas Ceceng.
Senin, 26 Februari 2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar