Minggu, 12 April 2015

Randu dan Rindu

Aku menceritakan padamu mimpi burukku malam tadi, saat aku kembali ke desa bersama sahabatku. Ada orang meninggal disana Dan anehnya kuburan itu ramai sekali, orang-orang bukan membacakan doa-doa, tapi malah bikin pentas musik untuk orang meninggal. Ada suara gitar, gamelan, menyatu dan aku menikmatinya. Secara absurd aku bilang pada sahabatku:
"Lebih baik penguburannya seperti itu, orang yang meninggal lebih bahagia," aku mengucapkannya antara sadar dan tidak sadar.
Lalu kita berdua sampai di sebuah jalan menurun yang dulu ada pohon randunya. Tempat ini lebih dari sekali hadir dalam mimpiku dan selalu menakutkanku. Suasana gelap, suara dari pemakaman masih berisik, aku menengok di rumah dekat pohon randu itu. Aku melihat gantungan baju bergerak-gerak sendiri seperti ada yang menggerakkan. Yang punya rumah lalu berteriak "tolong-tolong..."

Refleks aku dan sahabatku membantunya, badanku panas dingin. Di tanganku tiba-tiba saja aku menarik-narik kain putih yang panjang. Aku gemetaran. Aku bertanya ini kain apa? Aku begitu ketakutan. Aku tak ingat lagi teorinya Barthes tentang mitos atau Saussure dan Peirce bahkan tentang teori mimpinya Freud yang aku pelajari jauh dari kampungku ini.

Tiba-tiba aku bangun dengan nafas kerenggosan seperti dikejar-kejar. Aku membalikkan bantal dan segera duduk. Yang aku lihat pertama adalah sebuah foto di atas meja. Foto yang membuatku tenang dan merasa di perantauan ini aku tak sendirian. Aku mengambilnya dan memeluknya erat. Aku ceritakan ulang mimpiku pada foto itu. Sambil berkata, "Buk, pak, aku takuut..."

Aku kembali mengingat desa...

Randu.. rindu..
Aku baru sadar yang berdiri di tempat itu bukan pohon randu tapi pohon kluwih (sukun). Yang daunnya besar-besar. Yang dipakai kostum Mahar saat ikut karnaval di film Laskar Pelangi. Aku ingat lagi, ada dua pohon randu di desa yang kukenal, pertama dekat rumahnya Yanti yang sudah lama ditebang karena pohon itu kata para tetangga angker. Kedua di dekat rumahnya Rita dan mungkin masih ada sampai sekarang. Semua melemparkanku pada masa kecil.

Saat aku bermain-main badminton memakai triplek kayu (bukan raket) dengan khok yang mberedel bulu-bulunya. Di samping rumah Yanti yang luas, yang di belakangnya ada pohon mangga yang rasanya kecut dan banyak seratnya. Pohon mangga itu di dekat pohon randu. Zaman berganti, tempat itu sekarang sudah didirikan rumah yang nyaris menutup jalan menuju Serut (pertigaan yang ditandai pohon beringin tua yang berdiri miring ke bawah) yang kadang tempat itu digunakan untuk minum-minum. Di sana juga ada tulisan "gerombolan wedhi mati". Dulu tempat itu penuh mitos dan diangkerkan, tapi makin hilang karena lagi-lagi sudah ada rumah.

Aku mencoba meng-intrepertasi sendiri arti mimpiku. Aku bertanya, kenapa pohon dasar pembuat kasur itu diberi nama randu? Apa kaitannya dengan rindu? Rinduku akan rumah, rinduku akan masa kecil, rinduku pada sabahat-sahabat kecil yang telah menikah dan punya anak, rinduku pada tempat-tempat yang sekarang tak ada? Atau justru alarm pada kuburan, pada kematian, pada tidur panjang?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar