Sabtu, 14 Maret 2015

Invictus Behind The Scene

Mungkin sudah telat sekali kalau aku menulis ini. Tapi ini yang ingin aku lakukan, daripada hatiku sakit jika tak tulis--mengingat masih banyak orang yang berjiwa ikhlas membantu. Kata Derrida juga kan menulis adalah proses mengingatk kembali.

Tentang malam sastra ke-IV ARENA, yang landasan pemikiran, konsep juga telah aku posting. Aku akan memulai dari awal lagi. Dengan semua sisa ingatanku lima belas hari yang lalu. Waktu itu sedang diskusi magang yang pematerinya Mas Robi tentang analisis framing. Kebetulan saat itu Mas Rimba ikut, aku duduk tak jauh darinya. Lalu Mas Rimba menunjukkanku sebuah artikel di KOMPAS. Di artikel itu ada kesalahan ejaan (typo) mengenai tahun. Koran itu diserahin ke aku, judulnya "Invictus". Aku membacanya dan isinya bagiku sangat menarik, apalagi kata-kata dari puisinya di Henley.
Terbesitlah ide malam itu juga aku ingin memakai konsep Invictus ini di malam sastra nanti (karena pas rapat PSDM, teman-teman memasrahkanku jadi PJ). Lalu tanggal 22 Februari aku SMS teman-teman untuk membahas konsep ini bareng-bareng maunya gimana. Waktu itu divisi jarkom ada kunjungan ke LPM lain di Jogja juga. Aku sempat ikut ke LPM Ekspresi UNY dan ketemu Winna di sana.

Waktu itu agak terjadi miss komunikasi juga sama Mas Cepot. Diskusi akhirnya berjalan, kita ngusung wacana eksistensialisme. Banyak pikiran yang bermunculan sore itu. Dari Mas Jamal dan teman-teman magang.

Tanggal 25 Februari  aku ngumpulin teman-teman lagi untuk bahas panitia, waktu itu usai diskusi magang juga sama Mas Juju tentang Politik Media seingatku. Malam, yang datang sedikit, aku bacain siapa-siapa aja panitianya. (Malam itu juga aku ke PKKH UGM buat diskusi cerpen Irwan Bajang). Paginya aku buat TOR acara dan aku kirim ke Mas Sabiq GH untuk buatin poster.

Tanggal H-nya terwujud. Sabtu, 28 Februari 2015 aku stay di ARENA jam satu-an, sambil nunggu teman-teman untuk siap-siap. ARENA awalnya ada Mas Bayu, lalu aku sendirian (aku mulai khawatir) dan datang si Faksi. Dan anak itulah yang banyak membantu. Kalau aku mikir lagi ini lucu aja. Haha.

Ke depan kantin dakwah sama Faksi. Ngatur setting panggung, mindah bangku-meja, ke ARENA lagi buat hiasan. Aku ambil bingkai styrofoam, ngambil gambar-gambar dari koran trus ditempel. Oya, kita juga nemu gubug cantik buat set panggung, hihi.
nempel-nempelin gambar
Pas sore, teman-teman akhirnya datang juga, Muti, Oli, Fa'i, Anis, Kartika. Pas hujan-hujan deres banget, kita buat burung dari kertas buat hiasan. Konsepnya temaram pakai lilin. Hingga waktu magrib menuju isyak, para pengisi dan penikmat sastra datang.

Acara dibuka sama si Anis dan Kartika yang malam itu jadi MC. Acara pertama sambutan dari PU ARENA, Mas Jamal yang banyak cerita tentang aforismanya si gila Nietzche. Trus acara gitaran Mas Rimba dan Mas Bayu. Puisi dari Mbak Ichuz,yeee, puisinya keren, buatan Mbak Ichuz sendiri, tentang ARENA gitu, haha #seneng.
mbak dhedhe lotus (ichuz)
Trus siapa lagi ya yang tampil? Ada Rohim, Mbak Ilmi (yang baca puisi), Ida (yang nyanyi OST Habibi Ainun pakai bahasa Arab), juga tari lir ilir juga dari trio Wulan-Ifa-Laila.
Juga Mas Opik yang mendongeng

"Opik: Tentang seseorang yang galau, di-sms 'mas kamu harus nampilin sesuatu', akhirnya sesorang itu milih mendongeng. Lalu saya teringat postingan FB: 'ketika nahkoda tak mampu mengendalikan bahtera, maka angin yang menentukan'. Kedua, saya teringat teman-teman saya yang orientasi cintanya berubah. Dari yang cuek, sama ayam saja sekarang perhatian. Dulu yang solatnya seminggu satu kali, sekarang sehari tujuh kali.
Mas Opik juga cerita tentang hal yang lucu banget tapi miris soal cinta. Jadi dua sejoli yang salah satunya sering ke masjid, tapi dia njagain sandal, haha
"Aku jaga sandalmu saja, hanya jadi tukang parkir sanda itu  sakit.. Aku pengen salaman sama kamu, cium kamu, ngimamin kamu. Trus dujawab sama satunya 'tapi yang kamu omongin itu nafsu kawan. Kita zuhud saja'."
 Tentang subsidi juga...
"Ternyata dunia tak baik-baik saja. Dalam keseharian kita selalu dapat subsidi. Baik yang mendapat beasiswa atau gak. Dapat subsidi PPN, kuliah. Yang disubsidi lupa kalau dia harus bayar itu. Kalau gak mampu uang, tenaga, kalau gak bayar, tubuhnya yang dibayar ketika di neraka."
mas opik
 Juga cerita tentang puisinya Gus Mus jika manusia sekarang selalu harap cemas dan tak pernah pasrah. Aku sendiri juga malam itu nampilin puisi. Puinya Dedy Tri Riyadi judulnya Mencintaimu. Haha sungguh ironi dianya tak ada disana. Ain't, i don't hope more. 

Mencintaimu, sebenarnya lebih menyoal aku. Menyoal cara
berdiriku yang agak miring, menyoal warna kulitku,
menyoal di sisi mana aku berdiri.....
Juga ada nyanyi-nyanyi lagi dari Mas Rimba dan Lugas, juga nyanyi-nyanyi Mas Folly, Mas Rimba, Mas Bayu, trus ditutup dongeng super lucu dari Mas Rimba. Tentang pengalamannya yang beli kopi tapi gulanya malah ibunya ngasinya beras (soalnya waktu itu subuh, penjualnya setengah sadar), tentang pas mati lampu gitu ibunya Mas Rimba buat telur harunya itukan gorengnya pakai blue band ibunya Mas Rimba salah malah ngambil sabun colek, tentang gempa bumi juga, aduhh lucu banget pokoknya.

Sekali lagi, terima kasihhhhh untuk Faksi, untuk pengisi, untuk yang datang, untuk yang membantu.
Malam itu memberiku pengalaman berharga yang susah untuk aku jelaskan.

-is-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar