Kamis, 19 Februari 2015

Pentas Barbar "Issue" Teater Eska

Hari Sabtu (14/2) kemarin, saya nonon pentas teater tahunan ASE & ASI XVI IST Akprind dari Sanggar 28 Terkam. Kalau tahun lalu ada Madam yang nemeni, malam itu sendirian nonton. Sebenarnya jadwalnya bentrok sama rapat kerja disana, dan saya lebih milih nonton acara ini karena hari terakhir. Faktor terbesar juga kenapa saya nonton? Mungkin karena Teater Eska juga perform. Entahlah, (selain di Nuun) kadang saya merasa ada kedekatan tersendiri dengan Eska, dengan ideologinya, dengan kulturalnya, dengan gayanya, juga orang-orangnya...

Saat itu saya sempatkan juga untuk meliput acara ini, saya tulis di LPM Arena... Ada hal lucu sih sebenarnya. Pas saya wawancara sama pimpinan produksi pementasan, namanya Mas Ucup, orangnya asyik, enak diajak ngobrol, nggak terlalu serius, haha. Gini, pas wawancara saya selalu membiasakan diri untuk nulis, nah, parahnya malam itu pulpen saya macet! Mas Ucup udah ngoceh sana sini, fokusku malah nyari pulpen lain, mau saya rekam kondisi sekeliling berisik. Untung aja, pulpennya nyala lagi dan nulis apa yang dikatakan Mas Ucup. Saya terpaksa menanyakan ulang pertanyaan saya pertama, nah, Mas Ucupnya bilang: "Ah, mbak iki ra paham-paham..." sambil tertawa, haha. Mas Ucup terpaksa ngejelasin lagi tentang tema Unting Amput... (paginya, pas saya wawancara lagi sama orang berbeda, ketua BEM-F Fakultas Adab, Mas Hilman, pas mau saya rekam memory card HP nggak ada, bjgr.)

Trus masuk, saya milih tempat duduk di belakang. Dibuka dengan musikalisasi puisi. Ada kata indah: "di bawah jemari waktu.... menjelma sunyi di kedalaman.... " atau "duri adalah terapi nurani.... bergeraklah bahwa memang kita hidup......" Saya jadi ingat lagu mars UIN Suka, yang tekun dalam sunyi, juga bertanya-tanya dari pentas sesudahnya dari Ngopi Nyastro tentang suara seorang pengkhianat: buat apa melakukan pembersihan, kalau kejelekan adalah penyucian?

Ada pentas lain juga dari teater delik, cerita tentang Sodron, Sintren (seni tradisional pantura) dari anak-anak SMA di Indramayu, kisah empat orang dalam penjara, de-el-el, tapi penampilan yang saya tunggu-tunggu, yeah, Teater Eska.  Ada baiknya merenggangkan otak sebelum melihat pentas ini, salah-salah bisa jantungan, haha, LOL. Judulnya "Issue". Pentas hasil negosiasi, ekperimentasi, mungkin juga ekstasi pemainnya. Dengan seenaknya Eska ngusir penonton dari zona duduknya suruh duduk melingkar.

It works: Oong dan temannya datang bawa lampu neon, trus Harik pakai baju kodok biru, kurang kerjaan bawa meja setrikaan, trus keluar dan datang lagi bawa sound dan anak kesayangannya, kecapi.
mamang kecapi
Ridho yang mirip vampir gagal: pakaian gamis, wajah putih, dengan kupluk yang hendak pergi ke kelenteng nyuruh penonton mengeluarkan HP-nya. Dia ngintruksiin buat bunyiin ring tone, nyalain blitz, dan hal-hal yang dilarang lainnya saat pementasan. Ruangan jadi sangat crowded dan hidup.
vampir yang bisa baca
Di sisi lain, dua manusia robot yang pakai helm, dua orang ini diikat trus kerjaannya mukul-mukul kursi nggak jelas.
habis jatuh dari motor
Surya: kyai berhelm
Di beberapa sisi lainnya, ada fotografer-fotografer yang awalnya saya pikir cuma mau moto-moto doang, eh, ternyata aktor yang ikut main juga! Salah satunya fotografernya Sabiq (tak kusangka kamu main teater, sepanggung sama adek lagi, haha). Fotografer-fotografer itu yang jumlahnya empatan kalau nggak salah pada motret.
Sabiq: Cheers Ris! II Waris: Balon'e cuk.
Ridho: Biq, kamu moto apa?
Kejutan lagi ada semacam orang gila yang mirip boneka kotak musik wagu: rambutnya ungu, pake celana coklat muda sedengkul, dan seluruh tubuhnya dibalut cat putih. Ghoz, tubuhnya meliuk-liuk, ekspresinya dari bahagia, ketawa, sedih, sampai kayak orang mau sekarat.
Total ini orang.
Ghoz is ghost
 Trus ada juga Waris, dia malam itu mungkin mendeklrasikan diri jadi badut penghibur anak-anak atau orang yang sedang jualan balon, haha. Ekspresinya lucu dan agak gila. Dia memeluk balon dengan kesetanan, bulu kuduk tiba-tiba berdiri mbayangin balon itu meletus. Mungkin ia mewakili suara-suara joker di luar sana.
padahal dia sudah dibilangin dosen jangan makan balon.
Panggung tiba-tiba sangat noise banget dengan teror kecapi Harik dan suara pukul-pukul manusia helm. Tempo naik, lampu redup nyala kayak disko, kita seolah diajak menuju dunia malam para manusia abnormal. Pentas usai seiring matinya lampu-lampu. Prok-prok-prok. Kalian gila!
Issue
Saya tak tahu, kalau dihadapkan ke aliran-aliran teater, ini pentas masuk golongan mana. Yang saya tahu Eska menghadirkan semacam alternatif lain dalam panggung. Aneh, nakal, dan sedikit serampangan. Pendapat saya, jujur saya nangkapnya makna yang ingin disampaikan adalah tentang modernisasi. Dimana manusia sekarang dijejali berjibun informasi dari koran dan media elektronik.

Di sisi lainnya ada orang-orang yang bisa jadi ada dua kemungkinan: pertama, orang sekarang krisis eksistensi, karena setiap moment ingin dijepret, diabadikan, lantas mereka lupa dengan 'makna apa' yang sebenarnya mereka lakukan. Kedua, ada golongan-golongan tertentu yang sengaja menjual penderitaan orang-orang yang mewakili Ghoz, Waris, atau manusia helm. At some show, theatre enough. I don't need to photograph, analize, and think. Just enjoy, it's enough. 

Wacana lain, saat mendengar kata "issue" saya langsung teringat dengan rapat redaksi atau tentang ibu-ibu. Di rapat redaksi, isu semacam bahan berita yang dianalisis lalu diverifikasi. Di tataran ibu-ibu, isu adalah gosip.

Saya sebenarnya ingin  bertanya: kesatuan utuh apa yang sebenarnya ingin dibangun dari montase tiap aktornya ini? Kalau bahasanya orang awam: apaa ini?

NB: Semua foto "nyolong dari kamera ARENA" copyright.

_Is

2 komentar:

  1. benar-benar membingungkan, bingung juga maksudnya. Jadi bingung mau perhatikan yang mana hahha yang baca koran atau yang mukul-mukul kursi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ia, kita seolah dipecah fokusnya. Terlalu 'corwded' dan kayaknya disengaja begitu.

      Gak usah bingug merhatiin yang mana, apapun bisa diperhatikan, baik keseluruhan atau hanya sekedar suara kecapi. Terkait maksud tergantung pemaknaan pribadi.

      Hapus